Presiden Iran Hasan Rouhani mengingatkan masyarakat internasional untuk tidak pernah memercayai kebijakan “damai” Amerika Serikat seratus persen. Diperlukan analisa dan kritik untuk menjadikan setiap isu perdamaian berjalan di atas kepentingan yang sejajar.
“Amerika Serikat tidak pernah menginginkan kesetaraan. Mereka menganggap dirinya lebih superior dan selalu memaksakan kehendaknya dengan mengabaikan kepentingan domestik sebuah Negara.
Saya tahu bukan hanya Obama yang berada di Washington sana. Masih banyak tukang tenung yang mimpinya ingin menguasai dunia,” ujar Rouhani dalam sebuah pidatonya, Selasa, 1 Oktober 2013, di Teheran, sembari menjelaskan posisi jalan damai yang ia tempuh dengan Washington.
Dalam kesempatan itu Rouhani juga membantah Iran telah menormalisasi hubungannya dengan Amerika Serikat. Ia mengungkapkan AS tidak bisa dipercaya seratus persen.
Iran dan AS membuka pintu diplomasi dalam Sidang Majelis Umum PBB pekan lalu. Pemerintah AS berjanji menghapus sanksi jika Iran mau membuka program nuklirnya.
Presiden Barack Obama dikabarkan telah menelepon Presiden Hassan Rouhani sebagai salam persahabatan. Pertemuan juga diadakan di tingkat menteri luar negeri.
“Hubungan buruk antara Iran dan AS tidak begitu saja membaik melalui pembicaraan telepon atau pertemuan,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, seperti dikutip Associated Press. “Kami tidak percaya akan terjadi perdamaian seketika. Kami akan terus berhati-hati,” lanjut Araghchi.
Hubungan Iran-AS mulai mesra setelah Hassan Rouhani diangkat menjadi presiden pada Agustus. Rouhani dianggap sebagai yang lebih moderat dibandingkan pendahulunya, Mahmoud Ahmadinejad.
Di Washington, Barack Obama, usai pembicaraannya dengan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, kembali mengeluarkan sikap keras terhadap Iran. Obama lagi-lagi mengancam akan menyerang Iran jika negara tersebut tidak menghentikan program nuklirnya.
Obama meyakinkan Netanyahu, AS tidak akan begitu saja berdamai dengan Iran. “Kami belum menghapus rencana untuk menyerang Iran. Kami akan memastikan Iran tidak memiliki senjata nuklir,” ujar Obama kepada Netanyahu, seperti dikutip AFP, Selasa.
Israel memang khawatir dengan membaiknya hubungan AS dengan Iran. Kedua negara kini merencanakan proses negosiasi untuk membahas isu nuklir Iran. Netanyahu menganggap ajakan diplomasi oleh Iran hanya sebuah tipuan. Negeri Mullah itu hanya ingin mengulur waktu untuk dapat leluasa mengembangkan senjata nuklir.
“Kami akan mengikuti negosiasi dengan mata terbuka. Iran harus bisa memberikan bukti yang konkrit jika ingin sanksi dicabut,” lanjut Obama. “Saya kira Iran sangat ingin sanksi yang dikenakan kepada mereka dicabut,” tukasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry meminta Iran membuka progam nuklir mereka. Kerry menyebut langkah ini dibutuhkan untuk membangun kepercayaan.
Salah satu yang diminta AS untuk dibuka adalah keberadaan reaktor nuklir rahasia Fordow. Iran selama ini membantah memiliki fasilitas nuklir tersebut.
“Kita harus bisa mencapai kesepakatan. Hal ini berarti Iran harus meyakinkan kami bahwa program nuklirnya bertujuan damai,” ujar Kerry dalam sebuah wawancara televisi, seperti dikutip AFP.
“Mereka bisa segera membuka keberadaan reaktor nuklir Fordow dan menandatangani protokol internasional terkait program nuklir,” lanjut Kerry.
Perundingan antara Iran dan AS terkait isu nuklir kini kembali dimulai. Kerry sempat membahas isu nuklir bersama Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB pekan lalu.
Pertemuan kedua menteri kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan telepon antara Presiden Hassan Rouhani dan Presiden Barack Obama. Pembicaraan ini bersejarah karena untuk yang pertama kali pemimpin kedua negara berkomunikasi dalam 30 tahun.