Malaysia mulai “memburu” ratusan ribu tenaga kerja illegal yang ber”visa” kunjungan, dan sampai dengan Selasa, 3 September 2013, telah menahan 2.500 orang untuk diadili dan kemudiannya di deportasi ke negara masing-masing. Di antara ratusan ribu “pendatang haram” itu bagian terbesarnya berasal dari Indonesia termasuk dari Aceh.
Yah Muni, salah seorang tenaga kerja haram, yang berasal dari Aceh lewat ‘bbm” kepada “nuga.co” mengatakan telah keluar dari perusahaan perkebunan tempat ia menjadi “security” selama dua tahun terakhir.
Menurut Yah Muni, ia sedang menuju Negeri Johor untuk mencari “tumpangan” boat “hantu” yang akan membawanya ke Tanjung Balai-Asahan. “Tak ada rasa aman. Kita sudah mulai di buru. Mending masih punya uang lari saja,” katanya.
Menurut Yah Muni, kalai ia masih tetap bertahan kemungkinan akan diciduk polisi. Untuk bisa dibebaskan harus memakai uang sogok. Bisa jutaan. “Kan habis uang jerih saya di negeri jiran ini,” katanya dalam pesan pendek.
Kabar terbaru, seperti dikutip dari laman online “Utusan Malaysia,” menuliskan, Otoritas Malaysia telah menahan 2.500 imigran ilegal di suatu kamp penahanan dan berencana untuk memulangkan setengahnya. Dalam aksi razia terhadap imigran ilegal, Pemerintah Malaysia mengerahkan ratusan polisi, tentara, dan keamanan lokal.
Dalam razia yang dilakukan pada Minggu 1 September waktu setempat, pasukan keamanan lokal terjun langsung ke lokasi konstruksi, perkebunan, dan pemukiman kumuh untuk bisa menciduk imigran tanpa izin.
Dalam satu penyergapan ke perkebunan kelapa sawit, pekerja yang melihat adanya razia langsung bersembunyi ke hutan. Mengetahui adanya imigran ilegal yang kabur, Pemerintah Malaysia meyakini kalau para imigran ini tak akan bertahan lama.
Dilaporkan BBC News, Selasa 3 September 2013, jutaan tenaga kerja, baik ilegal ataupun legal, datang dari negara tetangga Malaysia, seperti Indonesia ataupun Filipina. Selain negara itu, Bangladesh, Nepal, dan Myanmar juga penyumbang tenaga kerja di Malaysia yang kebanyakan bekerja di perkebunan kelapa sawit ataupun pekerja konstruksi.
Pemerintah Malaysia sebagai tuan rumah bagi para imigran ini mengkhawatirkan bila pertumbuhan tenaga kerja asing tidak bisa dikendalikan, maka akan menimbulkan tingkat kejahatan di Negeri Jiran.
Di samping alasan tersebut, pihak Malaysia juga taku bila imigran ilegal sengaja diselendupkan ke Malaysia untuk menjadi pegawai seks komersial (PSK). Akan tetapi, penahanan para imigran di kamp itu mendapat tentangan dari kelompok hak asasi manusia.
Mereka berkata, di kamp penahanan para imigran sering mendapat tindak kekerasan. Kelompok ini meyakini untuk masalah PSK, mereka semua hanyalah korban dari komplotan perdagangan manusia.