Sulitnya menghentikan makan kripik punya alasan ilmiah?
“Ya,” tulis laman situs kesehatan dan gaya hidup “healthland,” Rabu, 08 Maret 2016.
Kripik, tulis “healthland,” adalah merupakan salah satu jenis makanan yang membuat kita sulit untuk berhenti saat sudah mengonsumsinya.
“Keripik termasuk makanan yang sulit dihentikan untuk terus dan terus dikunyah,” tulis situs itu setengah serius.
Penelitian mengungkap, rasa asin dalam keripik adalah penyebab kita terus-menerus ingin memakannya.
Padahal, walau tergolong makanan ringan atau dikenal dengan sebutan populernya “snack,” tetapi sebungkus keripik bisa mengandung kalori cukup tinggi.
Seperti juga di tulis “foxnews,” rasa asin dalam makanan bisa meningkatkan persepsi enak terhadap makanan tersebut.
Selain itu, kita juga jadi ingin makan lebih banyak makanan yang mengandung garam tinggi dibandingkan makanan bergaram rendah.
Keinginan berlebih untuk mengonsumsi makanan asin juga memengaruhi seberapa banyak orang makan.
Garam membuat seseorang makan sebelas persen lebih banyak, tanpa mempertimbangkan jumlah lemak dalam makanan itu.
Penelitian juga menunjukkan, mengonsumsi makanan asin dan berlemak terkait erat dengan obesitas dibandingkan dengan konsumsi makanan berlemak yang manis.
Walau demikian, lemak masih dianggap sebagai penyebab seseorang makan dalam jumlah banyak.
Makanan berlemak tinggi membuat seseorang mengasup kalori enam puluh persen lebih banyak.
Makanan berlemak biasanya padat energi sehingga, walau kalorinya banyak, tetapi volume makanannya tetap.
Sebaliknya, makanan yang asin memang membuat seseorang makan dalam jumlah banyak.
Menambahkan garam akan mendorong konsumsi lemak, kalori, dan makanan lebih banyak.
Keinginan berlebih untuk mengasup makanan atau minuman tertentu ternyata bukan sekedar karena sedang kangen saja.
Kondisi yang disebut juga dengan craving tersebut dapat menandakan adanya gangguan kesehatan.
Selama ini craving dipercaya disebabkan karena kekurangan nutrisi tertentu. Misalnya, rasa ingin makan cokelat dapat menandakan kadar magnesium yang rendah.
Walau begitu, kebanyakan para ahli menanggap faktanya tak selalu benar. Ini karena mayoritas orang hanya craving sesuatu yang kaya lemak, karbohidrat, dan gula.
“Hanya ada sedikit bukti ilmiah yang menyebutkan craving terjadi karena kekurangan nutrisi. Jika memang benar, mengapa tidak ada orang yang craving sayuran atau buah apel, bukannya es krim?” kata Sharon Palmer, penulis buku The Plant-Powered Life.
Penelitian lain menunjukkan, craving terjadi karena kita sedang menjalani pola makan yang monoton dan menginginkan sesuatu yang tidak bisa kita asup.
Craving juga menunjukkan ada kebutuhan emosional yang harus dipenuhi.
Ada beberapa jenis craving yang memang menandakan gangguan kesehatan.
Pertama rasa haus yang terus menerus Perasaan haus terus menerus yang bukan disebabkan karena kita habis berolahraga bisa menunjukkan gejala awal diabetes.
Jika Anda menderita diabetes, kelebihan gula akan menumpuk dalam darah dan ginjal harus bekerja keras untuk menyaring dan menyerap gula tersebut.
Terkadang ginjal tidak sanggup melakukannya, sehingga kelebihan gula akan dibuang melalui urine.
Kita pun akan banyak buang air kecil dan ingin minum terus.
Lainnya keinginan berlebihan makan yang asin. Kita tidak craving makanan yang asin karena kita butuh garam, bahkan makanan yang kita asup setiap hari sebenarnya sudah mengandung banyak garam.
Keinginan mengasup sesuatu yang asin dapat dipicu oleh penyakit Addison, yakni kelenjar adrenal tidak cukup memproduksi hormon-hormon penting.
Misalnya saja kortisol yang membantu tubuh merespon stres, atau adosteron yang menjaga tekanan darah seimbang.
Craving pada sesuatu yang tidak memiliki nilai gizi, seperti es, kertas, atau bahkan lilin, merupakan fenomena yang disebut pica.
Walau craving tersebut tidak diketahui jelas penyebabnya, tapi beberapa penelitian mengaitkannya dengan kekurangan asupan zat besi.
Misalnya saja mengunyah es batu akan meningkatkan aliran darah ke otak dan mengurangi kelelahan, efek dari kekurangan zat besi.