Perburuan media yang menyeret situs resmi Premier League untuk untuk menuliskan berita “pantangan” tentang “deal” Jose Mourinho ke Stamford Bridge berakhir sudah. Tamatnya spekulasi tentang “singgahan” Jose sebagai pelatih diungkapkan sendiri oleh Si “The Special One” kepada temannya Robert Ashley salah seorang pemilik tabloid “The Sun” sembari ia katakan, “silakan ditulis saya akan melatih Chelsea.”
Laman “web” tabloid “The Sun” langsung menuliskan dengan mantap posisi Jose sebagai manajer Chelsea. The Special One menyatakan bahwa dirinya akan mulai menjadi arsitek The Blues akhir pekan ini, tulis “The Sun.”
Sehari sebelumnya, seusai laga Madrid melawan Osasuna, presiden Los Merengues, Florentino Perez, sudah memberikan bocoran mengenai spekulasi masa depan Mourinho. Perez menyebutkan bahwa manajer asal Portugal itu pasti akan kembali menangani Chelsea.
Pernyataan Perez itu kemudian diperkuat dengan pernyataan Mourinho. Manajer 50 tahun itu membenarkan bahwa dirinya akan menuju London, tempat di mana banyak orang menginginkannya.
“Mourinho akan ke Chelsea. Mungkin, pada Senin, ini ia akan menjadi pelatih baru Chelsea. Kami berharap yang terbaik untuknya,” ucap Perez kepada Sky Sports.
Mourinho mengakhiri perjalanan tiga musim melatih Madrid. Pada musim terakhirnya, Mourinho hanya memberikan gelar Piala Super Spanyol pada 2012. Selain gelar tersebut, Mourinho juga mempersembahkan juara Liga BBVA 2011-12 dan Copa del Rey 2010-11.
Selepas kontraknya diputus Real Madrid, José Mourinho punya banyak waktu untuk berpikir. Baik itu perihal masa depannya maupun “testimoni” kecil yang sedikit-banyak menyindir etika sepakbola di internal Los Blancos.
“Saya akan pergi ke London di hari Senin, lalu kemudian akan menjadi manajer Chelsea di akhir pekan,” ungkap Mourinho seperti dilansir oleh The Sun.
“Saya pikir semua orang di sana menyukai saya dan dalam hidup Anda harus mencari itu. Hidup itu indah dan singkat, Anda harus menemukan apa yang Anda pikir itu terbaik buat Anda,”
Mourinho pernah menjadi pelatih Chelsea sdalam kurun waktu 2004-2007. Bersama klub asal London itu, dia pernah memenangi dua buah gelar juara Liga Inggris dan Piala Liga Inggris, serta masing-masing satu trofi Piala FA dan juga Community Shield.
Tentang Madrid, Mou masih menyimpan dendam untuk “madridista.” Ia banyak menumpahkan curahan hatinya kepada para sahabatnya tentang sakitnya diperlakukan oleh publik Bernabeu.
Memang, curhatan Mou – panggilan santai Mourinho ini, tak menyebutkan langsung tentang Madrid. Tapi jelas, keluhannya ini muncul usai dirinya gagal membawa pulang satu pun gelar ke Santiago Bernabéu musim ini.
Sejak awal pelatih eksentrik itu menukangi Madrid, berbagai problema internal sudah mendera. Mulai dari perseteruannya dengan salah satu direktur mantan direktur Madrid, Jorge Valdano, hingga yang terakhir isu friksinya dengan portero utama sekaligus Capitán tim, Iker Casillas.
Sejumlah masalah itu pun bagai api dalam sekam yang akhirnya memecah kesatuan sebuah tim. Padahal, eks pembesut FC Porto, Chelsea dan Inter Milan itu ingin tim yang ditanganinya, bersedia menyatukan kepala demi tujuan bersama sebagai satu unit tim yang solid.
“Saya percaya bahwa sukses bergantung pada target yang dicapai oleh sebuah tim. Tim yang mampu mengenal dan memperjuangkan target-target itu. Sekarang segalanya kian sulit untuk sebuah tim bisa bekerja sama sebagai satu uni tim,” keluh Mou.
“Nilai-nilai yang penting sudah hilang – cara mendidik klub dan profesionalisme pemain sudah semakin buruk. Inilah masalah sepakbola dewasa ini. Bekerja sama sebagai satu tim adalah yang utama, bukan individual,” sambungnya, seperti disadur FoxSports, Senin.
Kelakuan media-media Spanyol juga ditengarai menjadi salah satu faktor Mou tak nyaman mengeluarkan ide-ide baru walau kontroversial. Itu pula sebabnya sejak paruh kedua musim ini, Mou acap menjaga jarak dengan kalangan kuli tinta di negeri semenanjung Iberia itu.
“Saya ingin membuka dan menutup siklus karier spakbola saya tanpa membicarakan kelemahan yang ada. Saya mencoba untuk tidak membicarakan media Spanyol karena hal itu,” lanjut arsitek berjuluk The Only One itu.
Kemudian Mou pun teringat pada sosok salah satu kolega terbaiknya, Sir Alex Ferguson. Teringat dan bicara bagaimana Sir Alex begitu nyamannya mendapat kepercayaan klub yang begitu lama hingga akhirnya menawarkan warisan tak terkira saat pria paruh baya asal Skotlandia itu tutup karier.
“Dua puluh gelar buat saya amat banyak. Saya belajar dari itu dan saya pun ingin memenangkan lebih dari itu. Tapi saya juga mesti menerima kegagalan sebagai bagian dari kehidupan profesional saya,” tambah Mou.
“Dengan kepergian Ferguson, saya menyadari bahwa berada di jajaran tinggi salah satu pelatih muda, membuat saya harus lebih bertanggungjawab. Saya sudah berada di atas selama 10 tahun terakhir. Saya merasa lebih punya tanggung jawab karena para pelatih muda mengharapkan itu dari saya dan saya tak ingin memberi kekecewaan,” tuntasnya.