Kurang tidur tak cuma memengaruhi kesehatan, tingkat stres, dan kecemasan.
Selain kesehatan secara umum, kurang tidur juga bisa memengaruhi kehidupan seks seseorang.
Hasil studi dari National Sleep Foundation, bahwa orang dewasa biasanya membutuhkan antara tujuh hingga sembilan jam durasi untuk tidur di malam hari.
Faktanya, banyak orang dewasa yang hanya tidur kurang dari tujuh jam setiap malam.
Hal ini membuka peluang penyakit yang berasal dari fisik bahkan mental seorang yang memiliki durasi tidur yang tidak cukup.
Kurangnya durasi tidur dapat mempengaruhi suasana hati, kepribadian seseorang atau depresi, hal ini berdampak pada kehidupan seks seseorang.
Gejala seperti insomnia atau kurangnya waktu tidur, kecemasan yang menyebabkan depresi merupakan disfungsi seksual.
Jika tubuh kurang istirahat secara maksimal, secara tidak langsung membuat otak menekan hormon seks kortisol yang fungsinya memproduksi hormon estrogen dan testosteron pada manusia.
Proses ini menurunkan dorongan seks, infertilitas atau disfungsi ereksi.
Hubungan antara kurangnya durasi tidur dan seks, umumnya terjadi pada wanita.
Efek kehamilan, proses pascamelahirkan, dan menopause merupakan penyebab utama menurunnya minat wanita dalam seks karena kelelahan, depresi dan insomnia.
Mengutip Psychology Today, Penelitian yang dilakukan di University of Michigan Medical School tidak jauh berbeda, bahwa semakin lama durasi tidur malam, semakin mereka akan semakin tertarik dengan seks di hari berikutnya.
Sebaliknya semakin singkat durasi tidur manusia, akan berpengaruh pada setiap aspek kesehatan dan kesejahteraan seseorang.
Dengan durasi tidur yang cukup akan memperbaiki kehidupan seks, sehingga hal ini dapat menurunkan penyakit fisik dan mental yang terjadi pada jutaan manusia.
Penelitian telah menunjukkan bahwa seks sebelum tidur dapat membantu kualitas tidur. Hal ini disebabkan oleh hormon endorfin yang dilepaskan ketika seks.
Manfaat dari hormon endorfin adalah meredakan kecemasan dan membuat tubuh rileks.
Seks juga melepaskan hormon oksitosin, atau hormon yang biasa disebut dengan hormon “cinta”.
“Hormon oksitosin bertindak sebagai obat penenang untuk mengurangi waktu yang diperlukan saat tidur,” kata Michele Lastella, PhD, seorang ilmuwan dari Central Queensland University di Adelaide, Australia.
Michele menyurvei terhadap empat ratusan orang dewasa yang berusia antara delapan belas hingga tujuh puluh tahun, para peserta ditanya tentang kehidupan seks mereka. Sebanyak enam puluh empat persen responden mengatakan bahwa mereka bisa tidur lebih baik setelah bercinta sebelum tidur.
Kemungkinan dengan lepasnya hormon oksitosin dan endorfin sebelum tidur, membuat tubuh menjadi lebih maksimal ketika istirahat yang mempengaruhi kualitas tidur dan bekerja pada esok hari.
Sehingga stress dapat diatasi mulai dari durasi tidur Anda.
Selain itu dampak kurang tidur juga bias membuat Anda kesepian.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa saat kurang tidur, ‘tubuh’ cenderung merasa lebih kesepian.
Kesimpulan penelitian dari University of California, Amerika Serikat ini didapat setelah peneliti melakukan tiga kali rangkaian penelitian.
Pada tahap awal, studi ini melakukan penelitian kecil terhadap delapan belas orang dewasa berusia de;lapan belas hingga adua puluh empat tahun.
Peneliti melihat kegiatan sehari-hari partisipan saat tidur malam yang cukup dibandingkan saat kurang tidur. Peneliti juga menilai para partisipan saat berhadapan dengan orang lain.
Hasilnya, peneliti menemukan peserta cenderung menjaga jarak dengan orang lain saat mereka kurang tidur.
Sebaliknya, saat tidur cukup mereka merasa lebih nyaman dan dapat dekat dengan orang lain sebesa tiga belas hingga delapan belas persen.
Melalui pemindaian otak, peneliti menemukan bahwa saat kurang tidur orang cenderung menganggap orang lain sebagai ancaman. Peneliti berkesimpulan saat kurang tidur, orang lebih cenderung mengisolasi diri dan tidak percaya orang lain.
“Barangkali bukan kebetulan bahwa beberapa dekade terakhir orang yang merasa kesepian meningkat seiring dengan penurunan durasi tidur yang dramatis,” kata peneliti yang memimpin studi ini Eti Ben Simon, dikutip dari Metro.
Untuk mendapatkan cakupan yang lebih luas, peneliti menganalisis kualitas dan kuantitas tidur seratus empat puluh0 orang. Partisipan yang kurang tidur melaporkan mereka merasa kesepiaan pada hari berikutnya.
Hasil ini membuat peneliti kembali menarik kesimpulan, semakin lelah seseorang, ia akan merasa semakin kesepian dan terus mengisolasi diri karena kelelahan.
Pada penelitian berikutnya, peneliti meminta setribu orang untuk menonton video para partisipan yang kurang tidur dan tidur cukup.
Sekitar seribu orang itu diminta untuk mengukur tingkat kesepian orang di dalam video tersebut.
Hasilnya, orang yang kurang tidur dianggap merasa lebih kesepian dan orang cenderung tak ingin bekerja sama dengan mereka. Temuan menarik lainnya, orang yang menonton video itu juga melaporkan diri mereka ikut merasa kesepian setelah melihat video orang yang kurang tidur.
Hal ini membuat peneliti menyimpulkan perasaan kesepian itu dapat menyebar dan menghabiskan tenaga.