Penyakit parkinson adalah gangguan fungsi otak yang mengacaukan koordinasi gerak tubuh. Pengidap Parkinson akan merasa kesulitan untuk mengatur pergerakan tubuh, termasuk saat berjalan, menulis, dan bahkan berbicara.
Parkinson termasuk penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan. Penanganan medis yang ada hanya untuk mengurangi keparahan gejalanya.
Penyakit Parkinson terkait dengan kerusakan atau kematian sel saraf di bagian otak yang disebut susbstantia nigra. Sel saraf tersebut berfungsi memproduksi dopamin, senyawa kimia yang mengirim pesan dari otak ke sistem saraf, dan membantu mengontrol gerak tubuh.
Pada penderita penyakit Parkinson, sel saraf di susbstantia nigra rusak atau mati, sehingga jumlah dopamin dalam otak berkurang. Akibatnya, gerak tubuh menjadi lambat dan tidak normal.
Kondisi sel saraf yang mati dan menyebabkan berkurangnya dopamin, merupakan proses yang berlangsung perlahan. Gejala penyakit Parkinson baru muncul ketika jumlah sel saraf di susbstantia nigra yang mati mencapai delapan puluh persen.
Belum diketahui apa yang menyebabkan sel saraf rusak atau mati. Namun demikian, kondisi tersebut diduga terkait beberapa faktor
Faktor keturunan. Sekitar lima belas persen penderita penyakit Parkinson memiliki anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama. Pada kasus tersebut, penyakit Parkinson dapat disebabkan oleh mutasi pada gen.
Faktor lingkungan. Paparan racun seperti pestisida, herbisida, polusi udara akibat aktivitas industri atau asap kendaraaan bermotor, dapat meningkatkan risiko terkena penyakit Parkinson.
Di samping kedua faktor di atas, penyakit Parkinson juga terkait dengan gumpalan protein abnormal. Gumpalan protein yang disebut lewy bodies ini terbentuk di sel saraf otak yang memproduksi dopamin.
Meskipun belum diketahui penyebab pastinya, penelitian menunjukkan penyakit Parkinson lebih rentan menyerang pria dibanding wanita, dan individu berusia enam puluh tahun ke atas.
Lantas, benarkah anggapan bahwa seks mampu meringankan gejala Parkinson?
Manfaat seks untuk mengurangi keparahan gejala Parkinson ternyata telah dibuktikan oleh penelitian Picillo dkk yang diterbitkan dalam European Journal of Neurology.
Picillo dkk mengamati tiga ratusan penderita Parkinson stadium awal yang berusia lebih dari lima puluh tujuh tahun.
Subyek penelitian diminta untuk melakukan tes kemampuan motorik dan skrining kesehatan mental.
Setelah selesai, mereka diwawancarai terkait kondisi kesehatan secara menyeluruh dan riwayat aktivitas seks dalam setahun terakhir.
Hasilnya disimpulkan bahwa gejala pada pria penderita Parkinson tahap awal yang aktif berhubungan seks tidak berkembang semakin parah. Bahkan, pria-pria tersebut juga tidak kehilangan keterampilan motoriknya.
Sayangnya, hasil penelitian hanya berlaku untuk penderita Parkinson yang berjenis kelamin pria.
Peneliti belum tahu pasti alasan kenapa hanya pria yang dapat merasakan manfaat ini sehingga hasil penelitian belum dapat dijadikan acuan.
Meski begitu, dr. Adolfo Ramirez-Zamora, seorang profesor neurologi dan pakar dari Parkinson’s Foundation menyebutkan hasil penelitian tersebut sejalan dengan teori yang telah lama dipercaya.
Teori yang dimaksud menyatakan peningkatan fungsi seksual mampu meningkatkan kesenangan, komunikasi, dan kepuasan pasangan sehingga berdampak positif pada keintiman hubungan.
Pada akhirnya, peningkatan fungsi seks diharapkan berpotensi menurunkan stres hingga mengurangi gejala penyakit Parkinson.
Meski sudah dibuktikan melalui penelitian, manfaat aktivitas seks terhadap berkurangnya gejala parkinson perlu diteliti lebih lanjut.
Terlebih tanpa disadari, penggunaan obat Parkinson, khususnya pramipexole (Mirapex) dan ropinirole (Requip), dapat memicu kecanduan seks. Kenapa?
Obat Parkinson tersebut membantu mengaktifkan reseptor otak yang menghasilkan dopamin. Dopamin adalah senyawa kimia yang bertugas untuk menyampaikan rangsangan ke seluruh tubuh, termasuk rangsangan seksual. Di sisi lain, dopamin juga bertanggung jawab memicu perilaku yang bersifat adiktif dan kompulsif.
Risiko kecanduan seks yang timbul sebagai efek samping obat Parkinson telah diteliti oleh Dr. Daniel Weintraud dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat. Hasilnya, sekitar empat belas persen penderita Parkinson yang menggunakan obat ini terlihat mengalami gangguan kontrol impulsif.
Gangguan tersebut meliputi keinginan belanja yang tidak terkendali kecanduan berjudi, binge eating, dan kecanduan seks.
Maka, Anda sebaiknya tetap rutin kontrol ke dokter jika sedang diresepkan obat untuk mengatasi gejala Parkinson. Laporkan ke dokter jika Anda merasakan perubahan yang tidak biasa, baik pada tubuh maupun pikiran.
Dengan begitu, dokter dapat memutuskan apakah harus menurunkan dosis atau mengganti obatnya agar Anda terhindari dari risiko efek samping yang mungkin malah makin merugikan kesehatan..