Kemelut politik Mesir yang berdarah-darah oleh aksi pembunuhan massa oleh tentara makin rumit dan dihadapkan oleh makin dekatnya keruntuhan negara itu sebagai sebuah sebuah entitas bangsa.
Dendam “Rabu Berdarah,” yang mengakibatkan terbunuhnya lebih dari 2.700 pengunjuk rasa yang mendukung presiden terguling Mohamad Morsi, di dua lokasi kamp, Raiba dan An-Nahda, makin melebarkan jarak damai antara tentara dan Ikhwanul Muslim.
Baik Ikhwanul maupun militer hampir tidak mungkin lagi mencapai kesepakatan dalam bentuk apa pun karena keduanya bertolak belakang dalam melihat peta politik Mesir sekarang. Tentara Mesir yang dikenal sebagai institusi “biadab” dalam polarisasi sejarah demokrasi modern merupakan pembunuh dengan argumentasi penyelemat negara.
Tentara belum disentuh oleh demokrasi yang menempatkan sipil di puncak kekuasaan dan menghantam apa saja yang menghalangi otoritasnya dan hegemoni kekuasaannya. Mesir, pasca “Rabu Berdarah” sudah terkoyak dalam dendam panjang yang melumatkan seluruh capaian yang mereka capai dalam “spring” demokrasi usai jatuhnya Hosni Mubarak.
Dalam rilis terbarunya, Kabinet Mesir makin “kurang ajar” saja dengan mengeluarkan pernyataan keras menyangkut Ikhawanul Muslimin. Mereka menilai Ikhwanul sebagai organisasi ilegal.
Tuduhan yang diutarakan oleh Kabinet Mesir itu dilandasi oleh status Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi pendukung presiden terguling Mohamed Morsi. Pemerintah baru Mesir menganggap Morsi sebagai teroris dan juga penjahat perang.
“Pihak keamanan akan terus berjuang untuk melawan unsur yang bersangkutan dengan terorisme dan pelanggaran hukum. Kami akan melakukan penangkapan bagi anggota teroris yang merujuk pada organisasi Ikhwanul Muslimin,” pernyataan pihak Kabinet Mesir, seperti dikutip APA, Sabtu 17 Agustus 2013.
Selain itu, Kabinet Mesir juga mendorong seluruh warga Mesir untuk segera bersatu dan sebisa mungkin menghindari perpecahan untuk mengakhiri konflik berdarah ini.
“Baik pemerintah, pihak keamanan, polisi dan warga Mesir harus berdiri bersama untuk melawan tindakan brutal yang condong pada aksi terorisme dari Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin adalah organisasi ilegal,” tegas pernyataan tersebut.
Hingga Sabtu pagi waktu Kairo, kondisi Mesir masih sangat mencekam. Jumat 16 Agustus 2013, kelompok Ikhwanul Muslimin melakukan protes lanjutan yang berujung pada bentrokan terbaru.
Sementara itu, Uni Eropa mengeluarkan siaran resminya yang merujuk pada negosiasi kesepakatan militer dan Ikhwanul yang hampir membawa militer Mesir dan Ikhwanul Muslimin ke ambang perdamaian. Namun, pihak militer tiba-tiba menolak proposal perdamaian yang diusulkan.
“Kami memiliki proposal perdamaian yang sudah disetujui Ikhwanul Muslimin. Pihak militer harusnya menyetujui juga proposal tersebut agar kerusuhan tidak perlu terjadi,” ujar utusan UE untuk Timur Tengah Bernardino Leon, seperti dikutip EUObsrever..
Militer Mesir dan Ikhwanul Muslimin berseteru sejak kudeta terhadap Mohamed Morsi bulan lalu. Pemimpin militer Mesir, Abdel Fatah el-Sisi, memerintahkan Morsi dan petnggi Ikhwanul Muslimin lainnya ditahan.
Pendukung Ikhwanul Muslimin tidak tinggal diam melihat tindakan militer. Mereka melakukan aksi turun ke jalan yang dipusatkan di Lapangan Tahrir dan Masjid Rabaa al Adawiya.
Ikhwanul Muslimin dalam rilis terbarunya mengumumkan, akan terus melanjutkan aksi massa. Menanggapi pernyataan itu Kementerian Dalam Negeri Mesir telah mengotorisasi penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa yang mengincar polisi dan institusi pemerintah lainnya.
Militer Mesir pun juga bersumpah untuk mengkonfrontir tindakan teror dan sabotase, yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin.
Pemerintah Mesir menganggap demonstrans Ikhwanul Muslimin di negaranya sebagai teroris. Mereka meminta negara lain tidak mengecam aksi keras aparatnya terhadap para pendemo.