Kabar terbaru datang dari Instagram. Aplikasi yang mengkhususkan diri dengan tampilan foto ini bakal menghapus fitur peta digital alias Photo Map pada platform-nya.
Apa penyebab Instagram menghapur fitur tersebut?
“Tak berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pengguna berbagi momen,” tulis blog resmi Instgram, Kamis, 08 September 2016..
“Photo Map tak digunakan secara masif, jadi kami putuskan akan menghapusnya dan fokus pada prioritas lain,” kata juru bicara Instagram, sebagaimana dilaporkan Mashable
Penghapusan fitur tersebut dilakukan secara perlahan.
Saat ini baru segelintir pengguna yang sudah merasakan hilangnya fungsi Photo Map.
Sejatinya, fitur tersebut berfungsi mengklasifikasikan foto yang dibidik berdasarkan lokasi penjepretannya.
Fitur ini terletak di bawah deskripsi profil, tepatnya di samping kiri fitur Photos of You.
Ketika membuka Photo Map, Anda akan melihat ilustrasi peta digital beserta foto-foto Anda yang tersebar di titik-titik tertentu.
Meski tak sama, Photo Map pada dasarnya memiliki mekanisme yang mirip dengan aplikasi check-in lokasi Foursquare. Intinya menginformasikan lokasi.
Aplikasi-aplikasi demikian memang mulai pudar popularitasnya. Tren sekarang merujuk pada aplikasi berbasis video untuk membagi cerita real-time, misalnya Snapchat dan Periscope.
Baru-baru ini, Instagram juga menghadirkan fitur baru bertajuk Instagram Stories yang serupa dengan Snapchat.
Tak cuma Instagram, media sosial lain seperti Facebook dan Twitter juga semakin agresif menggarap fitur video.
Masih ingat dengan jurnal perjalanan bertanda pagar #FollowMeTo? Tanda pagar tersebut berawal dari jurnal perjalanan Murad Ossman dan kekasihnya saat mengelilingi dunia.
Bukannya mengunggah foto saat berada di berbagai daerah wisata dunia, Murad dan kekasihnya justru membuat sesuatu yang unik di Instagram.
Mereka membuat foto yang disertai tanda pagar #FollowMeTo dengan foto sang wanita tampak punggung dan terlihat sedang menggandeng tangan Murad.
Foto-foto tersebut diunggah di akun Instagram Murad.
Tanda pagar tersebut pun beken dan mengemuka di Instagram. Banyak pelancong berusaha mereka ulang adegan romatis tersebut dan mengunggahnya dengan tanda pagar serupa.
Kini, tanda pagar tersebut kembali heboh, tetapi bukan dengan foto atau konsep tandingan yang lebih romantis.
Kehebohan yang terjadi justru karena sepasang kekasih asal Taiwan, yaitu Forrest Lu dan Agnes Chien, melakukan reka ulang #FollowMeTo dengan membuat foto parodi yang kocak.
Dalam setiap foto perjalanan keliling dunia, Lu digambarkan sebagai seorang suami yang diseret ke sana kemari oleh istrinya.
Saat menyeret Lu, Chien sama sekali tak memegang tangan pasangannya. Jemari Chien justru ditambatkan pada lubang hidung, rambut, atau daun telinga Lu. Semuanya diabadikan menggunakan pose serupa dengan #FollowMeTo versi Murad Ossman.
Foto-foto Lu dan Chien diunggah ke akun Facebook. Foto mereka sudah dibagikan
Instagram dijadikan sebagai obyek penelitian untuk menganalisa perilaku seseorang berdasar usianya.
Penelitian itu dilakukan oleh tim dari Pennsylvania State University, AS.
Profesor Dongwoon Lee selaku anggota peneliti mengatakan bahwa pengguna Instagram golongan remaja cenderung mendewakan jumlah Like pada postingan Instagram mereka, sebagaimana dilaporkan Engadget.
Remaja juga kerap melihat-lihat kembali foto-foto lama yang telah diunggah. Jika dirasa tak lagi relevan, mereka akan menghapus foto-foto lama itu.
Intinya, remaja sangat memperhatikan citra di media sosial. Menurut Lee, hal ini tak lain dipicu oleh hasrat untuk mendapat perhatian dari netizen luas.
“Remaja ingin menjadi terkenal sehingga mereka sangat memantau berapa Like yang diterima,” kata dia.
Mereka percaya bahwa Like adalah elemen paling menentukan popularitas seseorang. Demi mendapat Like banyak, remaja juga suka memberi Like ke postingan orang lain.
Alhasil, kebanyakan orang yang meraup Like banyak di Instagram adalah mereka yang teridentifikasi sebagai remaja atau public figure.
Remaja juga lebih suka berinteraksi dan mengomentari postingan orang lain untuk mendapat imbalan serupa. Sementara itu, orang dewasa lebih pelit untuk urusan-urusan demikian.
Dari segi jumlah konten, remaja lebih sedikit mengunggah foto ketimbang orang dewasa.
Mereka sangat memikirkan segala hal sebelum memutuskan mengunggah suatu konten. Pasalnya, mereka khawatir jika konten tertentu tak meraup banyak Like.
Prinsip itu berbeda dengan prinsip orang dewasa yang lebih cuek. Rata-rata orang dewasa akan mengunggah foto apa saja jika sedang ingin, tanpa didasari ambisi meraup Like banyak.
Temuan-temuan tim Penn State University diambil dari hasil pengamatan pada 500 juta pengguna Instagram.
Mereka menggunakan API tertentu untuk mengidentifikasi perilaku netizen di platform berbagi foto tersebut.