Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh peneliti menungkap adanya kaitan antara virus herpes dengan penyakit demensia.
Temuan in isekalius membantu mengungkapa penyebab penyakit demensia yang kerap menyerang orang-orang lanjut usia.
Peneliti mengungkap adanya keterkaitan yang kuat antara virus herpes yang memengaruhi fungsi kognitif seseorang.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Neuron itu melibatkan enam ratusan fungsi otak orang-orang yang memiliki tanda-tanda seseorang mengidap demensia.
Pengidapnya memiliki level virus herpes yang dua kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki tanda-tanda mengidap penyakit tersebut.
Peneliti mendapati sekitar tiga ratus dua puluhan orang yang terlibat dalam studi tidak berpeluang mengidap Alzheimer.
Dari hasil penelitian ini, tim peneliti menyimpulkan virus herpes berpengaruh besar dalam kerja otak.
Terlebih sebagian teori mengatakan alzheimer merupakan penyakit gabungan penurunan kinerja otak.
Meski hingga kini, dokter dan sejumlah peneliti belum dapat memastikan penyebab dari penyakit tersebut.
“Saya rasa kita belum mampu menjawab apakah virus herpes merupakan penyebab utama penyakit Alzheimer. Tapi yang jelas, virus ini mengganggu jaringan yang mempercepat kerja otak dan ada kaitannya dengan topologi Alzheimer,” ungkap Joel Dudley, ahli genetika dan tim peneliti studi
Lebih jauh, ia meyakini studi ini bisa membantu peneliti mengidentifikasi virus yang memengaruhi kerja otak untuk mendiagnosa risiko pengidap demensia.
Meski begitu, Dudley dan tim mengingatkan agar orang tidak perlu khawatir dengan temuan mereka. Hal ini karena sekitar Sembilan puluh persen orang dewasa tercatat telah terkena virus herpes hingga usia maksimal lima puluh tahun.
“Ini adalah bukti paling menarik soal penyebab Alzheimer. Meskipun temuan ini berpotensi membuka pintu untuk pilihan pengobatan baru, namun tidak mengubah risiko dan kerentanan penyakit ini atau kemampuan untuk mengobati Alzheimer,” ungkap profesor neurologi dan spikiatri, Dr Sam Gandy.
Selain itu itu sebuah studi kesehatan terkini juga mengungkapkan olahraga bisa jadi mencegah demensia, tapi itu tidak menunda penurunan mental pada orang setelah didiagnosis.
Studi yang dilakukan peneliti asal Inggris.
Dimuat dalam jurnal medis The BMJ, peneliti melaporkan latihan kebugaran dapat meningkatkan kondisi fisik pada orang dengan demensia ringan hingga sedang, tapi itu “tidak memperlambat gangguan kognitif.”
Secara umum dapat diterima bahwa olahraga dapat menunda timbulnya Alzheimer dan bentuk lain demensia.
Namun, apakah itu dapat memperlambat gejala setelah terjadinya kemunduran mental, menjadi bahan perdebatan dunia medis dalam beberapa waktu terakhir.
Untuk studi terbaru, peneliti mengambil empat ratus orang di Inggris yang telah didiagnosis demensia, dan menugaskan tiga ratusan dari mereka ke program latihan.
Mereka mengambil bagian dalam sesi grup di gym dua kali seminggu selama empat bulan, dan latihan di rumah selama satu jam tambahan per minggu. Usia rata-rata kelompok adalah tujuh puluh tujuh.
Partisipan penelitian dinilai pada enam dan dua belas bulan setelah memulai program. Para peneliti mencatat bahwa kognisi telah menurun baik pada kelompok latihan maupun non-olahraga.
Dalam kelompok latihan, penurunan itu lebih kentara, “tapi, perbedaan rata-rata kecil, dan relevansi klinis tidak pasti,” ungkap dalam pernyataan resmi.
Mengomentari penelitian ini, Brendon Stubbs dari Institute of Psychiatry King’s College London, mengatakan temuannya “sangat penting” untuk perawatan orang-orang dengan penyakit Alzheimer.
“Sementara studi sebelumnya yang lebih kecil telah menyatakan bahwa olahraga dapat mencegah atau meningkatkan penurunan kognitif pada orang dengan penyakit Alzheimer, studi yang kuat dan sangat besar ini memberikan jawaban paling pasti yang kita miliki tentang peran olahraga pada penyakit Alzheimer ringan-sedang,” katanya melalui Science Media Centre.
“Pencarian untuk intervensi gaya hidup yang efektif yang dapat menunda penurunan kognitif pada demensia harus terus berlanjut.”
Sementara itu, pada sebuah penelitian terpisah, yang diterbitkan dalam jurnal Jama Psychiatry, di antara orang-orang Inggris berusia enam puluh lima dan lebih tua, mengatakan orang-orang dengan sumber daya keuangan yang lebih sedikit tampaknya memiliki risiko demensia lebih tinggi.