Berlari akan merusak otot kaki dan lutut? Jangan percaya itu. Sebab para ahli yang telah melakukan penelitian bertahun-tahun tidak menemukan hubungan antara berlari dan kerusakan otot kaki dan lutut. Tidak juga peradangan sendi.
Olahraga lari memang sangat mengandalkan kekuatan otot kaki dan lutut. Tak heran jika banyak orang menilai berlari dapat lebih cepat merusak lutut.
Ternyata sebuah penelitian baru membuktikan tidak demikian. Studi bahkan juga mencatat, berlari tidak lebih menyebabkan permasalahan lutut daripada berjalan.
Dalam studi tersebut, peneliti melakukan analisis pada orang dewasa yang melakukan lari atau jalan atau kegiatan bergerak lainnya yang diukur dari dampak, tekanan, dan muatan yang ada pada setiap langkahnya dalam jarak tertentu. Hasilnya menunjukkan, berlari memberikan dampak pada lutut tiga kali lebih besar daripada berjalan.
Hanya saja, jika digabung dengan waktu yang dipakai pelari di udara dan jarak berlari, dampak tersebut hampir sama dengan orang yang berjalan kaki. Sehingga peneliti mengambil kesimpulan, berlari tidak lebih banyak memberikan dampak pada lutut dibandingkan berjalan.
Sementara itu, tekanan pada lutut pelari dengan berat badan berlebih telah lama menjadi perhatian. Penelitian menunjukkan, pelari dengan berat badan berlebih memiliki peningkatan risiko mengalami osteoarthritis, penyakit menipisnya tulang rawan pada lutut.
Kendati demikian, menurut Bill Hartman, peneliti sekaligus pemilik Indianpolis Fitness and Sports Training, bagi pelari yang sehat dan berat badan ideal, dampak di lutut justru akan membuat tulang rawan makin kuat. Namun pada pelari dengan berat badan berlebih, berlari dapat menyebabkan risiko menurunnya mobilitas karena permasalahan sendi di kemudian hari.
“Maka sebelum mulai berlari, sebaiknya orang dengan berat badan berlebih mengurangi berat badannya terlebih dahulu dengan jenis olahraga lain yang berdampak rendah pada sendi, seperti berenang,” kata Hartman.
Peneliti studi Ross Miller menjelaskan, saat berjalan, lutut mendapat tekanan dua hingga tiga kali dari berat badan. Sementara itu, saat berlari, tekanan ini lebih besar lagi, yaitu antara lima hingga dua belas kali dari berat badan, tergantung kecepatan
Tentang penyakit radang sendi atau osteortritis juga tak punya hubungan dengan olahraga lari karena penyakit itu lazim menimpa orang berusia lanjut. Namun seiring dengan perubahan gaya hidup, penyakit yang sering disebut dengan pengapuran ini juga ditemukan pada kelompok usia muda.
Setiap persendian memiliki lapisan bantalan tulang rawan pada setiap ujung tulang. Tulang rawan ini memiliki permukaan yang licin sehingga memuluskan gerakan tulang dalam persendian. Ausnya tulang rawan persendian akan membuat permukaan yang mulus menjadi kasar dan kehilangan fungsinya sebagai bantalan.
Ujung-ujung tulang yang tidak lagi memiliki bantalan akan menebal, sehingga terjadilah tulang bergesek dengan tulang. Setiap tahapan proses ini menimbulkan rasa nyeri. Ostoartritis biasanya terjadi pada lutut, leher, tangan, atau kaki. Tetapi lutut merupakan bagian sendi yang paling mudah terkena akibat tekanan selama aktivitas fisik sehari-hari.
Menurut Dr.Chin Pak Lin, dari Mt.Elizabeth Novena Hospital, ada beberapa gaya hidup yang mempercepat terjadinya keausan pada bagian lutut. Mulai dari obesitas, kurang olahraga hingga olahraga berlebihan.
Gejala umum radang sendi adalah rasa sakit waktu berdiri, berjalan, atau jongkok, nyeri saat naik-turun tangga, sendi kaku, pembengkakan, hingga perubahan bentuk pada sendi.
Untuk mengetahui ada tidaknya pengapuran, menurut Chin, pemeriksaan rontgen saja sudah cukup. “Namun untuk pemberian terapi dokter perlu melakukan pemeriksaan yang teliti apakah sumber nyerinya karena ligamen, postur tubuh, atau sebab lainnya,” kata direktur medis Orthopaedic Centre Mt.Elizabeth Novena Hospital Singapura ini.
Terapi yang diberikan akan disesuaikan dengan penyebabnya. “Yang utama adalah perubahan gaya hidup. Kalau radang sendinya karena kegemukan, maka lakukan penurunan berat badan. Atau bisa juga mengurangi naik turun tangga, serta menggunakan sepatu yang tidak terlalu tinggi,” ujarnya.
Penggunaan obat antinyeri tidak disarankan oleh Chin. “Obat ini dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan pada jantung dan ginjal. Padahal, antinyeri hanya menghilangkan gejalanya saja, penyakitnya tetap ada,” paparnya.
Pemberian obat antiinflamasi berupa injeksi juga bisa dilakukan untuk mengurangi pembengkakan pada sendi lutut. Tetapi ini hanya direkomendasikan pada radang sendi tahap awal.
Ia juga menyarankan melakukan olahraga yang tidak terlalu membebani sendi lutut, seperti berenang atau sepeda statis.
sumber : www.menshealth.com