Depresi?
Ya depresi adalah salah satu gangguan mental yang paling umum di dunia.
Gejala utama dari depresi termasuk perasaan kekosongan, sedih, nelangsa, tak berdaya, atau putus asa yang terus menerus terjadi minimal selama 2 minggu.
Meski demikian, ada beberapa pengidap depresi yang justru cenderung cepat marah atau selalu marah-marah, sehingga tampak “nyolot” dan “galak”.
Jenis depresi ini dikenal dengan depresi agitasi. Apa penyebab seseorang yang depresi cepat marah?
Pengidap depresi seringkali digambarkan sebagai orang yang loyo, selalu bermuram durja, susah berkonsentrasi, dan tidak produktif.
Namun demikian, beberapa orang yang depresi bisa terus bersekolah, bekerja, bahkan tetap hangout dengan teman-temannya seperti biasa.
Mereka berbuat demikian sebagai upaya untuk menutupi gejala depresi yang mereka miliki.
Segelintir orang memilih untuk menyembunyikan depresinya dengan senyuman dan tawa.
Di sisi lain, beberapa orang depresi justru cenderung akan menunjukkan perilaku negatif, seperti amarah, kecetusan, dan rasa frustrasi berlebihan.
Ini adalah “tameng” pertahanan dirinya untuk menangkal pertanyaan-pertanyaan usil orang sekitar ketika suatu saat melihatnya tampak lebih murung dan sedih. “Apaan sih, nanya-nanya! Nggak usah berlagak peduli deh!”
Inilah yang disebut depresi agitasi. Depresi agitasi termasuk sebagai subtipe dalam kategori depresi klinis alias depresi mayor
Selain marah dan kecemasan berlebih, depresi jenis ini juga dapat memunculkan gejala psikomotorik, seperti badan yang tidak bisa, memainkan atau memilin-milin rambut, menggigit jari atau kuku, menggosokkan atau menggaruk kulit, berteriak atau banyak bicara.
Beberapa hal sangat mungkin menyebabkan seseorang yang depresi cepat marah, di antaranya mengalami kejadian traumatis di masa lalu, stress jangka panjan, ketidakseimbangan hormon.
Bahkan kelenjar tiroid yang kurang aktif, gangguan bipolar dan gangguan kecemasan.
Dalam beberapa kasus, jenis obat tertentu dapat memicu gejala depresi agitasi. Oleh karena itu, penting bagi orang yang berisiko depresi untuk menghindari substansi tersebut.
Beri tahukan ke dokter jika Anda pernah mengalami depresi dan memiliki riwayat penggunaan obat yang bisa memicu gejala agitasi dan mintalah untuk mengganti obat tersebut.
Depresi agitasi sedikit sulit dibedakan dengan gangguan bipolar karena keduanya sama-sama menunjukkan gejala perubahan mood secara drastis (mood swing).
Depresi agitasi juga cukup sulit dibedakan dengan depresi biasa pada umumnya. Namun apabila Anda tidak memperhatikan dan menangani gejala agitasi tersebut, kondisi ini dapat menjadi tambah parah.
Dalam penentuan diagnosisnya, psikolog dapat mengenali depresi agitasi lewa cara bicara dan berperilaku serta perubahan mood.
Dokter juga harus menghilangkan dugaan gangguan bipolar serta melakukan pemeriksaan darah jika diperlukan untuk mendeteksi ada tidaknya defisiensi vitamin dan ketidakseimbangan hormon pemicu depresi.
Diagnosis depresi agitasi juga dapat mencakup pemeriksaan fisik dengan rontgen, scan MRI (magnetic resonance imaging), pemeriksaan tulang belakang, sampel urin, dan pemeriksaan tanda vital dasar.
Hal ini dilakukan untuk mengeliminasi kemungkinan gejala depresi agitasi disebabkan oleh gangguan kesehatan lainnya.
Setelah dipastikan bahwa seseorang mengalami depresi, maka dokter juga mungkin akan memeriksa karakteristik agitasi pada pasien.
Buku panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders menyatakan kriteria seseorang mengalami depresi agitasi jika sudah mengalami gejala depresi mayor, minimal satu kali.
Seseorang dengan depresi agitasi sangat berisiko untuk melakukan perilaku-perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain di sekitarnya. Depresi agitasi akan sangat mudah kambuh ketika pengidapnyanya tidak dapat menjaga kestabilan emosi.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mendapatkan penanganan sedini mungkin.
Seperti depresi pada umumnya, gangguan ini ditangani dengan pengobatan dan terapi.
Dokter mungkin akan merekomendasikan obat antidepresan dan/atau anticemas untuk menstabilkan mood guna mengendalikan gejala depresi agitasi. Meski begitu, obat yang diresepkan untuk depresi agitasi kemungkinan berbeda dengan obat depresi pada umumnya.
Pengobatan depresi yang berkelanjutan dan teratur sangat diperlukan untuk mencegah risiko kambuhnya depresi agitasi dan mencegah bertambah parahnya episode depresi.
Sementara itu, terapi yang ditawarkan untuk mengatasi gangguan ini biasanya berupa terapi kejiwaan dan terapi perilaku kognitif.
Terapi kejiwaan merupakan bagian penting dalam menangani berbagai gangguan mood karena mengajarkan pengindap depresi untuk mengatasi gejala sendiri.
Sedangkan terapi perilaku kognitif diperlukan untuk memahami akar masalahnya, yang bertujuan mengubah pikiran dan perilaku pasien.