Duka yang berkepanjangan, ungkap peneliti di Universitas Birmingham, Inggris, bisa memendekkan usia. Untuk itu, para peneliti di kampus terkenal itu menganjurkan seseorang yang ditinggal mati pasangannya untuk segera menghapus duka dengan berbagai kegiatan sosial dan amal.
Berdasarkan hasil penelitian itu sesorang yang ditinggal mati oleh pasangannya memiliki potensi untuk lebih cepat juga meninggal dunia.
Kesedihan berkepanjangan akibat kematian pasangan atau siapapun yang dicintai bisa menyebabkan rasa kehilangan yang tak berujung. Perasaan duka ini bisa menyebabkan patah hati bahkan memperpendek usia orang yang mengalaminya.
Rasa kehilangan merupakan hal yang wajar dialami siapa pun yang ditinggalkan orang yang dicintainya. Dalam penelitian yang dilakukan di Inggris, duka mendalam para orangtua akan meningkatkan risiko kematian dalam sepuluh tahun terakhir pasca meninggalnya buah hati.
Kini penelitian ilmiah membuktikan penyebabnya.
Para peneliti dari Universitas Birmingham di Inggris mengungkap bagaimana sistem imun tubuh memberi respon pada rasa duka dan berkabung.
Sebuah studi, seperti dikutip situs Daily Mail, mengungkapkan bahwa kematian pasangan, teman dekat atau saudara mempunyai efek yang bisa merusak tubuh seseorang terutama pada kemampuan tubuh seseorang melawan infeksi. Temuan ini bisa menjelaskan mengapa para janda atau duda kadangkala meninggal segera setelah ditinggalkan pasangannya, padahal awalnya mereka tampak sehat.
Tim dari University of Birmingham mempelajari efek berkabung pada sel-sel darah yang disebut neutrofils. Mereka mempunyai peranan penting dalam melawan infeksi bakteri seperti pneumonia. Para ilmuwan tersebut mengambil sampel darah dari para pria dan wanita yang berkabung belum lama ini dan meneliti cara neutrofils membunuh kuman.
Hasilnya ditemukan bahawa neutrofils pada orang muda yang berkabung tidak terpengaruh. Namun neutrofils dari orang-orang yang berusia lebih dari 65 tahun tidak lagi bisa membunuh bakteri.
Peneliti Dr Anna Philips, mengatakan, kondisi tersebut sangat rentan karena bisa menyebabkan kematian. Ia menjelaskan bahwa pneumonia adalah salah satu pembunuh terbesar para lansia. Alasannya, bakteri penyebab penyakit ini ada di mana-mana dan terbukti fatal ketika neutrofils pasien tidak berfungsi dengan baik.
Hasil riset yang dipublikasikan di jurnal Immunity and Ageing juga menemukan bahwa kesedihan bisa mempersulit sistem kekebalan tubuh dalam melawan penyakit, termasuk kanker.
Hal ini dipercaya karena kurangnya hormon yang disebut DHEAS yang biasanya membantu menjaga agar sistem kekebalan tubuh menjadi kuat.
Namun peran hormon ini akan melemah saat kita menjadi lebih tua dan level kimiawi kita juga drop ketika kita mengalami stress parah. Para ilmuwan juga mengatakan beberapa orang bisa mengatasi kesedihan mereka karena mereka tidak lupa untuk mengkonsumsi obat untuk kesehatan mereka.
Menanggapi hasil riset tersebut, Caroline Abrahams dari lembaga sosial Age UK mengatakan bahwa kita semua tahu kalau kehilangan pasangan hidup bisa sangat merusak. “Terutama pada orang-orang berusia lanjut yang sudah bersama selama bertahun-tahun. Namun hasil riset ini akhirnya menunjukkan bahwa kondisi tersebut mempengaruhi tubuh juga,” ujar dia.
Ia menambahkan bahwa kesedihan para lansia itu bertambah saat mereka menyadari bahwa mereka akan sendiri dan kesepian. “Kita tahu bahwa perasaan kesepian meningkatkan risiko pada kesehatan fisik dan mental yang sama buruknya dengan akibat merokok bahkan lebih buruk daripada obesitas,” cetus Abrahams.Karenanya sangat penting bagi kita untuk membantu mereka yang kehilangan dengan memberikan dukungan dan selalu mengecek kondisi mereka.
Orang muda cenderung lebih tahan terhadap efek dari rasa duka ini, sementara jika terjadi pada orang lanjut usia mereka menjadi gampang terkena infeksi.
Rasa duka akan memengaruhi sistem kekebalan tubuh lewat hormon stres. Demikian kesimpulan studi yang dilakukan terhadap 41 orang muda (berusia 32 tahun) dan 52 orang berusia lanjut (usia 75 tahun). Sebagian mengalami kedukaan.
Para peneliti mengukur efek dari rasa berkabung pada fungsi neutrophils, jenis sel darah putih yang penting dalam melawan infeksi, dan juga stres hormon kortisol dan zat lain.
Orang lanjut usia yang berkabung ternyata mengalami penurunan fungsi kekebalan tubuh, hormon stres yang lebih tinggi, dan fungsi neutrophil lebih lemah, dibandingkan dengan orang muda.
“Hal itu bisa juga disebabkan orang lanjut usia memang memiliki sistem imun yang lebih lemah dalam merespon patogen baru,” kata ketua peneliti Anna Phillips.
Ia menjelaskan, agar sistem imun dapat bekerja optimal kita perlu memiliki keseimbangan hormon. Tetapi di usia 30-an, jumlah dehyroepiandrosterone sulphate atau dikenal dengan sebutan “DHEAS” berkurang. Padahal, DHEAS akan menyeimbangkan kortisol sehingga inflamasi bisa dicegah.
Berbagai faktor itu bisa menjelaskan mengapa orang lanjut usia yang kehilangan pasangannya biasanya tak lama kemudian juga meninggal.
Sayangnya dalam penelitian itu tidak disebutkan penyebab kematian orangtua yang berdua itu, namun diduga terkait dengan penyalahgunaan alkohol atau bunuh diri karena depresi yang tidak ditangani.