Otoritas MotoGP berada dalam posisi dilematis dan sedikit panik menghadapi ancaman mundur Valentino Rossi dari race balapan usai musim ini dan sedang membujuk “legenda” hidup pebalap asal Italia itu dengan mengkamuflasekan sanksi terhadap “The Doctor” jauh lebih ringan akomodir banding yang diajukan Tim Movistar Yamaha.
Laman situs “moto race,” hari ini, Senin siang WIB, 26 Oktober 2015, menulis tentang kesbikan yang dihadapi otoritas MotoGP terhadap kasus “tendangan” Rossi terhadap Marc Marquez di lap ketujuh lomba seri ketujuh belas di Sepang, Malaysia, Minggu siang WIB, kemarin, 25 Oktober 2015.
“Tendangan” Rossi itu menyebabkan Marquez terjengkang dan gagal melanjutkan lomba. Rossi sudah dinyatakan bersalah dan dihukum dengan pengurangan tiga poin ditambah harus mengikuti balapan terakhir di Valencia Spanyol, dengan start dari paling belakang.
Menurut “motorace,” kepanikan otoritas MotoGP berasal dari pembalikan sikap publik yang menuduh Marquez sebagai provokator yang menyebabkan The Doctor emosional. Awalnya publik menyalahkan Rossi sebagai biang dari jatuhnya Marquez.
Dari seliweran Twitter hari ini, publik terpecah dalam dua kekuatan yang membenarkan dan menyalahkan Rossi. Gelombang dukungan terhadap Rossi makin kencang saja sehingga otoritas MotoGP ketakutan dengan ambruknya popularitas balapan motor ini tanpa “The Doctor.”
Dalam tiga musim terakhir ini MotoGP berhasil mengalahkan lomba Formula One berkat agresifitas Valentino Rossi yang bersaing dengan Marquez dan musim ini dengan Jorge Lorenzo.
“Tanpa Rossi MotoGP akan ambruk popularitasnya. Mereka panik dan membujuk Rossi untuk tidak mundur dari balapan musim mendatang. Rossi adalah pertaruhan MotoGP. Dan siapapun tahu bagaimana melegendanya seorang Valentino,” tulis “motorace.”
Popularitas MotoGP musim 2015 yang tinggal menyisakan satu seri makin memanas membuat publik dunia begitu memperhatikan persaingan MotoGP saat ini.
Direktur Movistar Yamaha, Lin Jarvis pun angkat bicara soal insiden tersebut.
“Saya rasa apa yang terjadi hari ini adalah hasil dari panasnya kompetisi antara Rossi dan Marquez di beberapa seri sebelumnya.”
“ Rossi menyebut Marquez coba ikut serta memengaruhi penentuan juara dunia musim ini dan apa yang kita lihat di lintasan adalah upaya balas dendam Marquez atas ucapan Rossi di media,” tutur Jarvis seperti dikutip dari situs MotoGP.
Menurut Jarvis, apa yang dilakukan oleh Marquez sepanjang perlombaan sama sekali bukanlah sebuah tindakan ilegal. Namun bukan berarti Marquez sama sekali tidak bersalah.
“Kita harus melihat dari sudut pandang yang lebih luas. Semua pasti bisa mempertanyakan tentang gaya balap Marquez di perlombaan ini yang benar-benar secara total ingin mengganggu Rossi.”
“Hal itulah yang membuat Rossi tersulut emosinya dan kemudian terciptanya sejumlah manuver di lintasan sampai pada suatu ketika Marquez menyentuh kaki Rossi dan hal itu menimbulkan insiden yang membuat Marquez terjatuh,” ujar Marquez.
Dalam tayangan ulang yang ada, sesaat sebelum Rossi ‘menendang’ Marquez, pebalap asal Spanyol itu memang terlebih dulu menyenggol Rossi.
Rossi sendiri mengatakan bahwa ‘sentuhan’ Marquez membuat kakinya terpeleset dan sama sekali tidak ada tendangan dari Rossi untuk Marquez.
“Selain dari tayangan ulang, Rossi sendiri sudah berkata hal itu pada saya dan cuplikan gambar mungkin bisa mendukung pernyataan ini.”
“Rossi berkata bahwa badannya disentuh Marquez dan hal ini membuat kakinya terpeleset dari pijakan kaki. Saya sendiri tentunya menilai bahwa berniat menendang RC213V (motor Marquez) dengan bobot 157 kg bukanlah sebuah tindakan bijak,” tutur Jarvis berpendapat.
Meski demikian, Jarvis tidak sepenuhnya menganggap aksi Rossi sebagai sebuah hal yang patut dibenarkan.
“Saya tidak membela aksi Rossi secara berlebihan. Karena itulah Rossi mendapat penalti lantaran juri sudah memutuskan bahwa gerakannya tidaklah sesuai dengan peraturan perlombaan,” ujar Jarvis.
Popularitas MotoGP harus diakui sangat luas, bahkan banyak orang menyamakan aksi Rossi ini dengan apa yang dilakukan i Zinedine Zidane menanduk Marco Materazzi di final Piala Dunia sembilan tahun lalu.
Selepas balapan, meme-meme tandukan Zidane pada Materazzi pun bertebaran. Bahkan ada yang mempelesetkan muka Zidane dengan muka Rossi.
Dalam lintasan sejarah dunia olahraga, Rossi memang bukan atlet pertama melakukan tindakan agresif ketika sedang bermain di panggung tertinggi.
Ketika menanduk Materazzi, Zidane sedang bermain dalam salah satu pertandingan terketat dalam kariernya.
Perancis unggul lebih dahulu lewat penalti Zidane di menit ketujuh, kemudian disamakan oleh Materazzi di menit kesembilan belas. Hingga menit keseratus sepuluh, atau menit ketika wasit mengusir Zidane keluar lapangan, kedua tim terlihat tak bisa menciptakan gol lagi dan pertandingan akan ditentukan lewat drama adu penalti.
Aksi Zidane membuat dirinya tak bisa menjadi salah satu algojo penalti dalam laga tersebut. Perancis kemudian kalah dalam adu tos-tos-an dan Italia yang mengangkat Piala Dunia.
Selain Zidane, dunia olahraga juga pernah menyaksikan aksi Mike Tyson menggigit telinga Evander Holyfield. Partai tersebut memang bukan partai final, tapi aksi gigitan Tyson membuat seluruh publik tinju terkaget-kaget.
Namun aksi agresi paling gila di dunia balapan patut disematkan kepada Ayrton Senna, pebalap Formula 1 sekaligus tiga kali juara dunia asal Brasil.
Di balapan GP Jepang dua puluh lima tahun lalu, Senna dengan sengaja menabrakkan mobilnya kepada mantan rekan setim sekaligus rival terbesarnya, Alain Prost, ketika balapan baru saja melewati tikungan perrtama. Aksi tersebut adalah akumulasi persaingan antarkeduanya yang terbangun sejak tiga tahun sebelumnya.
Akibat aksi Senna tersebut kedua pebalap pun tak menyelesaikan balapan.
Berbeda dengan Rossi yang harus merasakan hukuman penalti karena aksi menendang Marquez, Senna justru mendapatkan keuntungan dan menjadi juara dunia untuk kedua kalinya.