Pemblokiran terhadap situs web berbagi video Vimeo.com oleh Kekominfo merupakan dampak dari ketidakjelasan kebijakan pemerintah terhadap produk konten negatif di Indonesia.
Ketidakjelasan ini berasal dari diabaikannya keikutsertaan serta pemberitahuan terhadap pemilik produk sehingga , beberapa penyedia jasa internet atau internet service provider masih belum serentak memblokirnya.
Sejak Minggu lalu, Telkom telah menutup akses video Vimeo.com, sedangkan Indosat, Telkomsel, XL Axiata, dan First Media, hingga tadi malam, senin WIB, 11 Mei 2014, masih membuka aksesnya.
Layanan berbagi video Vimeo.com tidak bisa diakses pada 10 Mei 2014 di sejumlah jaringan penyedia jasa internet. Pemerintah telah memutuskan untuk memasukkan konten Vimeo dalam daftar situs web yang wajib diblokir.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan telah mengirim surat kepada pengelola Vimeo.com untuk memblokir konten pornografi di Indonesia.
Namun, pihak Vimeo mengaku belum mendapatkan surat dari pemerintah Indonesia.
Hal ini terungkap dari percakapan akun Twitter Vimeo dengan warga Indonesia, @cho_ro. Akun @matriphe juga memberi tautan siaran pers pemblokiran Vimeo oleh Kemenkominfo.
Vimeo mengklaim tidak ada pejabat Indonesia yang menghubungi mereka. “@matriphe Thanks for sending! Wish we could do something, but it seems to be out of our control. No officials have contacted us about it,” tulis Vimeo.
Melalui Twitter, pengelola Vimeo juga melakukan jajak pendapat cepat terkait pemblokiran yang dilakukan penyedia jasa internet Telkom.
Saat ditemui, Tifatul mengatakan, bahwa banyak konten pornografi di Vimeo. Ia juga mengatakan kebijakan konten pornografi di Vimeo bertentangan dengan UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi di Indonesia.
Vimeo melarang video pornografi atau konten yang secara eksplisit menampilkan aktivitas seksual namun membolehkan konten pornografi berupa ketelanjangan yang bukan aktivitas seksual.
“Ini jelas melanggar UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Kalau UU kita kan memasukkan pornografi sebagai konten yang memperlihatkan ketelanjangan, memperlihatkan kelamin, dan hubungan seksual. Nah, Vimeo menilai konten macam itu wajar karena dianggap seni,” tegas Tifatul.
Ia menambahkan, akan tetap memblokir akses ke situs web Vimeo di Indonesia jika pengelola tidak mau memblokir konten pornografi.
Pakar hukum siber Megi Margiyono dari Indonesia Online Advocacy, telah lama mengkritisi sistem blokir konten internet yang tidak jelas ini.
“Dalam pemblokiran Vimeo ini, contohnya, kenapa hanya ISP tertentu saja yang dapat perintah blokir? Sementara ISP lain ada yang tidak terima? Kalau itu perintah, seharusnya diterima semua ISP,” tegas Megi.
Megi menilai Vimeo banyak menyediakan konten positif, sehingga sangat disayangkan jika pemerintah memblokir situs tersebut. Jika ada konten yang dianggap negatif, lanjutnya, seharusnya Kemenkominfo mengirim permintaan agar video terkait saja yang diblokir, bukan malah memblokir situs webnya.
Saat ini Kemenkominfo sedang membuat Rancangan Peraturan Menteri (RPM) terkait pemblokiran konten negatif di internet. Namun, RPM tersebut mendapat kritik dari aktivis internet, karena dianggap mengancam kebebasan berekspresi dan ada hal yang tidak didasarkan pada kepastian hukum yang jelas.
Para aktivis berpendapat harus ada kontrol dalam aksi blokir atau filtering yang dilakukan pemerintah agar tidak menyalahgunakan kekuasan dan menimbulkan bias politik. Upaya pemblokiran konten internet tersebut juga harus dipertanggungjawabkan ke DPR.