Balapan MotoGP sudah sampai pada paruh musim. Sembilan seri. Dan posisi pebalap di klasemen menempatkan Marc Marquez berada di puncak dengan selisih angka yang “sangat” jauh dari dua pebalap di bawahnya, Jorge Lorenzo dan Valentino Rossi.
Lantas, apakah Marquez akan mulus menggapai predikat juara musim ini dan menjadikan dirinya sebagai juara tiga kali?
Jawabannya, seperti ditulis “crash,” Jumat, 22 Juli 2016, ada pada kondisi Movistar Yamaha yang ditunggangi Lorenzo dan Rossi.
Masih sulit diprediksi, tulis “crash selanjut.
Tapi para analis sepertinya yakin Marquez akan mudah menuju tangga juara bila konsistensinya terjaga.
Sinyal Marquez akan menjadi juara terpampang dari selisih poinnya dari peringkat dua, Lorenzo, yang empat puluh delapan.
Selisih empat puluh delapan angka itu sendiri baru bisa menguap dengan cepat bila Marquez mengalami nasib sial di paruh kedua seperti cedera parah yang memaksanya absen dari dua seri beruntun.
Dari segi teknik membalap, Marquez jelas sudah lebih matang musim ini.
Ia tak lagi memaksakan diri untuk tampil agresif melainkan memilih menimbang situasi dengan tenang dan contoh jelas ada di GP Assen saat ia memilih untuk tetap di belakang pada batas kecepatan aman miliknya.
Tanpa rentetan kesalahan fatal atau cedera parah, sulit melihat Marquez gagal meraih gelar juara dunia ketiganya tahun ini.
Apa kunci sukses The Baby Alien?
Meski berhasil meraih podium di empat seri awal, termasuk kemenangan di GP Argentina dan GP Americas, Marquez sempat mengeluhkan motor Honda RC213V.
Pebalap asal Spanyol itu menyoroti kemampuan akselerasi dan mengerem motor Honda.
Marquez semakin khawatir setelah kalah dari pebalap Movistar Yamaha Jorge Lorenzo di trek lurus terakhir sebelum melewati garis finis pada balapan di GP Italia, Sirkuit Mugello, 22 Mei lalu.
“Kami harus bekerja menyelesaikan masalah akselerasi motor,” ujar Marquez di parc ferme usai balapan di Sirkuit Mugello.
Bahkan juara dunia dua kali MotoGP itu sempat mengatakan sepeda motor RC213V milik Honda musim ini memiliki akselerasi lebih buruk daripada motor Ducati dan Suzuki.
Hingga kini pihak Honda masih berupaya mengurangi masalah akselerasi di motor RC213V. Jika motor yang ditungganginya masih bermasalah, lalu apa yang membuat Marquez berhasil unggul cukup jauh hingga 48 poin atas Lorenzo hingga paruh musim?
Selain karena faktor cuaca yang membuat duo Yamaha Lorenzo dan Valentino Rossi kesulitan serta keberhasilan strategi di GP Jerman, faktor penting lainnya yang membuat Marquez di puncak adalah bertambahnya pengalaman pebalap asal Spanyol tersebut.
Contohnya nyata semakin berpengalamannya Marquez terlihat pada balapan GP Belanda. Marquez dikalahkan pebalap Marc VDS, Jack Miller, pada balapan di Sirkuit Assen yang sempat dihentikan karena hujan deras.
Marquez sebenarnya sempat memimpin jalannya balapan, namun memilih untuk tidak mengambil risiko mengejar Miller setelah disalip pebalap asal Australia tersebut.
Jika balapan itu terjadi pada awal karier Marquez di MotoGP, banyak pihak yakin pebalap asal Katalonia itu akan mengambil risiko dan berusaha keras menyalip Miller demi meraih kemenangan.
“Tentu saja, ini musim keempatnya di MotoGP. Marquez sudah punya lebih banyak pengalaman daripada di tahun pertamanya,” ucap Lorenzo seperti dikutip dari Motorsport.
Kini, Marquez terlihat jauh lebih dewasa di atas sirkuit. Penuh perhitungan dan mampu meredam ego. Marquez mulai sadar bahwa kemenangan bukan hal terpenting untuk bisa merebut gelar juara dunia MotoGP, melainkan konsistensi naik podium.
Terbukti musim ini Marquez dan Lorenzo sama-sama meraih tiga kemenangan. Namun, Marquez lebih konsisten naik podium, delapan kali dari sembilan seri yang sudah dijalani. Sementara Lorenzo baru naik podium lima kali.
Di sembilan seri tersisa musim ini, Marquez jelas pantas difavoritkan merebut gelar juara dunia MotoGP 2016.
Marquez bahkan berpeluang semakin sulit dibendung jika Honda mampu mengatasi masalah akselerasi motor RC213V di sisa musim.
Bagaimana dengan Jorge Lorenzo?
Lorenzo kini mulai tertatih-tatihz.
Pada enam seri awal, Lorenzo mengantongi tiga kemenangan dan dua kali jadi runner up.
Meskipun sempat sekali gagal finis di GP Argentina
Nama Lorenzo masih jadi favorit dalam perburuan gelar lawan Marquez dan Valentino Rossi. Namun penampilan Lorenzo di tiga seri terakhir kemudian mengubah segalanya.
Lorenzo tampil buruk dan hanya mendapatkan tambahan tujuh poin dari tiga seri selanjutnya. .
Langkah Lorenzo yang tertatih-tatih dimulai di GP Catalonia ketika dirinya mengalami insiden tabrakan dengan Andrea Iannone.
Lorenzo harus mengakhiri balapan dengan tangan hampa dan rela posisinya di nomor urut satu digusur oleh Marquez.
Di dua seri selanjutnya, Lorenzo yang berupaya kembali mengejar Marquez di klasemen justru terkendala hujan. Lorenzo sudah lebih dulu kalah oleh hujan dan ia pun bahkan tak sempat bersaing dengan Marquez di lintasan.
Performa Lorenzo saat hujan, baik di GP Assen maupun GP Jerman, terbilang sangat buruk. Di Belanda, Lorenzo harus puas memulai lomba di posisi sebelas.
Dengan posisi jauh di belakang, Lorenzo sulit untuk bisa langsung melesat ke depan. Manuver Lorenzo semakin terhambat lantaran dirinya tak kuasa menaklukkan trek di saat hujan.
Lorenzo kemudian mendapatkan ‘hadiah hiburan’ lantaran banyak pebalap di depannya yang terjatuh sehingga ia mampu finis di posisi kesepuluh pada akhir perlombaan.
Nasib sial Lorenzo berlanjut setelah GP Jerman kembali diguyur hujan.
Sepanjang perlombaan, Lorenzo tak mampu memacu motornya dengan maksimal dan merangsek maju ke depan.
Lorenzo sendiri mengakui bahwa dirinhya masih bermasalah dalam adaptasi terhadap ban michelin di kala hujan.
“Saya harus melakukan sesuatu, terutama terhadap ban Michelin ketika hujan.”
“Dengan bridgestones, saya bisa tetap bersaing memperebutkan gelar juara meskipun kondisi hjujan, atau setidaknya duduk di peringkat kelima. Namun kali ini, saya benar-benar kesulitan,” tutur Lorenzo.
Hujan benar-benar jadi musuh lain Lorenzo di balapan musim ini. Di GP Argentina tempat Lorenzo gagal finis untuk kali pertama juga dilangsungkan saat hujan.
Buruknya adaptasi Lorenzo terhadap ban Michelin di kala hujan semakin diperparah oleh lambatnya Lorenzo untuk masuk pitstop dan mengganti motor.
“Saat perlombaan, kecepatan saya terus meningkat, namun begitu lintasan kering, saya sulit mengontrol ban depan. Saya pun telat mengambil keputusan untuk masuk pitstop dan juga ban intermediate yang dipilih bukan merupakan opsi terbaik.”
“Jelas saja saya tidak kompetitif. Kami tak mempersiapkan diri dengan baik untuk mengambil langkah tepat pada sebuah momen,” kata Lorenzo.
Meski tertinggal 48 poin, Lorenzo mengaku belum menyerah dalam upayanya memburu Marquez di sembilan seri tersisa.
“Tidak. Kejuaraan musim ini tak akan berakhir bagi saya sampai saya tak lagi mampu mengejar Marquez secara matematis,” kata juara dunia tiga kali ini.