Aplikasi video pendek Byte–besutan pendiri Vine, Dom Hofmann–yang baru saja rilis beberapa hari lalu, diserbu banyak komentar spam dari bot.
Sontak, sebagian besar pengguna langsung mengeluh tentang beberapa komentar spam yang mampir di posting-an mereka.
Mengutip laman Inputmag, Rabu Hofmann mengklaim bahwa timnya sudah mengetahui masalah ini dan sedang berusaha keras untuk mengatasinya.
“Ini adalah prioritas utama kami dan kami sangat berkerja keras untuk mengatasinya,” ucapnya.
Belum lama ini Hofmann membagikan sebuah posting-an di forum komunitas yang membahas mengenai spam like dan komentar palsu.
“Kami menyadari masalah ini dan seharusnya akan terasa lebih baik daripada 24 jam yang lalu dan harus terus membaik selama beberapa saat ke depan,” tulis Hofmann.
“Kami akan membuat perubahan yang lebih dramatis pada komentar, termasuk kemampuan menyukai komentar dan kemampuan untuk memblokir/memfilter/membatasi komentar,” sambungnya.
Kejadian ini memang sangat disayangkan karena menodai Byte sebagai platform baru dan modern, yang seharusnya lebih baik dan lebih aman.
Pendiri Vine, Dom Hofmann, meluncurkan sebuah aplikasi berbagi video pendek bernama Byte.
Mengutip laman The Verge, Selasa (28/1/2020), Hofmann mengembangkan aplikasi itu sebagai suksesor Vine. Ia menyebut, aplikasi Byte sudah tersedia di iOS dan Android.
Lalu, apa bedanya dengan TikTok? Byte, seperti Vine, hanya menawarkan video pendek berdurasi enam detik, sedangkan TikTok 15 detik dan dapat dirangkai hingga satu menit.
Basis penggunanya pun juga sangat berbeda. Dolaporkan Insider, beberapa pengguna Vine yang terkenal secara resmi telah bermigrasi ke Byte dan mereka secara blak-blakan tidak menyukai TikTok.
Kategori ‘Komedi’ sangat disukai dan berkembang biak dengan pesat di TikTok, dan video TikTok tidak disambut dengan hangat oleh pengguna Byte.
Pun demikian, pengguna TikTok bisa memilih kategori yang bisa diatur sesuai keinginan, mulai dari vlog, food, dance, sports, DIY, hingga animals. Ini membuat pengguna dapat lebih inovatif.
Sayangnya saat Tekno Liputan6.com mencoba mengunduh Byte di Play Store Android, terdapat keterangan bahwa Byte belum tersedia di Indonesia.
Aplikasi ini sebenarnya sudah tersedia dalam versi beta selama beberapa waktu. Namun, ia baru dirilis sekarang ini sebagai sebuah kejutan.
Sekadar informasi, Hofmann telah mengembangkan Byte selama beberapa tahun. Dia membuat Byte setelah berhenti dari Vine, beberapa waktu setelah platform tersebut diakuisisi Twitter.
Mengutip laman The Verge, Hofmann mengembangkan aplikasi itu sebagai suksesor Vine. Ia menyebut, aplikasi Byte sudah tersedia di iOS dan Android.
Sayangnya saat mencoba mengunduh Byte di Play Store Android, terdapat keterangan bahwa Byte belum tersedia di Indonesia.
Aplikasi ini sebenarnya sudah tersedia dalam versi beta selama beberapa waktu. Namun, ia baru dirilis sekarang ini sebagai sebuah kejutan.
Sekadar informasi, Hofmann telah mengembangkan Byte selama beberapa tahun. Dia membuat Byte setelah berhenti dari Vine, beberapa waktu setelah platform tersebut diakuisisi Twitter.
Hoffman kerap membagikan informasi tentang perkembangan dari aplikasi yang dibuatnya itu sejak November 2018. Bahkan, dia sempat menjanjikan Byte akan dirilis tahun lalu.
Byte sendiri sebelumnya digadang-gadang akan mengusung nama V2. Namun akhirnya diberi nama Byte pada Mei 2018.
Nama Byte mungkin sedikit membingungkan bagi sebuah platform video, pasalnya nama Byte mirip dengan Bytedance, induk perusahaan TikTok.
Hoffman dalam sebuah wawancara dengan TechCrunch menyebut, Byte akan memperkenalkan mekanisme berbagi pendapatan untuk membantu kreator mendapatkan uang hasil atas hasil kreasinya. Aplikasi ini juga akan menjadi sebuah platform beriklan.
“Kami melihat semua itu, namun kami akan mulai dengan pembagian pendapatan ditambah dengan dana kami sendiri,” kata Hoffman.
Nantinya akan ada detail lebih lanjut terkait berjalannya pembagian pendapatan ini.