Rabu menjelang fajar di kamp Jaballa menjadi subuh yang menggetarkan ketika bom menghantam sebuah sekolah milik PBB dan menewaskan lebih dari tiga puluh dua pengungsinya. “Biadab. Lagi anak-anaknya yang direnggut nyawanya. Sekali lagi Israel adalah binatang,” ujar Subqie Salem, salah seorang satf sekolah itu.
Serangan Israel Rabu dini hari menewaskan itu memaqng biadab. Dua puluh anak-anak tewas di sekolah yang dikelola PBB itu.
Serangan itu terjadi tak lama setelah pukul 05.30 waktu setempat atau pukul 09.30 WIB sangat mematikan. Sasaran bom adalah sebuah sekolah PBB yang digunakan sebagai tempat penampungan buat mereka yang kehilangan tempat tinggal akibat perang itu, kata para petugas medis.
Namun, mereka tidak memberikan rincian tentang korban.
Seorang pejabat PBB membenarkan pengeboman itu. Pejabat itu mengatakan, serangan tersebut menghantam kamar mandi dan dua ruang kelas di lokasi di kamp pengungsi Jabalia..
Sebuah serangan sebelumnya di Jalur Gaza utara telah menewaskan seorang gadis cacat berusia sebelas tahun, kata juru bicara pelayanan darurat Ashraf al-Qudra.
Serangan berikutnya di Gaza tengah menewaskan seorang gadis berusia enam belas tahun. Sebuah serangan lain tak lama kemudian di kota Khan Yunis di selatan Gaza menewaskan sembilan orang yang merupakan anggota sebuah keluarga, kata Qudra. Di antara sembilan orang itu termasuk satu anak yang tidak bisa segera diidentifikasi. Seorang pria paruh baya juga tewas di kota Rafah.
Serangkaian kematian tersebut membuat jumlah korban tewas warga Palestina dalam operasi militer Israel untuk menghentikan serangan roket militan Hamas telah mencapai setidaknya 1.262 orang, setidaknya menurut data milik Qudra.
Sementara itu, di pihak Israel, tembakan kaum militan, serta serangan roket lintas perbatasan, telah menewaskan lima puluh tiga tentara Israel serta tiga orang warga sipil.
Serangan yang bertubi-tubi dan membunuh anak-anak, orang tua dan pejuang Hamas menjengkelkan seorang komandan militer Pelestina di Gaza dan dengan alasan itu ia menolak anggapan bahwa milisi Palestina siap melakoni gencatan senjata dengan Israel untuk mengakhiri kekerasan di Gaza.
Berbicara kepada kantor berita Associated Press, komandan sayap militer Hamas, Mohammad Deif, menyatakan, “Kami tidak menerima syarat apa pun untuk gencatan senjata. Tidak akan ada gencatan senjata tanpa penghentian agresi dan penghentian pengepungan.”
Para anggota milisi Hamas, sambungnya, berhasrat untuk mati.
Kata-kata Deif mengemuka bersamaan dengan munculnya video Hamas yang menampilkan sejumlah milisi Palestina menggunakan terowongan untuk menyerang seorang prajurit Israel.
Israel berkeras keberadaan terowongan-terowongan itulah yang menjadi alasan mengapa mereka terus melakoni operasi militer dengan nama sandi Operation Protective Edge. Angkatan Bersenjata Israel (IDF) menyatakan akan melanjutkan upaya penghancuran terowongan begitu gencatan senjata tercapai.
Israel menggempur Gaza secara intensif pada Selasa kemarin. Akibat serangan itu, berdasarkan keterangan Otoritas Palestina, menewaskan lebih dari seratus orang. Di antara para korban terdapat tujuh keluarga yang seluruh anggotanya tewas.
Badan bantuan PBB, UNRWA, mengatakan tengah menangani lebih dari 200.000 orang yang berlindung di sejumlah tempat penampungan. UNRWA menambahkan, sejumlah staf mereka ikut menjadi korban serangan.
Gempuran Israel yang diklaim mengenai 110 target menghancurkan berbagai infrastruktur, seperti pembangkit listrik utama di Jalur Gaza.
Fasilitas yang merupakan satu-satunya di kawasan tersebut berhenti beroperasi ketika tembakan tank Israel merusak tangki bahan bakar.
Setelah hangus dilalap api, menurut manajer pembangkit listrik kepada BBC, fasilitas tersebut amat mungkin berhenti mengalirkan pasokan listrik ke Jalur Gaza selama setahun.
Serangan Israel juga menghancurkan stasiun televisi dan stasiun radio yang dikelola Hamas, tiga masjid, empat pabrik, dan sejumlah kantor pemerintah. Pelabuhan Gaza rusak dan dua sekolah serta satu taman kanak-kanak terbakar, kata sumber keamanan kepada BBC.