Google secara berterus terang mengakui hingga kini belum menemukan solusi untuk menetralisir berita hoax yang menyebarkan kebencian di internet.
Rilis Google ini, seperti ditulis laman situs “speedweek,” Kamis, 15 Desember 2016, untuk menjawab tuduhan bahwa aplikasi pencarian informasi paling top itu berkontribusi terhadap maraknya tren tersebut.
“Kami menyadari kasus ini,” ujar Tony Keusgen, petinggi Google.
Menurut dia, Google sebagai platform selama ini cuma berperan sebagai penghimpun sehingga tak bisa mengontrol berbagai informasi yang diunggah netizen ke internet.
“Ada pihak-pihak tertentu yang memasukkan informasi palsu di internet dan terhimpun di Google. Kami belum bisa mengontrol itu,” katanya
Meski demikian, ia mengatakan Google sebisa mungkin merekomendasikan informasi yang akurat di hasil pencarian teratas.
Di Google News kami bekerja sama dengan teman-teman media yang kredibel. Tujuannya supaya ketika netizen mencari berita tertentu, yang muncul paling atas adalah berita-berita faktual dan terpercaya.
Untuk pencarian mobile, Google juga menyematkan teknologi Accelerated Mobile Pages (AMP) khusus bagi orgnanisasi media yang kompeten.
Fungsinya untuk meringankan artikel ketika dibuka netizen.
Kalau website media kredibel dibuat ringan, netizen juga akan cenderung memilih membuka artikel-artikel itu.
Selama ini berita hoax telah menjadi komoditas.
Banyak orang yang sengaja membuat situs berita hoax untuk meraup pendapatan.
Bagi Google penyebaran berita hoax akan menjadi perhatian ke depannya.
Sebab, pada dasarnya raksasa mesin pencari tersebut bertujuan mempermudah masyarakat mencari informasi benar tentan apa saja.
Untuk itu masyarakat umum juga berperan aktif untuk memberantas berita hoax, apalagi yang mencari duit dari situ. Situs-situs yang menyematkan AdSense bisa dilaporkan dengan mencantumkan flag agar dikaji lebih jauh oleh Google.
Tidak hanya Google yang jadi pesakitan sebagai penyebar berita hoax, Facebook juga dituduh sebagai tukang sebar fitnah
Menanggapi ramainya tuduhan ke Facebook, CEO Mark Zuckerberg menegaskan beritahoax cuma satu persen dari keseluruhan akses berita di aplikasinya.
“Kami tak mau ada berita hoax di Facebook. Tujuan kami adalah memberikan konten berita yang bermakna dan akurat,” kata dia, sebagaimana dilaporkan BBC
Masalahnya, sebuah hasil studi menunjukkan berita hoax lebih cepat menyebar di internet.
Ketika ada klarifikasi atau follow up bahwa berita itu tak benar, warga maya sudah terlanjur percaya pada berita awal.
Gaung beritanya pun tak segencar berita hoax yang lebih dahulu viral.
Sebab, rata-rata berita klarifikasi tak se-viral berita pertama yang akurasinya kurang. Hal ini disadari Zuckerberg.
Ia sesumbar Facebook telah berupaya mengikis berita hoax dengan fitur flag dan berjanji akan meningkatkan kinerja layanan.
“Kami telah merilis fitur flag yang memungkinkan pengguna melaporkan berita palsu atau hoax. Masih banyak upaya kami ke depan. Setidaknya kami terus berprogres dan akan selalu meningkatkan layanan,” ia menuturkan.
“Saya yakin kami akan menemukan banyak cara untuk memberikan konten kredibel. Tapi saya juga percaya yang terpenting kita semua harus berhati-hati menyaring informasi untuk diri kita sendiri,” ia menjelaskan.
Associate profesor di University of North Carolina, Zeynep Tufekci mengatakan, ada berita hoax yang jadi viral di News Feed.
Tidak hanya Google dan Facebook yang jadi sasaran berita hoax.
Laman situs paling prestesius, Wikipedia, seperti diungkapkan editornya, menemukan artikel hoax yang sudah bertengger selama sepuluh tahun di layanan online tersebut.
Temuan itu sekaligus mencatat rekor baru dalam sejarah Wikipedia.
Pasalnya, selama ini belum pernah ada artikel palsu yang bertahan di Wikipedia hingga satu dekade. Tepatnya, artikel itu dibuat sejak 2005 silam.
Laman situs businessInsider, mengungkapkan, artikel hoax yang dimaksud bercerita tentang karakter fiktif bernama Jack Robichaux.
Robichaux digambarkan sebagai pemerkosa berantai pada abad ke-19. Ia melancarkan aksinya di sekitar New Orleans, Louisiana, AS.
Selain sebagai pemerkosa, Robichaux juga merupakan musisi jazz andal yang dikenal di New Orleans. Kejahatannya pun seakan telah menjadi rahasia umum kala itu.
Nyatanya, memang benar ada musisi jazz yang bernama belakang Robichaux. Lebih spesifik, ia adalah John Robichaux. Beda John, beda pula Jack Robichaux yang tak lain adalah rekayasa utuh.
Kisah dramatis sang pemerkosa berantai dibuat dua sahabat, Bill Maas dan Van Robichaux. Saat membuat kisah pemerkosa berantai itu, keduanya masih berkuliah di Washington University, AS.
Menurut Maas, ia dan kawannya memang sengaja membuat artikel fiktif atas motif iseng. Sebelum membuat cerita Jack Robichaux, mereka sudah beberapa kali mengunggah artikel bohong. Semuanya lantas berumur pendek.
Hanya kisah Jack Robichaux yang bertengger lama. “Kami hanya ingin menyajikan informasi palsu di Wikipedia, lebih kurang sebagai tantangan. Kami sudah coba pada banyak artikel berbeda sebelumnya, tetapi selalu gagal,” kata Maas.
Calamondin12 telah meminta pengelola sistem Wikipedia untuk menghapus artikel tersebut pada Agustus silam dengan alasan kurang bukti nyata dan rujukan yang tak benar.
Alhasil, saat ini artikel tentang Jack Robichaux di Wikipedia sudah diberi isyarat penghapusan.