Mark Zuckerberg menyebut bahwa kecerdasan buatan kesulitan untuk mendeteksi ujaran kebencian.
Artificial Intellegence malah menurutnya lebih mudah mendeteksi konten yang menunjukkan ketelanjangan dan terorisme ketimbang ujaran kebencian itu.
Sebelumnya saat berbicara di kongres AS, Zuckerberg menyebut perlu lima sampai sepuluh tahun bagi teknologi kecerdasan buatan agar cukup matang agar bisa mengenali dan membedakan ujaran kebencian yang berupa fitnah terkait politik.
“Lebih mudah membangun sistem AI untuk mendeteksi puting ketimbang ujaran kebencian,” tuturnya pada konferensi pers saat mengumumkan pendapatan kuartal pertama Facebook
Selain lebih mudah mendeteksi ketelanjangan, AI juga lebih bisa mendeteksi konten yang bebau terorisme, baik yang terkait ISIS maupun Al-Qaeda ketimbang ujaran kebencian.
Dengan bantuan kecerdasan buatan, Facebook mengklaim secara aktif berhasil menyingkirkan sembilan puluh sembilan persen konten terkait terorisme tanpa mendapat pemberitahuan terlebih dulu dari pengguna.
Namun, membutuhkan waktu bertahun-tahun bagi sistem AI Facebook untuk mengidentifikasi ujaran kebencian.
Perbedaan kemampuan identifikasi yang mencolok ini diaku Zuckerberg sangat membuat frustasi, seperti disebutkan Business Insider.
Sementara kemampuan AI Facebook memang telah dirancang agar media sosial itu otomatis menghapus konten dewasa dan ketelanjangan, demikian diberitakan Engadget.
Facebook semakin agresif dalam menindaklanjuti laporan penyalahgunaan media sosial dengan menghapus ratusan akun dari Rusia yang diduga menjadi pabrik penyebar berita palsu.
Facebok sendiri mengungkapkan sebagian besar akun dan postingan yang dihapus tersebut berasal dari Federal News Agency yang berkedudukan di Rusia.
Menurut perusahaan itu, FAN secara teknologis dan struktural terhubung dengan badan Internet Research Agency yang berkantor di St Petersburg.
Kepala Pelaksana Facebook Mark Zuckerberg mengatakan kepada Reuters, FAN sudah berulangkali menipu dan memanipulasi banyak orang dari berbagai belahan dunia, dan ia tidak akan membiarkan mereka hadir di Facebook.
Perusahaan media sosial terbesar di dunia itu kini tengah mendapat tekanan besar untuk memperbaiki perlindungan privasi terhadap pengguna.
Hal itu terutama setelah munculnya berita sekitar lima pulouh juta informasi pengguna jatuh ke tangan bandan konsultasi politik Cambridge Analytica, yang pernah bekerja untuk tim kampanye Donald Trump.
Zuckerberg mengatakan kini mereka akan menghapus postingan yang bukan hoaks namun disebar oleh akun palsu yang punya sejarah menyebar berita palsu.
“Dari bukti yang kami kumpulkan, jelas organisasi-organisasi itu dikuasai dan dioperasikan Internet Reasearch Agency,” kata dia.
Pada Februari lalu, IRA adalah salah satu dari tiga perusahaan Rusia yang didakwa kejaksaan khusus Amerika Serikat dengan tudingan turut campur dalam pemilu presiden dan mendukung Trump dengan menyebar berita negatif tentang kandidat presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Sebuah media di Rusia pada tahun lalu juga melaporkan FAN dan IRA pernah mempunyai alamat yang sama.
September lalu, Facebook mengatakan Rusia menggunakan Facebook untuk mencampuri politik dalam negeri Amerika Serikat, dengan mengunggah postingan di sosial media melalui akun palsu selama beberapa bulan menjelang pemungutan suara pada dua tahun lalu.
Zuckerberg mengatakan mesin berkecerdasan artifisial yang dikembangkannya telah membantu melacak hubungan postingan-postingan itu dengan IRA.
Dia menegaskan akan segera melakukan hal yang sama jika ada postingan bukan hoaks namun disebar oleh kelompok manipulator seperti IRA.
“Kami akan beroperasi sesuai dengan prinsip kami. Kami tidak akan membiarkan orang-orang membuat akun palsu, dan jika Anda berulangkali membuat akun palsu untuk menyebar kebohongan, maka kami akan menghapus semua akun Anda,” kata Zuckerberg.
Facebook tengah berupaya melacak semua akun dalam jaringan IRA, yang terlibat dalam pendanaan akun-akun pro-Trump, pro-pengetatan perbatasan, dan sejumlah topik-topik lainnya.
Kebijakan terbaru Facebook ini diperkirakan akan mendapat balasan keras dari otoritas internet Rusia.
Pada Oktober lalu, Google sempat menghapus berita-berita FAN dari indeks pencarian mereka. Langkah itu kemudian direspons otoritas media Roskomnadzor yang meminta penjelasan dari Google.
Google tidak lama setelahnya kembali menampilkan FAN dalam indeks pencarian. Facebook mengatakan akun-akun dalam jaringan FAN punya pengikut sekitar satu juta orang di Facebook dan lima ratus ribudi Instagram.