Facebook kembali dengan kreasi barunya lewat proyek barunya yang diberi nama Facebook Journalism Project yang akan mengubah cara pengguna mengonsumsi berita.
“Program ini bertujuan menciptakan jalinan yang kuat antara Facebook dan industri media,” tulis laman resmi Facebook Jumat, 13 Januari 2017.
Proyek ini memberikan tiga pendekatan untuk berita-berita yang dibagikan lewat Facebook terkait cara membuat dan mengonsumsi berita.
Pertama, akan ada produk berita yang dibuat secara kolaboratif.
Produk-produk Facebook dan tim engineering akan saling terhubung untuk membuat format baru cara menceritakan berita, memproduksi berita-berita lokal, membuat model bisnis baru bagi penerbit, dan sebagainya.
Kedua, Facebook juga berjanji memberikan pelatihan dan tools baru bagi jurnalis, termasuk kursus e-learning untuk produk-produk Facebook, tool, dan layanan yang ditujukan bagi anggota media.
Sementara itu, yang ketiga, proyek Journalism Project ini diharapkan bukan hanya bermanfaat bagi jurnalis saja, melainkan juga pembaca.
Facebook akan membuat cara baru menyajikan informasi kepada penggunanya sehingga mereka bisa memilih berita-berita apa yang ingin mereka baca dan menciptakan perbincangan bermanfaat tentang topik yang mereka sukai.
“Ini baru usaha awal kami dalam hal jurnalisme, masih banyak lagi yang akan kami lakukan,” ujar Fidji Simo, Director of Product di Facebook.
Langkah Facebook untuk mengubah cara pengguna mengunsumsi berita ini sesuai dengan kebijakan besar mereka untuk menghambat kritik untuk urusan pemberitaan.
Mulanya pada awal tahun ini, ketika tim editorial Facebook dilaporkan sering memilih berita sensasional sebagai yang terpopuler.
Padahal berita terpopuler semestinya merujuk pada banyaknya berita diklik.
Alhasil, Facebook memecat oknum di tim editorialnya dan memperbaiki sistem pemilihan berita terpopuler berdasarkan algoritma khusus.
Baru-baru ini, tepatnya pasca Pemilihan Presiden AS, Facebook kembali dicerca. Jejaring sosial tersebut dituduh berkontribusi memenangkan Donald Trump.
Sebab, ada berita palsu yang jadi viral di Facebook dan menguntungkan Trump. Lagi-lagi Facebook berjanji akan memperbaiki aliran berita di linimasa.
Realisasi janji itu akhirnya dibeberkan pada Jumat (16/12/2016), lewat sebuah keterangan resmi yang diterima KompasTekno. Berikut selengkapnya.
Pertama, proses pelaporan dipermudah. Setiap artikel yang ada di linimasa Facebook kini dilengkapi dengan fitur pelaporan. Letaknya di sudut kanan atas layar.
Jika suatu artikel mengandung unsur penyebaran kebencian, hoax, atau spam, pengguna bisa langsung melaporkannya ke Facebook. Ada beberapa alasan template yang bisa dipilih untuk memperkuat laporan.
“Kami sangat bergantung pada Anda sebagai komunitas kami dalam membantu mengatasi permasalahan ini,” kata VP News Feed Facebook Adam Mosseri.
Kedua, memperingati pengguna ketika hendak membagi berita-berita yang diperdebatkan. Untuk yang satu ini, Facebook bekerja sama dengan organisasi pihak ketiga.
Organisasi bernama International Fact Checking Code tersebut akan mengidentifikasi laporan yang dianggap sensasional dan mengabaikan fakta.
Selanjutnya, berita tersebut tetap bisa ada di linimasa, namun disisipkan tautan artikel yang benar.
Pengguna juga masih bisa membagikannya ke khalayak yang lebih luas, tapi akan ada peringatan dari Facebook bahwa berita itu diragukan kebenarannya. Selain itu, artikel yang ditandai tak bisa meraup duit dari iklan.
Ketiga, berbagi informasi benar. Facebook berasumsi bahwa semakin banyak berita disebar dan tak menimbulkan kontroversi, maka semakin tinggi tingkat kebenaran berita itu.
Makanya, berita-berita yang banyak disebar dan tak memicu kebencian akan lebih banyak terpatri di linimasa Facebook ke depannya.
Keempat, memutus insentif untuk penyebar berita palsu. Facebook sadar bahwa situs hoax bukan semata-mata untuk menggiring opini publik, namun juga untuk mendapat keuntungan finansial.
Dalam hal ini, Facebook telah mengeliminasi kemampuan pembelian domain yang sifatnya menipu, sehingga mengurangi prevalensi dari situs-situs yang berpura-pura sebagai media sesungguhanya.
Media sosial itu juga sesumbar tengah menganalisis situs penerbit untuk mendeteksi tindakan penegakan jika dibutuhkan.
“Penting bagi kamu untuk memastikan bahwa segala hal yang Anda lihat di Facebook adalah otentik dan bermakna,” Mosseri menuturkan.