Pernahkah menyadari ketika pikiran sedang lelah atau dibebani stres, entah itu karena pekerjaan di kantor atau masalah rumah, kita suka tiba-tiba menghela napas panjang?
Menghela napas sebetulnya merupakan respon atau refleks normal yang dimotori alam bawah sadar tubuh saat kita sedang stres.
Namun, apa yang memicunya?
Menghela napas merupakan salah satu cara tubuh untuk melampiaskan dan meredakan emosi dalam waktu cepat. Karl Halvor Teigen, dosen psikologi di Universitas Oslo, menyebutkan dalam Prevention, menghela napas sejak zaman dulu sudah diartikan sebagai tanda kekecewaan, kekalahan, frustasi, bosan, kekesalan, sampai kerinduan.
Menghela napas panjang terlalu sering juga sangat berkaitan dengan depresi.
Menurut Normal Breathing, menghela napas secara berlebihan menandakan seseorang sedang berada di bawah tekanan berat, penyakit kardiovaskular, gangguan saraf, dan gangguan pernapasan.
Hal senada juga disampaikan oleh penelitian dari University of Leuven. Penelitian ini menyebutkan bahwa menghela napas merupakan bentuk ekspresi frustasi dan kekesalan saat sedang stres atau kelelahan.
Mereka meneliti pola pernapasan peserta yang sedang stres selama 20 menit, dan menemukan orang-orang tersebut cenderung refleks bernapas sangat lambat atau bahkan jadi sangat cepat.
Perubahan pola napas saat stres ini dapat memicu kita merasa sesak dan sulit bernapas lega.
Saat dihadapkan pada situasi yang memicu stres, otak Anda akan merangsang produksi hormon stres kortisol dan adrenalin untuk meningkatkan denyut jantung dan aliran darah menuju organ-organ penting.
Laju napas Anda juga akan meningkat drastis untuk mencukupi kebutuhan oksigen seluruh tubuh dengan cepat.
Namun di waktu yang berbarengan, hormon stres akan mempersempit otot-otot saluran pernapasan dan pembuluh darah patu-paru.
Akibatnya, pola pernapasan Anda menjadi tidak efektif karena Anda cenderung menarik napas dengan pendek dan cepat, bukan perlahan dan dalam seperti pada kondisi normal. Perubahan ini akhirnya membuat Anda sesak napas.
Ketika manusia merasa stres, paru-paru akan menjadi kaku sehingga pertukaran gas yang masuk dan keluar tubuh jadi kurang optimal.
Nah, melansir dari The Guardian, menghela napas merupakan refleks untuk menjaga fungsi paru-paru tetap optimal dan menopang keberlangsungan hidup manusia.
Menurut Psychology Today, secara alamiah otak akan mengirimkan sinyal ke seluruh tubuh yang menandakan kelelahan. Sinyal “capek” tersebut kemudian memicu paru-paru Anda untuk menarik napas dalam-dalam agar pasokan oksigen tetap terjaga.
Jack Feldman, Profesor Neurobiologi di UCLA menjelaskan lewat Prevention bahwa setiap helaan napas adalah sesuatu yang normal.
Alasannya, paru-paru manusia dipenuhi oleh ratusan juta alveoli yang Feldman gambarkan sebagai balon kecil mengembang setiap Anda menarik napas.
Alveoli ini bertugas menyalurkan oksigen ke darah, kemudian dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh. Balon-balon atau gelembung kadang bisa luruh ketika Anda tidak menghela napas.
Ketika tubuh menghela napas kembali, gelembung ini akan terangkat kembali seperti balon yang ditiup. Menghela napas panjang saat stres dan lelah membantu paru-paru membuka semua gelembung tersebut agar terbuka kembali.
Masuknya oksigen baru untuk menggantikan karbon dioksida yang keluar saat kita menarik napas dapat memperlambat detak jantung dan menurunkan atau menstabilkan tekanan darah.
Kemudian saat kita menghembuskan napas, alveoli atau kantung udara paru-paru meregang dan menciptakan rasa lega.
Pada akhirnya, Anda dapat bernapas lebih lega saat stres sehabis menghela napas panjang. Hal ini telah dikaitkan dengan tingkat stres yang lebih rendah.