“BusinessInsider,” hari ini, Senin, 14 Maret 2016, menulis bahwa Facebook telah mematenkan software untuk mengidentifikasi bahasa slang dari percakapan para penggunanya.
Setelah teridentifikasi, bahasa-bahasa slang kemudian dihimpun ke perpustakaan kata bertajuk “social glossary”.
Bahasa “slang” yanfd dulu dikenal dengan “slanker,” dimiliki oleh tiap kelompok pertemanan dan biasanya mereka pakai sendiri untuk berkomunikasi
Bahasa ini hanya dipahami anggota kelompok.
Bahasa “slang” ini, beberapa di antaranya, jadi populer untuk khalayak umum.
Sebut saja sengan kata “jayus”, atau akronim “baper” dan “mager”.
Namun, memopulerkan bahasa slang butuh waktu lama.
Hal inilah yang agaknya memicu Facebook mematenkan sebuah software khusus
Di akun Facebook, bahasa slang diidentifikasi dengan menggunakan sistem seleksi.
Awalnya, software akan menangkap kata-kata yang diobrolkan di Facebook dan tak memiliki arti.
Kata-kata tersebut kemudian dipelajari penggunaannya pada kalimat agar menemukan konteks.
Setelahnya, barulah kata beserta makna slang itu dimasukkan ke “social glossary”.
Belum dijelaskan secara spesifik apa maksud Facebook mematenkan software tersebut.
Apakah Facebook akan mengomersialkan perpustakaan bahasa slang tersebut atau ingin meningkatkan kemampuan predictive text pada platform miliknya.
Belum jelas pula apakah paten tersebut akan segera digelontorkan sebagai fitur baru, atau hanya akan berstatus sebagai paten hingga waktu tertentu.
Dengan menggunakan bahasa “slang” Facebook dituduh sebagai sebuah media perusak bahasa.
Sebelum telah muncul kritik terhadap penggunaan bahasa di Facebook.
Yang anehnya, bahasa yang rusak itu katanya justru dianggap sebagai kreativitas.
Penutur bahasa dalam dunia maya memang kreatif, tapi kalau rusak-rusakan kok dibilang kreatif
Dunia maya juga memunculkan sosok yang mudah berubah dalam satu waktu.
Identitas dalam dunia maya itu mudah diubah sehingga kalau kita mau, apa saja bisa, bahkan bicara dengan sekian orang dengan karakter berbeda juga bisa, apalagi mengubah status di Facebook itu juga sangat mudah.
Kerusakan bahasa dan mudahnya perubahan identitas dalam dunia maya itu melahirkan generasi yang berani bersikap dan asosial atau individualis.
Bagaimana tidak dikatakan asosial, karena ayah, ibu, dan anak mengetahui kegiatan masing-masing hanya lewat dunia maya.
Di dalam Facebook, si anak bilang saya sedang mandi, si ibu bilang kalau dirinya sedang makan, dan sebagainya