Gonjang ganjing pemberitaan dan analisis tentang pemecatanb Ole Gunnar Solksjaer, seperti ditulis media Inggris, nampaknya mulai redup bersamaan dengan tekad sang manajer untuk mengakhiri puasa gelar empat tahun Manchester United
Usai memenangkan Liga Europa dan Piala Liga di empat musim lalu, Setan Merah belum pernah merasakan kembali kenikmatan mengangkat trofi.
Pada musim lalu, Manchester United tiga kali terhenti di babak semifinal pada ajang Piala Liga, Piala FA, dan Liga Europa. Sementara itu di Liga Inggris, MU belum mampu berbicara banyak.
Hal itulah yang bakal coba diakhiri oleh Solskjaer di tahun ini bersamaan munculnya kepercayaan manajemen atas kinerja terakhirnya.
“Ya, itulah [trofi juara] sesuatu yang jadi tujuan kami saat ini. Kami ingin terus meningkatkan kualitas tiap musim.”
“Kami ingin meningkat dari musim lalu [kalah di semifinal] dan mencoba masuk ke final. Ketika sudah berada di final, tentu hanya satu hal yang berharga, yaitu mengangkat trofi,” kata Solskjaer seperti ditulis laman media terkenal Inggris Daily Star.
Solskjaer meyakini bahwa raihan trofi bakal mengangkat kepercayaan diri para pemain menghadapi laga-laga berikutnya dan musim-musim selanjutnya. Hal itulah yang pernah dirasakan Solskjaer sebagai pemain.
“Saya ingat ketika memenangkan trofi pertama. Bahkan jelang akhir karier [ketika memenangkan trofi], saya rasa itu adalah trofi pertama bagi Patrice Evra dan Nemanja Vidic. Saya rasa trofi itu memberikan sesuatu untuk tim.”
Kini kami sangat berusaha agar bisa mengangkat trofi, pemain kami sangat berusaha keras belajar untuk memenangkannya,” ucap Solskjaer.
Piala Liga bisa jadi trofi pertama yang dimenangkan Solskjaer sebagai pelatih MU. Bila mampu melewati adangan Everton di babak perempat final, Manchester United tinggal berjarak dua kemenangan lagi dari gelar juara.
Bila mampu mengangkat trofi Piala Liga yang finalnya berlangsung bulan Februari, hal itu juga bisa jadi suntikan motivasi tambahan bagi Manchester United untuk menjalani sisa musim.
Seperti ditulis laman media Inggris lainnya, Mirror,” the red devils kini kembali digadang-gadang bakal jadi kuda hitam di Liga Inggris bersamaan naiknya mereka ke papan atas klasemen.
Pada laga terakhirnya di Old Traffod, Setan Merah tampil kesetanan sejak awal laga dan menghancur leburkan Leeds
Mental pemain Leeds benar-benar ambruk usai dua gol itu. Man Utd menutup babak pertamaSejak awal musim ini Man Utd bukan tim penantang juara. Banyak pihak menjagokan Liverpool dan Manchester City yang ada di rel juara hingga akhir.
Man Utd perlahan bangkit, menapaki setiap setrip klasemen hingga kini mereka di posisi ketiga klasemen setelah mereka tampil angin-anginan. Menang, seri, kalah, lalu menang lagi, seri lagi, kalah lagi.
Di Liga Inggris MU mulai meraih hasil positif. Setelah tersingkir di Liga Champions, Man Utd menjalani tiga laga di Liga Inggris.
Dalam dua laga terakhirnya, melawan Leeds dan Sheffield, Man Utd tampil berani dan mengambil inisiatif serangan. Mereka juga efektif dalam memanfaatkan peluang.
Terlepas dari penampilan buruk Leeds, Marchus Rasfhord dan kolega memang tak seperti biasa. Mereka tampil dominan di beberapa aspek.
Sepanjang laga, Man Utd melepaskan banyak tembakan
Ini menjadikan United mendominasi laga yang jarang-jarang dilakukan tim asuhan Ole Gunnar Solskjaer itu karena lawan yang dihadapi bukan levelnya. Apalagi Sheffield juga juru kunci di klasemen, baru satu poin, dan memang jadi mangsa empuk tim lainnya untuk mengumpulkan tiga poin.
Hal sebaliknya justru terjadi ketika Man Utd bertemu tim-tim besar. Misalnya kala menjamu Man City dua pekan lalu.
Derby Manchester berkesudahan 0-0 itu, Man Utd lebih banyak bertahan. Mereka juga tak berniat mengambil inisiatif serangan. Solskjaer tampaknya menginstruksikan anak asuhnya mengandalkan serangan balik ketika mendapat kesempatan.
Solskjaer terlihat bermain dengan gaya pragmatis. Dia layaknya Jose Mourinho, yang terpenting hasil akhir. Baginya, tiap laga perlu dipersiapkan racikan strategi seadaptif mungkin sesuai kekuatan lawan.
Meski musim jauh dari kata akhir, namun jika menilik karakter dan gaya main Solskjaer di tiap laga, tampaknya Man Utd masih bukan tim penantang juara.
Setidaknya untuk menjadi juara, semua tim harus tampil berani, konsisten, mendominasi, lalu efektif dalam penyelesaian akhir. Contohnya Liverpool di musim lalu.
Namun hal sebaliknya terjadi pada Man Utd yang hingga kini belum menunjukkan semua itu.