Diabetes? Anda pasti langsung merujuk pada pola makan yang salah. Gula yang banyak. Atau apa pun yang berkaitan dengan manis dan manis.
Betul! Pola makan yang salah memang sebagai salah satu pemicu diabetes.
Tapi, sebuah studi terbaru yang di publikasikan di “Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism” mengingatkan tingkat risiko diabetes dan gangguan metabolisme yang tinggi juga dikarenakan meningkatnya hormon stress yang populer dengan sebutan kortisol.
Hormon stress dan gangguan metabolisme ini paling banyak diidap oleh masyarakat perkotaan.
Nah, kalau Anda bagian dari masyrakat perkotaan berhati-hatilah dengan diabetes karena gaya hidup hedonisme, persaingan dan juga kamecetan menyebabkan Anda makin dekat dengan penyakit diabetes karena meningkatnya hormone kortisol.
Hormon kortisol merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko diabetes terhadap seseorang dan begitu juga masalah metabolik lainnya.
Untuk mengetahui kebenaran teori ini, peneliti menguji penduduk pedesaan dan perkotaan satu kelompok-etnis, yaitu suku Ovahimba yang bermukim di Namibia, barat daya Afrika.
Di antara masyarakat perkotaan, dua puluh delapan persen masyarakatnya mengidap diabetes atau kelainan metabolisme glukosa. Mereka juga memiliki kadar hormon kortisol yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.
Salah satu peneliti, Peter Herbert Kann, dari Philipps University di Marburg, Jerman, mengatakan hormon kortisol masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan lebih tinggi daripada yang tinggal di daerah pedesaan.
“Temuan kami menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan gaya hidup pedesaan untuk tinggal di lingkungan perkotaan akan memiliki tingkat hormon kortisol yang lebih tinggi,” demikian seperti dilansir Khaleejtimes.
“Stres ini nampaknya memengaruhi peningkatan penderita diabetes di negara-negara berkembang,” pungkas Kann.
Stres di tempat kerja meningkatkan risiko diabetes sebesar empat puluh lima persen. Demikian kesimpulan penelitian oleh Institute of Epidemiology di Munich.
Penelitian melibatkan lebih dari lima ribu pria dan wanita berusia antara setengah tua dan tua yang berada di pekerjaan penuh-waktu. Selama periode dua belas tahun, hampir tiga ratus subjek- yang sebelumnya sehat- telah memiliki diabetes tipe 2.
Setelah mengukur indeks massa tubuh dan riwayat kesehatan keluarga, peneliti menanyai bagaimana tingkat stres mereka di tempat kerja. Stres tinggi didefinisikan sebagai berhadapan dengan tuntutan besar tetapi memiliki pengawasan yang sedikit tentang bagaimana melakukan pekerjaan itu.
Ketika mereka mencocokkan pasien dengan hasil stress kerja, peneliti menemukan orang-orang yang berada di bawah tekanan memiliki risiko paling besar yaitu 45 persen untuk menderita diabetes.
Bahkan temuan juga menunjukkan mereka pekerja yang relatif sehat juga memiliki risiko ini jika mereka terlalu stres di kantor.
“Sekitar satu dari lima orang dalam pekerjaan dipengaruhi oleh tingkat stres yang tinggi di tempat kerja. Yaitu situasi di mana individu menghadapi tuntutan sangat tinggi dan pada saat yang sama memiliki sedikit ruang untuk manuver atau mengambilan keputusan,” kata Peneliti Profesor Karl-Heinz Ladwig.
Analisis baru menunjukkan bahwa beberapa jenis golongan darah menempatkan perempuan pada risiko tinggi untuk mengembangkan diabetes tipe 2.
Melansir webmd, Menurut tim peneliti Perancis, wanita dengan golongan darah B positif tampaknya menghadapi risiko 35 persen lebih besar untuk mengembangkan diabetes tipe 2 dibandingkan wanita dengan golongan darah O negatif.
Tipe darah A, misalnya, membawa A antigen pada permukaannya, memicu respon imun spesifik setiap kali benda asing masuk ke dalam tubuh. Tipe B darah membawa B antigen, sedangkan tipe AB membawa kedua, dan tipe O tidak membawa keduanya.
Variabel tambahan yang dikenal sebagai Rhesus , lanjut membedakan darah satu orang dengan orang lain sebagai Rh positif atau negatif. Hasilnya adalah delapan jenis darah yang berbeda darah: O positif, O negatif, A positif, A negatif, B positif, B negatif, AB positif dan negatif AB.
Itu hanyalah hasil penelitian terbaru. Yang paling penting untuk diingat bahwa sejumlah faktor risiko lain untuk penyakit gula darah ini dapat diatasi dengan perubahan gaya hidup.