Pidie Jaya masih dicekam “hantu” gempa bersamaan dengan terjadinya dua goncangan secara berturut-turut di pagi Sabtu ini, 10 Desember 2016 Gempa susulan yang cukup keras tersebut terjadi dalam tempo dua jam sebanyak dua kali
Gempa susulan pertama pagi ini terjadi sekitar pukul 6.30 WIB, dan selang satu jam kemudian gempa susulan kembali terjadi pada pukul 7.30 WIB.
“Kedua gempa ini terasa cukup kuat,” kata Hamidah seorang penduduk Mereudu beberapa menit kemudian.
Sejak hari pertama, Rabu lalu, gempa susulan terus terjadi.
Walau guncangan terasa hanya beberapa detik, warga langsung sigap dan keluar dari gedung ataupun bangunan.
Terdengar juga suara gemuruh dari salah satu bangunan yang merupakan sebuah rumah makan. Suara tersebut sempat membuat warga semakin panik dan berhamburan keluar rumah makan.
Setelah beberapa detik gempa tersebut terjadi, situasi mulai kembali normal.
Gempa susulan ini membuat masyarakat Kabupaten Pidie Jaya merasa ketakutan.
Saat gempa susulan itu terjadi, biasanya diikuti dengan kumandang kalimat ‘Laa Ilaa Ha Illallah’ dari warga.
Secara bergemuruh meneriakan kalimat Laa Ilaa Ha Illallah.
Gempa susulan sempat beberapa kali terjadi dengan getaran yang tidak terlalu besar.
“Allahu Akbar” gemuruh para warga setelah gempa susulan tersebut terjadi.
Getaran-getaran kecil juga sempat beberapa kali dirasakan.
Sebelumnya, Kepala bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, mengatakan, gempa susulan tidak akan berlangsung sampai satu minggu, gempa susulan yang biasanya terjadi, akan hilang.
Meski gempa terbilang kecil, warga tetap berhamburan keluar menghindari bangunan.
“Kita khawatir rumah-rumah kita runtuh, karena ada rumah yang sudah retak, takutnya gempa sedikit aja langsung roboh, jadi sedikit gempa pun pasti lari keluar kalau lagi berada di rumah,” ujar Nisa, warga lainnya dari Meurah Dua
Hingga saat ini, sebagian besar masyarakat Pidie Jaya, masih bertahan di posko-posko pengungsian.
Beberapa keluarga bahkan mendirikan tenda seadanya di depan rumah mereka dan bermalam di tenda-tenda tersebut.
Warga khawatir, gempa susulan terjadi pada malam hari di mana saat mereka sedang terlelap tidur.
Warga tidak ingin kembali menjadi korban seperti gempa Rabu pagi pekan lalu di mana sebanyak seratus lebih warga Pidie Jaya dan empat penduduk Bireuen meninggal dunia.
Kini, sebagian warga Pidie Jaya masih tetap bertahan di rumah masing-masing ketimbang tinggal di pengungsian.
Mereka membuat tenda di depan rumah dengan alasa tempat pengungsian terlalu jauh dari tempat tinggalnya, susah memantau isi rumah karena pintu sudah rusak.
Selain jauh tidak mungkin membawa anak-anak yang masih kecil ke tempat pengungsian dan keluarganya memilih tidur di halaman rumahnya yang sudah dibuat dengan tenda seadanya.
Rumah sudah retak semuanya, kadang dua atau tiga jam sekali pasti ada gempa susulan, ini sangat membahayakan.