Liverpool dihadang Thibaut Courtois dan dikalahkan oleh tandukan Branislav Ivanovic dalam laga paling “brutal” semi final Piala Liga, Rabu dinihari WIB, 28 Januari 2015, di Stamford Bridge, yang berlangsung selama seratus dua puluh menit untuk mengantarkan Chelsea ke final.
Laga ini, seperti di gambarkan oleh Jamie Carragher dari “Sky Sport,” merupakan tontonan paling “dahsyat” yang mempertemukan dua tim yang sangat ngotot untuk memenangkan pertandingan.
“Inilah sebenarnya pertandingan final di Piala Liga. Tak ada lagi ‘final’ berikutnya. Semuanya mengasikkan,” tutur Carragher, mantan pemain Liverpool yang kini berprofesi sebagai analisis pertan dingan di Sky Sport bersama Therry Henry dan Gary Neville.
“Chelsea membutuhkan waktu sertaus dua puluh menit untuk bisa menyingkirkan Liverpool. The Blues menang satu gol lewat tandukan Branislav Ivanovic. Selesai,” ujar Carragher dengan suara monoton.
Hingga waktu normal, sembilan puluh menit, tak ada gol tercipta sehingga laga harus dilanjutkan ke perpanjangan waktu dua kali lima belas menit. Di sini aturan gol tandang baru berlaku.
Namun Chelsea tak butuh itu karena di awalk laga perpanjangan waktu Ivanovic lewat kepalanya mampu menjebol jala Liverpool dan skor satu gol bertahan hingga laga tuntas.
Sebelumnya, di leg p[ertama, Chelsea yang bermain seri satu banding satu gol di Anfield pekan lalu berhak lolos ke final yang akan dihelat di Wembley 01 Maret mendatang.
Kekalahan ini memupus harapan Liverpool melaju ke final Piala Liga Inggris musim ini. Kalau boleh dirunut ke leg pertama pekan lalu, Thibaut Courtois punya andil besar dalam mengagalkan misi ‘Si Merah’ tampil di Wembley.
Meski lolos, Chelsea tidak bisa dibilang dominan di dua leg tersebut dan justru sebaliknya Liverpool lah boleh dikatakan punya peluang lebih besar sebenarnya untuk lolos, melihat penampilan mereka.Di leg pertama Liverpool lebih ganas
Tapi sayangnya dari sekian banyak peluang Liverpool itu hanya satu yang berbuah gol Raheem Sterling di leg pertama. Selebihnya Liverpool patut mengutuki ketidakmampuan mereka meruntuhkan tembok tebal The Blues, Thibaut Courtois.
Kiper Belgia itu bak jadi mimpi buruk para pemain Liverpool yang berhasrat bikin gol. Di leg pertama kalau bukan karena kesigapan Courtois yang bikin lima saves, gawang Chelsea sudah kebobolan banyak.
.
Begitu juga di leg kedua di mana Liverpool punya dua kans emas bikin gol di babak pertama lewat Alberto Moreno dan Philippe Coutinho, yang kesemuanya mentah di tangan Courtois, yang total bikin empat saves di laga ini. Hasilnya mungkin akan berbeda jika salah satu dari peluang itu menjadi gol
“Saya pikir kami punya banyak peluang – Raheem Sterling, Philippe Coutinho. Jika Anda melihat dari dua leg ini, mereka memenangi semifinal ini karena kiper mereka. Dia adalah kiper kelas dunia,” ujar Rodgers seraya memuji peran Courtois.
“Secara taktik saya rasa kami menekan dengan sangat, sangat bagus. Kami membuat banyak kesempatan dan memberi mereka masalah. Saya rasa mereka sama sekali tidak punya on target di babak pertama. Mereka adalah tim yang sangat top dan kompetitif. Kompetisi ini mengembalikan jati diri kami. Kini kami harus move on,” lanjut Rodgers di BBC.
“Kami kebobolan gol mudah dan pertahanan kami harusnya lebih baik.”
“Kami semakin lebih baik dalam setiap aspek di permainan kami, tapi kami hanya sulit mendapatkan gol-gol penting. Kadang Anda menemui rintangan dalam hidup Anda dan pekan lalu Courtois jadi penghalangnya,” tuntas Rodgers.
Leg kedua semifinal Piala Liga Inggris diwarnai beberapa insiden, termasuk dua handball pemain Liverpool yang seharusnya berbuah penalti serta aksi tak terpuji Diego Costa yang dua kali menginjak pemain lawan.
Lalu berlanjut enam menit kemudian ketika Costa tertangkap kamera menginjak Emre Can, yang membuat Can sempat “panas” dan bersitegang dengan Costa serta manajer Chelsea, Jose Mourinho.
Kemudian ada lagi pelanggaran Martin Skrtel kala ia menghalangi pergerakan Costa dan membuat striker naturalisasi Spanyol itu terjatuh di kotak penalti. Tapi lagi-lagi wasit menyatakan play on.
Lagi-lagi Costa terlibat insiden ketika di pertengahan babak kedua dia menginjak kaki Sktrel saat bek Liverpool itu terjatuh, usai membuang bola terobosan yang mengarah kepada Costa.
Friksi antara Costa dengan pemain Liverpool berlanjut di babak extra time ketika dia berduel keras dengan Steven Gerrard, yang membuat keduanya dikartu kuning.
Ketika ditanya perihal insiden-insiden itu, Mourinho tak mau mengomentarinya dan memilih untuk merayakan keberhasilan mereka lolos ke final.
“Aku tidak ingin membicarakan soal keputusan ini dan keputusan itu. Jika harus bicara, aku hanya ingin berbicara sesuatu yang memang kuketahui” ujar Mourinho seperti dikutip Soccerway.
“Ketika ada pemain yang coba menghentikan serangan balik dengan tangan, itu hukumannya kartu kuning. Ketika ada pemain yang melanggar lawan di kotak terlarang, maka itu penalti. Lebih baik biarkan Costa bermain, ketimbang berbicara soal Costa serta penalti yang harusnya didapatkan,” lanjutnya.
“Jika Aku berbicara, maka orang-orang akan bilang Mourinho lagi, Mourinho lagi. Jika aku berbicara kepada FA maka mereka akan menghukumku seperti yang selalu pernah atau akan coba dilakukan mereka.”
“Lebih baik Anda saja yang mengurusi itu. Tapi jelas aku harus bertanya ada diriku mengapa itu terjadi, bahkan jika kami menang. Tapi yang terpenting adalah kami menang, para pemain senang, dan juga suporter yang juga luar biasa.”
“Final di Wembley berarti banyak untuk kami. Wembley punya sejarah dan fan ingin pergi ke sana, mereka menyemangati kami,” demikian Mourinho.