Laman situs “australia plus abc,” hari ini menurunkan tulisan panjang tentang penyebab utama terjadinya keguguran tiba-tiba pada wanita hamil.
Laporan laman ilmiah populer terkenal itu secara khususu mewawancarai Professor Roger Smith AM bersama timnya yang sedang mengembangkan tes yang bisa memperingatkan ahli kandungan bila kondisi bayi dalam bahaya besar.
Menurut Smith, salah satu hal paling buruk yang dapat terjadi selama kehamilan adalah bayi yang tumbuh di dalam rahim ibunya tiba-tiba meninggal dan seringkali tanpa penjelasan.
Di Australia, misalnya, sekitar satu dari seratus kehamilan berakhir dengan kematian janin.
Roger Smith seorang peneliti dari Hunter Medical Research Institute telah membuat terobosan besar dalam memahami misteri keguguran.
Dia bersama timnya kini mengembangkan tes yang bisa memperingatkan ahli kandungan bila kondisi bayi dalam bahaya besar.
“Hal ini jelas proyek paling menarik yang pernah saya ikuti selama ini mengingat potensinya dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat di seluruh dunia,” kata Prof. Smith.
Dia dan timnya telah menemukan bahwa banyak kejadian keguguran dipicu oleh kondisi plasenta yang memburuk.
“Dengan melihat ke semua orang yang Anda kenal di sekeliling kita, akan terlihat bahwa mereka menua pada tingkat yang berbeda,” katanya.
“Hal itu hampir sama dengan plasenta. Beberapa plasenta menua lebih cepat dibandingkan yang lainnya,” jelas Prof. Smith.
Plasenta merupakan organ vital yang menghubungkan bayi yang sedang tumbuh dengan ibunya melalui tali pusar.
Prof. Smith percaya bahwa ada plasenta yang mulai menua beberapa minggu sebelum waktu melahirkan.
Plasenta ini perlahan-lahan membuat janin kekurangan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkannya untuk bertahan hidup.
“Jika plasenta bisa bekerja, kadar oksigen pada bayi menurun, dan jika turun cukup rendah, bayinya akan mati,” jelas Prof. Smith.
Plasenta yang memburuk juga mengeluarkan enzim yang disebut aldehyde oxidase.
Prof. Smith berharap untuk mengembangkan tes dalam tiga sampai lima tahun ke depan. Hasilnya diharapkan akan bisa mengingatkan dokter untuk meningkatkan tingkat enzim dalam aliran darah seorang ibu hamil.
“Mungkin kami bisa mengembangkan tes diagnostik yang dapat mengenali adanya tanda-tanda penuaan plasenta melalui darah ibu hamil, dan dengan begitu dapat meramalkan kejadian yang menghancurkan ini sehingga dokter kandungan dapat melakukan operasi caesar dan mengeluarkan bayi sebelum meninggal,” katanya.
Namun, bayi hanya memiliki kesempatan bertahan hidup di luar rahim ibunya setelah mencapai 27 minggu masa kehamilan.
“Jika janin bayi terlalu muda untuk dilahirkan, kita mungkin bisa memberinya obat yang menghambat enzim tersebut untuk memperlambat penuaan plasenta, dan memungkinkan bayinya bertahan dalam rahim sampai dia bisa selamat saat dia lahir,” kata Prof. Smith
Aldehyde oxidase merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap tanda-tanda penuaan pada tubuh manusia, termasuk plasenta.
Jika tim peneliti Prof. Smith dapat mengetahui bagaimana cara mengendalikan kehadiran enzim ini di dalam tubuh, kemungkinan medisnya bisa tak terbatas.
“Ada kemungkinan bahwa jika kita mengembangkan cara berbeda untuk menghentikan enzim ini bekerja dan menyebabkan kerusakan, hal itu dapat membuat tingkat penuaan lebih rendah di jaringan lain dan bahkan pertambahan usia yang sehat,” kata Prof. Smith.
Namun, prioritas utama baginya adalah mengurangi jumlah keguguran yang dialami wanita hamil di Australia.
“Saya pikir sangat penting agar ibu hamil yang keguguran untuk mengetahui bahwa hal itu bukan kesalahan mereka,” katanya.
“Ini adalah sesuatu yang terjadi pada plasenta. Mereka hanya bisa memiliki sedikit kendali terhadapnya,” jelasnya.
“Tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk mencegahnya. Jadi mereka seharusnya tidak merasa bersalah,” papar Prof. Smith.
Penelitiannya akan dipublikasikan dalam American Journal of Obstetrics and Gynecology bulan November mendatang.
Keguguran bukan saja menyedihkan, tapi bisa membuat trauma.
Seorang wanita disebut mengalami keguguran jika terjadi lebih dari dua kali.
Dari semua kehamilan, sekitar lima belas hingga dua puluh persen akan berakhir dengan keguguran dan tjuh puluh lima persen diantaranya terjadi pada dua belas2 minggu pertama kehamilan.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan keguguran, tetapi sebagian besar belum diketahui penyebabnya.
Meski demikian, ada banyak alasan untuk tetap berharap. Keguguran berulang bukanlah tanda ketidaksuburan.
“Wanita berusia tiga puluh lima tahun yang mengalami tiga kali keguguran masih punya peluang tujuh puluh persen untuk hamil sampai cukup bulan,” kata Dr.Ruth Lathai, profesor obsetri dan ginekologi dari Stanford University School of Medicine.
Beberapa penyebab keguguran berulang antara lain gangguan tiroid, tumor jinak di rahim, atau gangguan pembekuan darah. Menurut Lathi, kondisi tersebut bisa diatasi.
Untuk mencegah keguguran sebaiknya calon ayah dan ibu melakukan pemeriksaan dengan detil.
Pemeriksaan yang disarankan antara lain tes hormonal, pengukuran ketebalan dinding rahim, tes kromosom, dan juga tes imunologi.