Keragu-raguan Walikota Aminulah Usman memfinalkan kebijakan perpindahan pusat pasar ikan dan sayur Penayong ke Lamdingin, atau kemudian dinamakan pasar Al Mahirah, telah merusak kepercayaan pedagang sekaligus menurunkan gairah jual beli mereka selama empat bulan terakhir.
Para pedagang makin tidak percaya akan konsistensi walikota Banda Aceh ini setelah aksi pedagang ikan melunturkan langkah yang ia ambil dengan diperbolehkannya mereka kembali berjualan di Penayong usai aksi “keras” yang mereka lancarkan ke kantor Pemko berbuah melunaknya sikap Amin, sebutan pop untuk Aminullah.
Para pedagang ikan sebelumnya telah digusur dari Penayong ke Lamdingin. Selama dua bulan berjualan di Lamdingin, terhitrung sejak pekan pertama bulan Juli, mereka “kesepian” pembeli karena disaingi oleh penjual ikan serabutan di tempat pelelangan ikan Lampulo.
Selain itu ada keenganan pembeli untuk belanja di Lamdingin karena pasar sayur masih buka di Penayong dan sebagian pedagang ikan masih uring-uringan buka lapak di pinggir jalan.
Karena dualisme lokasi, antara pasar ikan dan pasar sayur, para pembeli terpaksa harus memilih satu tempat untuk belanja agar lebih praktis.
Langkah tidak konsisten Aminullah Usman ini makin menjadikan pasar Penayong semrautan karena aksi “hit and run,” mereka terjadi bersamaan dengan razia petugas keamanan pamong praja.
Menurut sebuah sumber dari kantor pemko Banda Aceh, Aminullah Usman akan kembali mengambil kebijakan baru dengan memindahkan sekaligus pasar ikan dan pasar sayur ke Mahirah, Lamdingin.
Kebijakan ini sudah diputuskan dan berlaku mulai Januari tahun depan.
Seorang pengamat perkotaan bernama Hasbi Burman mengingatkan, agar kebijakan Amin kali ini harus pakai “titik.” Tidak pakai “koma,” yang bisa selesai.
Hasbi setuju dengan langkah Amin ini untuk menjadikan Banda Aceh lebih “fres”
“Tidak semraut seperti sekarang ini,” katanya dengan enteng.
Ya, kesemrautan Banda Aceh atau persisnya Penayong memang tidak “ketulungan.” Cobalah Anda melewatinya dari arah Keudah lewat jembatan Penayong. Mulai dari penurunan jembatan akan terjadi kemacetan dan saling sikut kendaraan.
Kesemrautan ini makin parah dengan aksi perparkiran yang menumpukkan kendaraan roda dua dan roda empat di badang jalan walaupun ada tanda larangan parkir yang dipancangkan.
Kesemrautan ini bukan hanya di sepanjang jalan Kartini saja tetapi menukik hingga ke tengah pasar dengan berbaurnya pedagang dengan pembeli ditambah dengan lalu lintas kendaraan.
“Tak ada jalan lain. Harus pindah total,” kata Hasbi mengingatkan Amin.
Dengan kepindahan menyeluruh ini, kata Hasbi, pedagang dan pembeli tak punya pilihan lain harus ke Lamdingin.
Lewat kebijakan ini Hasbi percaya “proyek” Amin untuk menata Penayong sebagai simbol kota tua Banda Aceh akan terwujud.
Menurut rencana, Penayong akan ditata sebagai kota tua dan dijadikan “trade mark” kawasan wisata Banda Aceh.
Dengan mengembalikan Penayong kepada fitrahnya sebagai “kampung tradisi,” maka kesumpekan Banda Aceh akan bisa dilerai dengan mendatang “gampong” internasional ini.
“Ini pilihan terbaik untuk mengembalikan marwah Banda Aceh sebagai kota yang nyaman dan asoi,” ujar Hasbi dengan gairah.
Selain mengembalikan Penayong menjadi “pemayong” khas tempo dulu maka Banda Aceh boleh berbangga dengan sebutan “kota” milik warga “donya.”