Penelitian tentang kesehatan global, yang disebut dengan Studi Beban Penyakit atau Global Burden of Disease Study,, menggambarkan fenomena kesehatan masyarakat di seluruh dunia pada tahun lalu.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet tersebut melibatkan lebih dari dua ribu lima ratus kolaborator dari seratus tiga puluh negara dan wilayah yang dikoordinasikan oleh Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington, Seattle.
Para peneliti melaporkan bahwa selama tahun lalu, terjadi penurunan angka harapan hidup dan kematian akibat penyakit menular jika dibandingkan dengan kondisi pada satu dekade yang lalu
Akan tetapi, kematian akibat penyakit tidak menular dan konflik justru meningkat.
Jumlah kematian akibat penyakit menular dan kematian prematur memang menurun, terutama pada populasi balita.
Namun di sisi lain, angka kematian dari penyakit tidak menular dan kematian akibat konflik justru meningkat.
Pada tahun lalu lima puluh lima juta orang meninggal di seluruh dunia. Dari jumlah itu, hampir tiga perempatnya berasal dari penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, dan kanker.
Bila ditengok ke belakang, selama satu dekade sejak sebelas tahun lalu, terjadi peningkatan
Biang keladi terbesar adalah penyakit jantung iskemik disusul oleh diabetes
Para peneliti menyebutkan bahwa konflik yang baru saja terjadi di Syria, Yaman, Sudan Selatan dan Libia merupakan ancaman besar bagi masalah kesehatan, baik dilihat dari sisi terjadinya korban-koban maupun bagaimana mereka harus hidup dalam kondisi fisik dan mental yang disebabkan.
Kabar baiknya, terjadi peningkatan kesehatan
Hanya sembilan belas persen kematian yang terdiri dari penyakit menular, penyakit selama masa kehamilan dan persalinan, neonatal dan kekurangan gizi.
Bila dibandingkan dengan satu dekade lalu, angka kematiannya menurun hampir dua puluh empat persen.
Juga pada tahun lalu, jumlah kematian anak di bawah usia lima tahun turun hingga di bawah lima juta untuk kali pertama dalam sejarah modern
Angka kematian akibat HIV/AIDS di kalangan anak dan dewasa juga turun sejak 2006 menjadi 46 persen, lalu malaria juga menurun dua puluh enam persen.
Para peneliti berpendapat bahwa kemajuan ini terjadi karena keseriusan berbagai negara dalam mengurangi angka kematian anak dibawah lima tahun, termasuk peningkatan pendidikan para ibu, peningkatan pendapatan per kapita, penurunan tingkat kesuburan, digalakannya program vaksinasi, penyebaran kelambu berinsektisida, peningkatan kebersihan air dan sanitasi, serta berjalannya sejumlah program kesehatan.
Tak hanya itu, para peneliti juga membawa kabar baik lainnya. Secara global, angka harapan hidup rata-rata naik.
Tentu saja ini adalah hasil menggembirakan..
Dari sisi negara, Jepang pantas berbangga. Negara matahari terbit itu punya harapan hidup tertinggi . Sebaliknya, Afrika Tengah perlu berbenah. Harapan hidup warganya paling rendah
Secara garis besar, selama periode sepuluh tahun, tingkat kematian dari penyakit menular, maternal, neonatal, dan gizi menurun
Sementara itu, tingkat kematian akibat penyakit tidak menular hanya turun .
Namun, yang tak bisa disepelekan adalah pengguna opioid, amfetamin, dan penggunaan obal lain yang menaikkan tingkat kematian. Satu koma satu miliar orang di seluruh dunia kehilangan nyawanya akibat gangguan kesehatan mental atau penggunaan obat.
Kondisi itu terutama terjadi pada negara-negara berpenghasilan tinggi
“Kematian merupakan motivator yang sangat kuat, baik bagi perorangan maupun pemerintah setiap negara, untuk segera menangani penyakit-penyakit yang telah membunuh kita dengan angka kematian yang sangat tinggi,” kata Dr Christopher Murray, salah satu penulis studi dan Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation di University of Washington, Seattle seperti yang dikuti dari siaran pers.
“Tetapi, kita juga masih perlu tambahan motivasi untuk menangani dan mengatasi masalah masalah yang menyebabkan timbulnya penyakit. ‘Tiga serangkai’ – obesitas, konflik dan kesehatan mental, termasuk penyalahgunaan obat – merupakan kendala utama yang mengancam gaya hidup sehat dan aktif,” ujarnya lagi.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
Apa kemajuan dan tantangan di bidang kesehatan bagi salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia ini?
Kesempatan hidup warga Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelas tahun lalu.
Seorang anak laki-laki yang lahir pada tahun lalu punya kesempatan hidup lebih besar. Perkiraan ini naik bila berkaca pada satu dekade silam.
Sayangnya, berbagai penyakit dan cidera dapat mengurangi usia harapan hidup sehat.
Pencapaian Indonesia ini sebetulnya belum bisa dibanggakan. Jika melihat ke negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Australia, Indonesia masih tertinggal dalam usia harapan hidup sehat.
Setidaknya, ketertingalan Indonesia dalam angka harapan hidup sehat ini disebabkan oleh lima penyebab utama kematian dini, yakni penyakit jantung iskemik, stroke, diabetes, neonatal, dan kelahiran prematur. Sementara itu, nyeri pinggang, migrain, dan kehilangan pendengaran membuat masyarakat Indonesia hidup dalam keterbatasan.
Indonesia telah mencatat kemajuan besar selama dua puluh lima tahun terakhir.
Berhasil meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan beban kesehatan dari masalah penyakit TBC, neonatal, kelahiran prematur, serta penyakit diare
Namun demikian, peningkatan beban dari penyakit mematikan dan dapat dicegah seperti jantung, stroke, dan diabetes patut diperhatikan. Memerangi penyakit ini dibutuhkan komitmen, fokus, dan investasi