Sain, seperti ditulis pada laman ilmiah,” scientific american’s,” hari ini, Senin, mengungkapkan tentang apa yang terjadi pada otak kala kita tertidur.
Menurut tulisan itu, tidur menjadi kebutuhan penting untuk menyeimbangkan metabolisme di tubuh setelah seharian beraktifitas.
Saat tertidur lelap apakah otak juga ikut tidur?
John Peever menjelaskan bahwa tidur sangat berguna untuk memulihkan kesegaran tubuh dan pikiran.
Direktur Laboratorium Biologi Sistem Saraf di Universitas Toronto tersebut juga berpendapat, tidur mampu membersihkan memori-memori buruk di otak, dan memaksimalkan daya ingat saat belajar.
Bahkan, Peever menyebut, tidur baik untuk meningkatkan nafsu makan, suasana hati, serta libido.
Berdasar penelitian, di dalam otak kita terdapat dua variasi gelombang tidur yaitu, gelombang pelan atau sering disebut tidur lelap
Kemudian, yang kedua tidur bermimpi atau Rapid Eye Movement
Rrata-rata, kita tidur dengan tipe terlelap
Ini ditandai dengan gelombang otak yang besar dan lamban, otot yang rileks dan pelan, pernapasan dalam yang dapat membantu otak dan tubuh pulih kembali setelah seharian beraktifitas.
Di saat tertidur dalam kondisi terlelap otak ternyata tidak otomatis berhenti bekerja.
Otak hanya akan beristirahat. Sebaliknya, tidur yang diatur akan membuat otak “tidur” dalam tahap tertentu.
Secara teknis, rasa ingin tidur berawal dari bagian otak yang memproduksi SWS.
Menurut para peneliti, SWS ini terjadi karena aktivitas dua kelompok sel yaitu; nukleus preoptik ventrolateral di hipotalamus dan zona “parafacial” di batang otak.
Kedua kelompok sel tersebut bisa memicu hilangnya kesadaran seseorang apabila terpicu suatu rangsangan. Setelah tertidur lelap, proses tidur bermimpi atau REM menyusul.
Peneliti menemukan hal yang menarik saat orang dalam kondisi bermimpi alias REM. Mereka mengatakan bahwa saat orang bermimpi, aktivitas otak sangat tinggi namun otot tubuh mulai melemah atau lemas.
Pernafasan serta detak jantung menjadi tidak beraturan saat bermimpi. Hal ini masih menjadi misteri bagi para ahli biokimia dan neurobiologi untuk mencari tujuan dari mimpi itu sendiri.
Selama ini, peneliti mengetahui bahwa terdapat kelompok sel di batang otak, yang disebut subcoeruleus nucleus atau inti subkoreulus yang mengendalikan mimpi.
Apabila sel-sel tersebut mengalami masalah, orang tidak mengalami gejala fisik seperti digambarkan saat bermimpi.
Saat itulah orang merasa mimpinya tidak tuntas atau berhenti begitu saja.
Lantas bagaimana bila seseorang kurang tidur.
Kekurangan tidur akan memperlambat kerja beberapa sel otak. Sebuah riset yang dipublikasikan di Nature Medicine mengungkapnya.
Penelitian itu mengungkap, kurang tidur menyebabkan melemah dan lembatanya letupan elektrik dalam komunikasi sel saraf.
“Temuan ini membantu menjelaskan mengapa kurang tidur mengganggu berbagai fungsi mental,” ujar Dr. Itzhak Fried, profesor bedah saraf dari Universitas California, Los Angeles.
Dampak kekurangan tidur dapat dilihat saat merespon situasi seperti ketika ada seseorang yang melompat di depan mobil saat Anda tengah mengendarainya.
“Jika Anda kurang tidur, sel otak akan bereaksi dengan cara yang berbeda dari keadaan normal,” imbuh Fried seperti dikutip NPR.
Untuk mengungkap hal tersebut, Fried dan rekannya melakukan penelitian yang tidak biasa, mengamati otak orang yang tengah menjalani terapi epilepsi.
Sebagai bagian dari terapi, dokter menaruh detektor pada otak. Tujuannya, mengetahui lokasi otak tempat dimulainya kejang.
Didukung dengan fakta bahwa pasien eipilepsi sering dibuat terjaga sehingga kejangnya bisa diamati, para dokter mendapatkan kesempatan baik untuk mengamati sel otak selama berhari-hari.
Atas persetujuan pasien, dokter melakukan eksperimen. Mereka diminta melihat gambar wajah, tempat, dan hewan. Lalu aktivitas otaknya diamati.
Ada empat pasien terjaga semalaman sebelum mereka melihat banyak gambar.
Pada kelompok ini, Fried mengatakan sel saraf merespons lebih lambat. Tanggapannya berkurang dan waktunya lebih lama.
“Perubahan ini mengganggu kemampuan sel untuk berkomunikasi,” ujar Fried.
“Tim juga menemukan bukti bahwa kurang tidur memengaruhi beberapa area otak tertentu lebih banyak daripada yang lainnya. Seolah-olah daerah otak tertentu sedang tidur, sementara yang lain tetap terjaga atau bangun,” sambungnya.
Penelitian ini menambah bukti pentingnya menghindari mengemudi saat keadaan mengantuk.
Fried mengungkapkan temuannya juga mendukung upaya untuk membatasi jam kerja yang dilakukan oleh dokter. Sebab, dirinya juga menghabiskan waktu yang sangat lama sebagai dokter bedah saraf.
“Saya mencoba menerapkan pelajaran yang saya teliti untuk diri saya sendiri,” katanya.