Hati-hati dengan teh yang masih terlalu panas.
Ya, sebuah penelitian terbaru menunjukkan, minum teh yang terlalu panas dapat meningkatkan risiko kanker kerongkongan.
Secara rinci, peneliti mendapati orang yang minum teh lebih panas dari enam puluh derajat celcius dan mengonsumsinya lebih dari tujuh ratus mili liter teh per hari atau setara dua cangkir, memiliki risiko kanker kerongkongan sembilan puluh persen lebih tinggi dibandingkan yang minum teh pada suhu yang lebih rendah.
Studi dari American Cancer Society ini meneliti efek teh panas pada lebih dari lima puluh ribu orang berusia empat puluh hingga tujuh puluh lima tahun di Golestan, Iran. Peneliti mengikuti mereka selama sepuluh tahun a
Hasilnya?
Peneliti mendeteksi tiga ratus tujuh belas kasus baru kanker kerongkongan.
“Banyak orang menikmati teh, kopi, atau minuman panas lainnya. Namun, menurut laporan kami, minum teh yang sangat panas dapat
Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk menunggu hingga panas sedikit mereda sebelum diminum.
Meski ada hubungan peningkatan risiko, peneliti masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Ahli kesehatan dari London School of Hygiene & Tropical Medicine, Stephen Evans menyebut, bukan jenis minuman yang meningkatkan risiko kanker, melainkan suhu.
“Pada faktanya, itu mungkin sesuatu yang panas. Ada kemungkinan bahwa trauma menyebabkan perubahan sel dan karenanya menjadi kanker,” kata Evans yang tak terlibat dalam penelitian ini.
Kanker kerongkongan merupakan kanker kedelapan paling umum di dunia dan termasuk salah satu kanker ganas. Kanker jenis ini umumnya disebabkan oleh cedera berulang pada kerongkongan karena asap, alkohol refluks asam, dan cairan panas.
Data dari International Agency for Research on Cancer menunjukkan, sekitar 400 ribu orang meninggal dunia akibat kanker ini setiap tahunnya. American Cancer Society memperkirakan 13.750 kasus baru kanker kerongkongan muncul pada
Jadi apa yang lebih Anda suka dengn minuman?
Jika Anda masih bingung, mungkin faktor genetik bisa menjawabnya.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik berperan untuk menentukan kecenderungan preferensi rasa pahit seseorang sekaligus menentukan kebiasaan minum seseorang. Penelitian ini dipublikasikan dalam Scientific Report di jurnal Nature
Teh dan kopi mengandung komponen pahit yang berkontribusi terhadap rasa senang. Kedua minuman mengandung kafein dengan rasa pahit, sementara kopi mengandung molekul pahit lain yang disebut quinine, yang juga ditemukan dalam air tonik.
Mengutip jurnal Nature, untuk mengetahui apakah variasi ini memengaruhi preferensi memilih teh atau kopi, Daniel Hwang dari University of Queensland, Australia, bersama rekan-rekan mempelajari hubungan antara gen reseptor rasa serta kebiasaan konsumsi teh dan kopi.
Sebanyak empat ratus tiga puluh ribu pria dan wanita berusia tiga puluh tujuh hingga tujuh puluh tiga tahun menjadi subjek dalam penelitian ini.
Hasilnya, seseorang dengan gen yang memiliki kepekaan tinggi terhadap rasa pahit, lebih cenderung menjadi peminum teh.
Sebaliknya, seseorang dengan gen yang kurang peka terhadap rasa pahit, cenderung menjadi peminum kopi.
“Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa perbedaan dalam persepsi rasa pahit terkait dengan perilaku konsumsi minuman pahit yang spesifik,” tulis para peneliti.
Secara teknis, para peserta dengan kepekaan tinggi terhadap rasa pahit, 20 persen lebih mungkin menjadi peminum berat kopi. Seharusnya, mereka meminum lebih dari empat cangkir kopi per hari. Namun, faktanya kelompok yang satu ini cenderung terbiasa menikmati secangkir teh.
“Ini mungkin karena orang yang lebih baik mendeteksi pahitnya kafein lebih rentan kecanduan efek stimulannya. Dan, kopi memang mengandung lebih banyak kafein daripada teh,” ujar Hwang, mengutip New Scientist.
Tak cuma itu, tim juga menemukan bahwa kepekaan yang tinggi terhadap kepahitan terkait dengan kebiasaan mengonsumsi alkohol. Orang yang memiliki kepekaan tinggi terhadap rasa pahit kecil kemungkinan untuk menjadi peminum berat alkohol.
Kendati demikian, para peneliti tetap merasa perlu ada penyelidikan lebih lanjut terkait hal tersebut.
Sebelumnya, sebuah penelitian di Australia pada empat belas tahun lalu juga menemukan hal yang hampir serupa.
Mengutip ABC News, penelitian itu menyebutkan bahwa empat puluh dua persen preferensi pilihan teh atau kopi terkait dengan faktor genetik