Israel, menurut seorang pejabat militernya, Mayjen Yair Golan, sejak lama memang tak berani “mengusik” Suriah, karena negara “sekuler” yang berpaham sosialis Arab itu, memiliki mesin perang paling lengkap serta memproduksi senjata kimia yang amat mematikan.
Isreal, seperti kata Yair, usai mencaplok Dataran Tinggi Golan, tak pernah menganggu ketenangan Suriah, dan berupaya menjaga keseimbangan hubungan, walau pun kedua Negara tidak memiliki hubungan diplomatic.
Pergesekan dan friksi perbatasan, yang sering terjadi, terutama terhadap peran Hezbollah di Lebanon, juga sering didiamkan Isreal. Padahal Tel Aviv tahu “backing” di belakang milisi Siah itu. Bahkan, dalam perang saudara yang sedang berkecamuk di Suriah sekarang ini Israel tahu Hezbolah terlibat membantu Assad.
Israel juga menyadari kedekatan hubungan antara Suriah-Iran dalam membesarkan Hezbollah. Bahkan, dalam perang saudara yang sedang berkecamuk di Suriah sekarang ini Israel tahu Hezbolah terlibat membantu Assad.
Yaiir juga menegaskan Presiden Suriah Bashar al Assad akan bertahan lama berkuasa di Damaskus. Golan menyebut militer Suriah masih terlalu tangguh untuk dikalahkan pihak oposisi.
“Assad akan tetap berkuasa untuk bertahun-tahun ke depan. Saya tidak melihat ada kekuatan yang bisa melengserkannya saat ini,” ujar Golan dalam sebuah wawancara radio, seperti dikutip Reuters..
“Saya ingin Assad digulingkan dari kekuasaan. Bagi saya semakin cepat Assad jatuh semakin baik,” lanjut Golan. Menurut Golan, ketangguhan militer Suriah tidak lepas dari campur tangan Rusia. Negeri Beruang Merah itu terus menyalurkan bantuan senjata kepada pasukan Suriah.
Dalam perang saudara yang telah menewas puluhan ribu orang di Suriah, rezim Bashar al Assad juga mendapat dukungan dari Iran dan kelompok Hizbullah. Tentara Iran dan militan Hizbullah terbukti ikut bertempur untuk Assad dalam konflik Suriah
Kesempatan besar untuk menjatuhkan Assad datang saat Amerika Serikat mengancam akan menyerang Suriah. Namun, rencana itu akhirnya dibatalkan setelah Rusia campur tangan.
Golan merupakan pemimpin militer untuk wilayah utara Israel. Dia bertanggung jawab menjaga perbatasan Israel dengan Lebanon dan Suriah.
Sementara itu mengenai tuduhan Suriah menggunakan senjata kimia, gas sarin, dalam menghancurkan oposisi, Suriah telah menyerahkan material baru kepada pemerintah Rusia yang mengindikasikan keterlibatan pemberontak dalam serangan kimia di dekat Damakus pada 21 Agustus lalu.
“Material-material terkait diserahkan ke pihak Rusia. Kami diberi tahu bahwa itu bukti pemberontak terlihat dalam serangan kimia,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov seperti dilansir kantor berita AFP.
Hal tersebut disampaikan Ryabkov usai pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Muallem pada Selasa, 17 September malam waktu setempat. Dikatakannya, Rusia akan memeriksa material dari Suriah tersebut.
Pemerintah Rusia telah berulang kali menyampaikan pernyataan bahwa serangan kimia di dekat Damaskus dilakukan oleh pemberontak Suriah. Tujuannya, untuk memicu intervensi militer asing terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad.
Ryabkov juga menyatakan, pemerintah Rusia kecewa akan laporan tim inspeksi PBB mengenai serangan kimia di Suriah, yang dirilis pekan ini. Disebutkan Ryabkov, laporan tersebut bias dan berat sebelah.
Pemerintah Amerika Serikat menuding Rusia mengabaikan fakta-fakta soal serangan gas kimia di Suriah. Tudingan ini muncul seiring meningkatnya ketegangan antara negara-negara Barat dengan Rusia terkait cara menghancurkan senjata kimia Suriah.
Rusia bersikukuh bahwa serangan yang terjadi di Ghouta, Damaskus tersebut diprovokasi oleh kelompok oposisi dan pemberontak yang melawan rezim Presiden Bashar al-Assad. Menurut Rusia, serangan tersebut sengaja dilakukan untuk memancing reaksi negara Barat, terutama AS.
Namun AS dan Prancis menegaskan bahwa serangan kimia tersebut didalangi oleh pemerintah Suriah. AS dan Prancis meyakini bahwa posisi mereka didukung oleh hasil laporan PBB.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, seperti dilansir AFP,, menyatakan, laporan PBB membuktikan bahwa senjata kimia memang digunakan di Suriah. Namun, lanjutnya, bukan rezim Assad yang menggunakannya.
“Rusia masih meyakini bahwa serangan ini adalah tindakan provokasi,” tegasnya.
Pernyataan ini langsung ditepis oleh AS dengan tegas. “Ketika Anda melihat secara jelas pada bukti-bukti yang ada — tidak bisa dibayangkan bahwa pihak lain selain rezim (Assad) yang menggunakannya,” ucap Presiden Barack Obama menanggapi hasil laporan PBB.
Konflik di Suriah yang berlangsung selama 30 bulan terakhir dilaporkan telah menewaskan 110 ribu orang. Banyak rakyat Suriah yang memilih melarikan diri ke negara lain. PBB mencatat, sekitar 7 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan di Suriah.