Twitter kembali mengambil langkah besar dengan mengedepankan etika dalam bersilancar di internet dan berjanji akan mengenyahkan mereka yang diduga sebagai troll dengan meminta lebih banyak pengguna mengidentifikasi diri mereka melalui verifikasi telepon.
“Twitter telah memulai langkah mengatasi troll internet. Mereka yang mengirim pesan dengan tujuan membuat kemarahan atau kegaduhan akan dienyahkan . Kami sudah memulai serangkaian langkah selama setahun ini,” kata Kepala Twitter Eropa, Bruce Daisley, seperti dikutip “ubergizmo, Kamis, 31 Desember 2015.
Berbicara kepada koran Inggris terkenal “The Independent,” Daisley mengatakan lebih banyak upaya telah dibuat untuk keselamatan pengguna dibandingkan masalah lainnya.
“Langkah-langkah yang kami tempuh berkorelasi langsung dengan pengurangan jumlah perilaku buruk,” katanya.
Serangkaian pengguna Twitter yang terkenal telah berhenti menggunakan Twitter akibat penyalahgunaan secara online.
“Itu memungkinkan kita untuk memberitahu pengguna bahwa apa yang mereka lakukan di sini ada di dunia nyata,” kata Daisley.
Implementasi dari verifikasi telepon -di mana pengguna dikirim kode angka yang harus mereka ketik sebelum dapat mengakses situs- juga memungkinkan Twitter untuk memeriksa apakah orang tersebut memiliki akun Twitter lain yang telah ditangguhkan akibat penyalahgunaan, jelas Daisley.
Pengguna juga diberikan alat-alat baru untuk memblokir troll dan mereka didorong untuk berbagi daftar pihak-pihak yang mereka blokir, lapor surat kabar tersebut.
Daisley mengatakan langkah-langkah itu membuat orang merasa lebih aman.
Febuari lalu, Kepala Eksekutif Twitter saat itu Dick Costolo mengakui perusahaan itu “parah” ketika menyangkut penyalahgunaan layanan dan trolling.
Putri aktor Robin Williams contohnya, tidak lagi menggunakan Twitter dan mengatakan ia disalahgunakan oleh pengguna lain setelah kematian ayahnya.
Dan Sara Payne, yang putrinya Sarah diculik dan dibunuh pada lima belas tahun lalu, mengungkapkan dia memutuskan untuk tidak lagi menggunakan jaringan media sosial tersebut setelah bertahun-tahun dilecehkan secara online.
Bersamaan dengan langkah mengenyahkan “troll,” Twitter juga memeringatkan sejumlah pengguna bahwa mereka mungkin jadi salah satu korban pelanggaran privasi lantaran jadi target penyadapan.
Ini merupakan kejadian di mana Twitter pertama kali memperingatkan pengguna terkait kemungkinan penyadapan oleh pemerintah.
Organisasi non-profit asal Kanada, Coldhak (@coldhakca), merupakan salah satu yang menerima peringatan tersebut dari Twitter.
Dalam kicauannya, organisasi memperlihatkan email yang dikirim oleh Twitter,
“Kepada @coldhakca,
Sebagai tindakan pencegahan, kami ingin memperingatkan bahwa akun Twitter Anda menjadi salah satu dari sekelompok kecil akun yang mungkin menjadi target dari aktor yang didukung oleh sebuah negara.
Peringatan serupa juga sempat dikeluarkan oleh Facebook dan Google kepada penggunanya, sehubungan dengan semakin meningkatnya penyadapan yang dilakukan untuk mencuri informasi atau alat-alat intelektual.
Sejauh ini, negara-negara seperti Amerika Serikat, China, dan Korea Utara, diketahui menjadi negara-negara yang seringkali meminta informasi pengguna dan mereka dituduh kerap memakai teknologi canggih untuk mendapatkan informasi tersebut.
Menurut James Lewis, ahli keamanan siber dari Center for Strategic and International Studies, Washington D.C., penyerang yang mendapat dukungan dari pemerintah memiliki sumber daya yang lebih besar dalam melakukan tindakan penyadapan bila dibandingkan dengan kelompok peretas pada umunya.
Lewis menambahkan, mereka juga bisa menggunakan banyak alat ukur lain, seperti agen manusia atau penyadapan komunikasi untuk bisa dengan sukses menembus sistem keamanan yang ada.
Tahun lalu, Sony Entertainment yang mengalami penyadapan besar-besaran berhasil mengungkap bahwa terdapat kelompok peretas yang bekerja untuk pemerintah Korea Utara, sebagaimana ditelusuri FBI.
Internet, khususnya komunikasi melalui media sosial memang telah menjadi salah satu platform komunikasi yang cukup kontroversial karena telah digunakan sebagai media komunikasi kejahatan siber.
Kelompok peretas Anonymous juga telah mendeklarasikan perang dengan ISIS melalui internet pasca serangan di Paris pada 13 November dengan melakukan peretasan berbagai akun Twitter dan platform lainnya yang digunakan kelompok teroris untuk menyebarluaskan propaganda mereka.
Meskipun sejauh ini Twitter belum mengetahui informasi apa saja yang berhasil diambil tim peretas yang berlindung di balik ‘kepentingan pemerintah’, namun penyelidikan masih terus dilakukan oleh Twitter yang sampai saat ini belum memberikan respon apapun terkait kasus ini.
Langkah lain yang dilakukan Twitter untuk menjaga keamanan pengguna adalah merekrut Jeffrey Siminoff untuk menduduki jabatan wakil presiden bidang keberagaman dan penyertaan untuk mengurus isu toleransi dalam layanan mereka.
Kepala sumber daya manusia Twitter, Brian Schipper, mengatakan Siminoff mulai bekerja di jejaring sosial itu pada Januari tahun ini.
Ia menggantikan posisi Janet Van Huyssse yang telah bekerja enam tahun di Twitter.
Kehadirannya di Twitter diharap bisa membawa pembaruan mengedepankan sifat toleran dalam perusahaan.
Siminoff dikenal sebagai seorang yang peduli dengan isu LGBT. Ia merupakan salah satu pendiri organisasi kepemimpinan LGBT global.
Bukan hanya di dalam perusahaan, tetapi Sininoff juga diharap memberi efek positif bagi layanan Twitter yang dipakai pengguna.
Dalam menyongsong 2016, Twitter diketahui memperbarui peraturan yang mengatur konten soal kebencian dan menekan angka kekerasan di dunia maya, serta memerangi potensi penyalahgunaan Twitter oleh kelompok tertentu, seperti ISIS.
“Kami berkomitmen untuk membuat inklusivitas menjadi landasan budaya kami,” tulis Twitter dalam blog resminya.