Sejak memiliki akun twitter @SBYudhoyono, sang presiden memanfaatkannya untuk mencolek politisi yang selama ini bersuara “gosong” terhadap pemerintahannya dengan “siulan” tajam yang mendesingkan telinga. Tidak memiliki akses ke media secara “online,” SBY terus berkicau, walau pun sedang di luar negeri, dengan nada “curhat” kepada “follower”nya, yang kini sudah melewati angka dua jutaan.
Yang paling tersengat dengan kicauan SBY adalah para politisi “sombong” yang selama ini memanfaatkan televisi berita sebagai tempat mengumbar pembenaran pendapatnya.
Curahan hati SBY yang terbaru dan di tulisnya dari Brunei Darussalam, terkait dengan tingkah polah para politikus Jakarta yang sok tahu semua masalah. SBY mengumpamakan kebijakanya itu layaknya bunga mawar, yang bisa dilihat dari dua sisi yaitu, bahaya dan keindahan dari kelopak bunga mawar tersebut.
“Bagaimana kita melihat bunga mawar? Apakah yang lebih tampak duri-durinya, atau justru kelopak bunganya yang indah,” tulis SBY dalam Twitter-nya. Bila kebijakannya itu dinilai negatif maka, keputusan atau kebijakan yang diambil dianggap selalu membahayakan. Sementara, yang berpikir positif akan selalu mengapresiasinya.
“Yang berpikir positif akan lebih mengagumi keindahan mawar, sementara yang suka berpikir negatif hanya melihat duri-durinya,” tulisnya lagi.
Berbeda kata dia, bila kritik itu dikeluarkan secara proporsional seperti mengingatkan bahwa bunga mawar memang indah dilihat tapi harus waspada dengan duri-durinya saat memegangnya. “Kecuali, jika ingin mengingatkan “mawar itu memang indah, tapi hati-hati ada durinya”… maka ia termasuk orang yang waspada,” jelas dia.
Dalam siulan bersambung itu SBY juga mengatakan, salah satu penyakit politikus adalah rajin mengkritik saat tidak menjabat, namun berbeda ketika tengah menjabat.
“Penyakit politisi: ketika tidak menjabat mengkritik habis-habisan, tetapi ketika menjabat tidak melaksanakan apa yg dikritiknya,” tulis SBY.
Entah siapa yang disindir SBY kali ini, yang jelas SBY seakan menyadari bahwa selama dirinya menjabat sebagai Presiden, banyak sekali kritikan yang datang dari berbagai pihak.
Selain mengkritisi tingkah polah para politikus, SBY juga mengomentari pemberitaan seputar nama-nama bakal calon legislatif yang belakangan mencuat di media. SBY memberi tips kepada masyarakat agar tidak memilih caleg yang dirasa kurang pas di hati.
“Banyak komentar ttg Caleg yg diusulkan partai-partai politik. Begini saja .. jangan pilih yg tidak sreg,” tegas SBY.
Kicauan SBY di akun twitternya ini mendapat tanggapan beragam dari para pengamat. Pengamat politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi, kicauan SBY ini memang harus diakui kebenarannya. Para politisi yang banyak muncul di media dengan seliweran kritiknya yang seperti pendekar mabuk, sering dihingapi penyakit “post power syndrome.” . Segala hal yang dianggap menyimpang menurut pendapatnya, pasti akan dikritik habis tidak peduli apakah ketika berkuasa melakukan hal yang sama atau tidak.
Namun begitu Ari minta kepada SBY untuk lebih bijak dalam kicauannya agar tidak menimbulkan kegaduhan baru. Buat apa memancing reaksi publik dengan kicauan seperti ini? Padahal saya sedang menunggu kicauan Presiden yang bermutu seperti kasus Tasripin kemarin. Alangkah bermakna jika SBY mengomentari persoalan kelangkaan solar yang kian menjadi-jadi atau masih karut-marutnya pelaksanaan UN,” katanya ketika dihubungi kontributor “nuga.co” di Jakarta Afrida..
Pengajar program pascasarjana ilmu komunikasi di beberapa kampus ini berharap di masa mendatang SBY dan tim media sosialnya lebih mengedepankan pesan-pesan yang konstruktif, inspiratif dan menggugah semangat.
“Saya yakin jelang akhir jabatannya sebagai Presiden, SBY dan tim di ring satu pasti akan mengeluarkan buku yang berisi kumpulan pesan-pesan twitter dan respon balik masyarakat yang positif. Jadi buat apa “melempar” pernyataan yang mengandung polemik?,” tandasnya.
Berbeda dengan Ari Juanedi, pengamat politik dan Direktur Eksekutif The Sun Institute, Andrianto menilai, SBY dengan cerdik sedang memanfaatkan media sosial ke jejaring kelas menengah..
“Memang kelas menengah yang paling sensitif terhadap isu-isu politik terkini, SBY tentu ingin memastikan nol distorsi,” ujarnya lewat “hand phone” kata Afrida, kontributor “nuga.co” di Jakarta.
Selain itu, kata dia, SBY ingin menjangkau pemilih pemula mengingat mayoritas pengguna Twitter masih dikalangan usia remaja dan beranjak dewasa yang rentan terhadap politik dan cenderung apatis. “Jadi, kalaupun SBY memanfaatkan jejaring sosial itu hal yang sangat lumrah, dan sah-sah saja,” pungkasnya.