Untuk hari ini “nuga” menurunkan tulisan panjang tentang keberadaan Martunis, anak Tibang, yang selamat dari amukan tsunami sebelas tahun lalu, yang kemudiannya “diambil” sebagai anak angka oleh Ronaldo, di klub Sporting Lisbon.
Klub ini pula yang menjadi titik awal kehebatan Cristiano Ronaldo untuk menjadi pemain hebat dunia.
Dan situs sepakbola dunia, “goal.com” media lokal “nuga” mengutipnya secara lengkap dan menuliskan kembali keberadaan anak Aceh ini usai bergabung di akademi Sporting sejak empat bulan lalu itu
“Goal” mencatat Sporting menilai Martunis memiliki motivasi yang tinggi untuk bisa menjadi pemain klas dunia.
“Ia butuh kerja keras untuk berkembang,” tulis “goal,” pada edisi khususnya Jumat, 18 September 2015.
Dan inilah tulisannya.
.
Pesepakbola muda asal Indonesia, Martunis, telah memulai babak baru dalam kehidupan dan karier sepakbolanya. Seperti diketahui, sejak awal Juli lalu Martunis telah bergabung bersama salah satu akademi sepakbola terbaik di Portugal, yakni Sporting Club de Portugal.
Sontak kabar bergabungnya pemuda yang menjadi anak angkat pesepakbola dunia, Cristiano Ronaldo, itu langsung menghiasi headline banyak media massa Indonesia maupun Eropa. Apalagi mengingat kisah pilunya di masa kecil yang harus berjuang dari hantaman badai tsunami di Aceh pada 2004 silam.
Saat itu pemuda kelahiran Tibang itu menjadi buah bibir masyarakat Portugal lantaran ketika sedang menyelamatkan diri dari tsunami dia mengenakan jersey tim nasional Portugal bertuliskan nama Rui Costa.
Tragedi itu membuat Martunis harus kehilangan ibu dan dua saudara kandungnya.
Perjuangan Martunis yang terekam kamera jurnalis luar negeri langsung memunculkan gelombang simpati dari berbagai belahan dunia. Tak terkecuali Ronaldo, yang kini menjadi ayah angkatnya, ikut terlibat dalam proses pemulihan Martunis.
Martunis pun terinspirasi oleh penggawa Real Madrid itu untuk turut menjadi pesepakbola. Sebelas tahun kemudian, impiannya untuk menjadi pesepakbola profesional di Eropa makin mendekati kenyataan. Ia kini bergabung di akademi yang juga menjadi tempat awal karier sang idola.
Akademi Sporting memang dikenal telah melahirkan banyak bintang sepakbola dunia asal Portugal. Selain Ronaldo, ada pula Luis Nani dan Luis Figo.
Setelah kira-kira dua bulan menjalani kehidupannya di Portugal, orang yang bertanggung jawab untuk menjaga kesejahteraan Martunis selama di Sporting mengatakan, pemain berusia 18 tahun itu memiliki apa yang diperlukan untuk beradaptasi dengan kehidupan baru di Portugal. Tapi, Martunis juga diingatkan agar bekerja keras lagi untuk mencapai keberhasilan.
Lantas, bagaimana perkembangan dari proses itu dalam dua bulan ini?
Victor Vago, koresponden Goal asal Portugal berkesempatan mewawancarai secara eksklusif Miguel Sampaio, yang merupakan psikolog olahraga di Akademi Sporting.
Sampaio menjelaskan, Martunis memiliki antusiasme yang luar biasa selama berada di Akademi.
“Tujuannya saat ini adalah agar Martunis bisa beradaptasi di Portugal, belajar di dalam dan di luar lapangan. Memiliki kegiatan di sini, sepakbola, bahasa, dan hal apapun itu. Dia sangat termotivasi dan memiliki banyak keinginan. Sedikit demi sedikit saya bisa melatih kemampuannya,” kata Sampaio.
Dia pun menegaskan, alasan Sporting membawa Martunis ke Portugal bukan semata kegiatan amal. Tapi benar-benar melihat pada kemampuan sepakbola yang dimilikinya.
“Martunis bermain di sebuah tim yang disebut Real Madrid Foundation. Dia menunjukkan memiliki karakter dan visi sepakbola yang sesuai dengan Sporting. Kami melihat dia suka bermain sepakbola dan kemampuannya bisa untuk masuk ke dalam akademi kami,” jelasnya.
Setelah Martunis dibawa oleh Komite Manajemen Sporting ke Portugal, Sampaio langsung dihubungi untuk mengambil alih dan memberikan dukungan secara terus menerus baginya.
“Saya seorang psikolog. Saya bertanggung jawab untuk semua orang yang tinggal di akademi. Saya juga memiliki peran dari sisi olahraga. Saya menjadi bagian dari departemen high performance . Di sini saya membantu para pelatih dalam melatih, memberikan dukungan kepada para pemain, dan juga bagian dari sekolah.”
“Ada dua bagian, yaitu sisi psikologi dan olahraga. Kami bekerja dengan semua kapten tim Sporting di dalam sisi teknis.”
“Saya bekerja bersama Ricardo Porem. Dia memiliki peran yang sama seperti saya, yakni sebagai koordinator. Dalam hal pembagian tugas, saya lebih ke tim B, sementara dia untuk tim junior. “
“Kami membuat pertemuan dengan sekolah. Itu semua dilakukan di dalam Akademi Alcochete di Lisbon,” beber pria berusia 40 tahun itu.
Sampaio mengungkapkan Martunis terlibat dalam sepakbola dan belajar bersama para pemain lainnya di akademi ini.
Martunis, masih menurut Sampaio, adalah anak yang bisa membaur dengan pemain lainnya di akademi.
“Kami melihat dia setiap hari dan mencoba untuk membantunya dalam segala hal. Mulai dari sosial, pengalaman, serta studinya,” tuturnya.
Di akademi ini, Martunis berlatih setiap hari dengan tim U-17. Sampaio menuturkan, Martunis bisa meningkat ke tim U-18. Namun dia harus meningkatkan ritme, intensitas, dan lebih banyak pengetahuan lagi.
“Dia tidak memainkan pertandingan dan hanya berlatih. Kami senang dengan tekad dan kapasitasnya selama pelatihan. Dia sangat termotivasi untuk tumbuh dan meningkatkan kemampuannya. Dia berlatih pagi hari, makan siang di sini, dan sore harinya harus pergi ke kelas,” ucap Sampaio.
Tak bisa dimungkiri, Martunis datang ke Sporting dengan realitas yang sangat berbeda dalam hal berlatih sepakbola dibandingkan dengan di Indonesia.
“Tentu saja, datang pada usia empat belas akan sangat berbeda dengan ketika datang pada usia delapan belas tahun. Itu artinya, dia melewatkan empat tahun metode-metode pelatihan di akademi. Jadi, dia harus bekerja sangat keras untuk mengembangkan performanya.”
Sampaio menambahkan, dalam pelatihan ini Martunis sudah mencapai beberapa hal dan berlatih dengan baik. Tapi secara fisik, Martunis dinilainya masih lemah, sehingga butuh untuk melakukan program gym.
“Dia harus mendapatkan ritmenya. Kalau dilihat dari segi kemampuan, ini tidak sesuai dengan usianya. Dia terus bekerja untuk membentuknya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sampaio memaparkan proses adaptasi bahasa Martunis. Setiap hari, Martunis mengikuti kelas bahasa Portugis.
Dalam satu bulan, dia sudah mulai memahami sedikit demi sedikit beberapa kata dalam bahasa Portugis.
“Dia berkomunikasi dalam bahasa Inggris, saya berbicara dengannya dalam bahasa Inggris. Meski ada beberapa kesulitan untuk memahaminya,” katanya.
Martunis memiliki sebuah kamar di akademi. Setelah dari kelas bahasa Portugis, dia harus kembali ke akademi dan makan malam, di mana dia kembali berbaur dengan rekan satu timnya.
“Kami berharap dia menjadi seorang atlet sama seperti yang lainnya. Ronaldo juga memulainya seperti ini. Kami memperlakukan mereka dengan cara yang sama.”
Di samping itu, layaknya seorang mentor, Ronaldo juga terus memantau perkembangan Martunis selama pelatihan di akademi. Itu dilakukannya, di sela-sela kesibukannya memperkuat Real Madrid dan timnas Portugal.
“Dia sudah bertemu dua kali dengan Ronaldo di sini. Itu terjadi pada Desember lalu, saat pemusatan latihan timnas Portugal, dan terakhir ketika bertemu bersama Presiden Sporting,” beber Sampaio.
Selama di Portugal, Yayasan Sporting telah banyak membantu Martunis dalam segala macam hal. Di antaranya untuk membelikannya ponsel, pakaian, hingga mendapatkan rekening bank di Portugal. Ke depannya, Martunis akan menjadi salah satu orang yang ikut serta memberikan bantuan melalui Yayasan, untuk anak-anak lokal Portugal yang kurang beruntung.
Menurut Sampaio, itu mulai dilakukan pada Januari 2016, ketika Martunis sudah terintegrasi secara penuh.
“Saat ini dia mendapatkan bantuan dari Yayasan, tapi dia akan membantu orang lain juga nantinya. Dia akan pergi dengan mereka ke Stadion Alvalade, melihat timnas, maupun melihat pertandingan Eropa,” ungkapnya.
Sementara itu, sebagai seorang psikolog Sampaio menyadari betul peristiwa tsunami tidak akan dilupakan oleh Martunis.
Sampaio sebisa mungkin tidak berbicara mengenai kenangan pahit itu lagi dengan Martunis, yang dikenalnya memiliki keberanian untuk mencoba sesuatu dalam melanjutkan kehidupan barunya. Meski terkadang Martunis sempat membicarakan pengalaman pahitnya itu dengan Sampaio.
“Itu tentu bukan sesuatu yang bisa dilupakan oleh seseorang,” ujarnya.
Di sisi lain, Sampaio mengatakan ayah Martunis selalu menginginkan anaknya memiliki pendidikan yang baik.
“Ayahnya bisa bahagia dengan pendidikan anaknya saat ini. Saya tidak berbicara dengan ayahnya secara langsung. Tapi saya berpikir dia seharusnya bahagia. Bantuan keuangan telah diberikan untuk ayahnya di Indonesia.”
“Sejauh ini, ayahnya belum datang ke sini. Mungkin dia akan mengatur itu pada akhir tahun. Martunis juga belum membuat permintaan untuk berkunjung kembali ke Indonesia. Saya kira akan ada waktunya nanti,” tambahnya.
Sementara itu, Martunis masih harus keluar dulu dari masa sulitnya saat ini, yang diharapkan juga terjadi peningkatan dalam hal kemampuan bahasanya. Sampaio pun akan terus membantu Martunis untuk melalui masa-masa sulitnya itu.
“Saya harus membantunya mendapatkan keseimbangan antara harapannya dan realitas yang ada. Jika tidak, bisa terjadi frustrasi yang begitu besar, yang membuat Anda kehilangan ritme dalam hidup. Saya harus membantu mengelola harapan-harapan yang ada.”
Penting baginya untuk memahami bahasa Portugis dan Inggris agar meningkatkan eksistensinya dengan rekan satu tim. Dia pemalu dan harus lebih terbuka dengan kebiasaan rekan-rekan satu timnya, serta harus lebih berbaur.”
“Banyak waktu dia bisa pergi keluar dengan anak-anak muda dari Yayasan. Tapi dia masih perlu memiliki kapasitas yang lebih baik dalam hal berbaur, untuk mengekspresikan ide-idenya, membantu lebih banyak, serta mengucapkan kata-kata dalam bahasa Portugis dengan teman-temannya di akademi.”
Menurut Sampaio, setidaknya Martunis telah memiliki sahabat akrab di akademi yang bernama Aya, yang merupakan orang Senegal. Terkadang, Martunis juga bertemu dengan orang-orang Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Portugal.
“Saya menganggap Martunis benar-benar senang dengan kesempatan ini dalam hidupnya,” ujarnya.
Di akhir perbincangan, Sampaio juga menjelaskan opininya mengapa Sporting bisa begitu banyak menghasilkan pemain top melalui akademi mereka.
“Kami mampu memproduksi pemain karena kami mengurus semuanya dalam proses pengembangan pemain top. Karena kami sabar dalam pengembangan semua kemampuan yang dimiliki.”
“ Kami bagus dalam hal perekrutan, pelatihan, pengembangan, dan menanamkan moto dari Sporting: Usaha, dedikasi, dan pengabdian untuk mencapai kejayaan tertinggi,” pungkasnya.