Masih ingat dengan Faisal?
Pria dengan kehidupan super mewahnya?
Kalau ingat, kini gembong narkoba yang bisa menjalankan aksinya dengan mengumpulkan kekayaan berlimpah sudah berada di Aceh.
Jangan salah duga dulu. Lelaki gemuk asal Bireuen berkepala plontos itu dipindah ke dari LP Cipinang di Jakarta ke LP di Aceh. Apa alasan napi pencucian uang narkotika itu dipindahkan?
“Alasan keamanan, tapi itu menjadi urusan intern kami,” kata Kalapas Cipinang Sutrisman ketika dihubungi lewat telepon genggamnya oleh “nuga”
Sutrisman enggan merinci lebih jauh terkait penjelasannya tersebut . Pokoknya alasan keamanan. Aapa alasannya itu urusan intern.
Di sini juga ada napi terorisme, juga berbahaya,” katanya menjawab pertanyaan, apakah Faisal memiliki kemampuan mempengaruhi napi lainnya.
Faisal di tangkap Badan Narkotika Nasional di Plaza Indonesia saat tengah berbelanja pakaian bermerek. Dia dan mobil Porsche yang dikendarainya turut disita saat itu.
Faisal divonis sepuluh tahun penjara oleh PN Jakpus pada November 2013 lalu. Kerajaan bisnis Faisal dinilai hanya modus untuk mencuci uang hasil jualan narkoba.
Sebelumnya BNN keberatan dengan langkah pihak Pemasyarakatan yang meloloskan permintaan Faisal, terpidana pencucian uang narkotika, untuk dipindah ke kampung halamannya di Aceh. Padahal sebelumnya, BNN telah mengajukan permohonan agar Faisal tidak dipindah ke Aceh.
“Kami menyesalkan proses ini, kami sudah meminta ke Dirjen Pemasyarakatan agar Faisal jangan dipindah, karena selain sedang mengajukan PK juga ada perkara lain yang ditangani BNN,” kata Kombes Sundari, Direktur Pengawasan dan Harta Benda Sitaan dan Aset BNN, kepada media Minggu pagi.
Permohonan pemindahan sendiri berasal dari pihak keluarga Faisal. Lagi-lagi, Sutrisman tidak mengetahui rinci siapa dari keluarga Faisal yang memohon pemindahan itu.
Terkait dengan pernyataan BNN yang telah mengirimkan nota agar tidak dilakukan pemindahan Faisal ke Aceh dalam menjalani massa hukuman, Sutrisman mengaku tidak mengetahui hal itu.
“Setahu saya tidak ada, kalau pun ada petugas kan menyampaikan ke saya. Saya enggak pernah tahu soal itu, atau mungkin dengan Kalapas yang dulu, tetapi saya belum pernah terima permintaan resmi,” ujarnya.
Faisal telah mengajukan proses hukumnya bisa dijalani di Aceh. Salah seorang penyidik yang enggan ditulis namanya mengatakan, langkah agar Faisal tidak dipindah disebabkan adanya perkara lain narkotika yang berkait dengan pria asal Bireun, Aceh ini. Selain juga ada kekhawatiran dia bekerjasama dengan kaki-tangannya di Aceh.
Selain dipidana dengan pidana penjara dan dikenai denda, semua aset Faisal juga dirampas, termasuk beberapa mobil mewah miliknya. Hanya rumah yang ada di Lhokseumawe yang tidak disita.
Faisal, kini 36 tahun, disangkakan sebagai bandar narkoba, ternyata memiliki kekayaan berlimpah yang tersebar sejak dari Bireuen, Aceh, hingga ke Malaysia dan Jakarta. Semua aset itu, menurut sebuah sumber dihimpun dari bisnis haramnya sebagai bos narkoba.
Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian usai penangkapannya, Faisal memiliki 1unit SPBU di Bireuen, 4 unit ruko di Bireuen, beberapa bidang tanah, 1 unit hotel di Bireuen, 22 sertifikat tanah hak milik atas nama tersangka, dan berupa uang yang tersimpan di beberapa bank kurang lebih Rp 10 miliar
Faisal yang berkepala plontos dan berwajah sederhana itu, lahir di Banda Barat, Aceh, pada 04 Januari 1978 Di kartu identitasnya ia mencantum pekerjaannya sebagai pedagang dan, kini, beralamat di Jl Mutiara, Lhoksumawe, Aceh.
Ketika penangkapan, penggeledahan dan pemeriksaan awal terhadap dirinya oleh BNN, Faisal diduga telah berbisnis narkoba 2004. Dari bisnis itu, dia memiliki sejumlah aset yang besar nilainya.
Beberapa barang bukti yang telah berhasil disita BNN sejak penangkapan awal, Faisal memiliki beberapa unit ponsel, ATM dan buku rekening, 1 unit mobil Porche Panamera 3.6L AT tahun 2012 nopol B 99 FAI, 1 unit mobil BMW 640i putih tahun 2012, nopol B 99 FAL, 1 unit mobil Honda City hitam, uang Rp.35.027.000, dan uang RM 156.
“Total asetnya yang sudah disita hingga Kamis mencapai nilai Rp 38.240 miliar,” kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Benny J Mamoto, di Gedung BNN, Jl MT Haryono, Cawang, Jakarta.. Selain di Aceh dan Jakarta, aset Faisal juga ada di Malaysia berupa tiga unit toko grosir yang diduga dibelinya dari hasil bisnis peredaran gelap narkotika.
“Titik-titik lokasi aset sudah diketahui, melalui MLA kita minta bantuan pemerintah Malaysia agar aset tersebut tidak berpindah tangan dulu,” jelas Benny pada waktu itu.
Selain menangkap Faisal, aparat Badan Narkotika Nasional menangkap istri sang big boss narkotika itu. Kepada penyidik, sang istri bersikukuh bahwa uang hasil penjualan narkotika suaminya tersebut halal.
Penangkapan sang istri dilakukan di kediaman Faisal di Raflesia Hills Cibubur, 13 Maret 2013 lalu, setelah petugas menangkap aisal yang tengah asyik masyuk berbelanja kaos seharga Rp 8 juta di Mal Plaza Indonesia.
Menurut Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Benny Mamoto, saat diinterograsi petugas sang istri asal Aceh itu mengetahui asal muasal uang yang didapat suaminya yang juga berasal dari Serambi Mekkah.
Bahkan, sang istri menyebut hasil transaksi narkotika yang turut dinikmatinya itu sebagai sesuatu yang halal. “Suami saya bilang uang hasil narkoba itu halal,” jelas Benny menirukan ucapan istri sang bandar.
Faisal diketahui menjalankan bisnis narkoba jenis sabu sejak 2004 lalu. Petugas mencokoknya berdasarkan pengembangan aliran uang dari bandar-bandar yang tertangkap di medio 2012 lalu. Diketahui, bandar-bandar yang tertangkap tersebut merupakan kaki tangan Faisal.
Sementara itu, menurut sebuah sumber di BNN Faisal ketika dicokok pernah mencoba menyogok petugas dengan janji uang sebesar Rp 10 miliar agar bebas dari jeratan hukum.