Kasihan Tahiti?? “Tidak!!” jawab Fernando Torres. Mereka telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara bermain sepakbola dengan hati. “Kegembiraan.” Bukan dengan degup kekalahan atau pun kearoganan atas kemenangan.
“Tahiti kalah, tapi mereka memberitahu bahwa sepakbola bukan caci maki, cibir mencibir atau pun langkah angkuh kemenangan. Atau pun kepala tertunduk dari sebuah kekalahan. Tim kecil itu mengingatkan roh sepakbola, tentang batas tipis antara kekalahan dan kemenangan,” ujar striker Spanyol, Fernando Torres, yang terpesona dengan Tahiti yaqng mereka lumat 10 gol tanpa balas.
Tahiti yang datang ke Piala Konfederasi sebagai juara Zona Oceania, Jumat dinihari WIB datang ke Maracana, Rio de Janeiro, Brasil, melawan “raksasa” Spanyol dengan senyum dan kepala tegak. Mereka melawan apa yang bisa diberikan tanpa target apa-apa, kecuali menikmati turnamen ini dan memenangkan hati publik sepak bola dunia.
Sebelum dilumat Spanyol 10 gol mereka sudah duluan dihajar Nigeria 1-6 pada laga pertama di penyisihan Grup B.
Torres memang pantas mengatakan “tidak” untuk sebuah pertanyaan dengan nada “kasihan” Tahiti. Bermain buas dan mencetak “quatrick” atau empat gol ia tahu betul bagaimana perasaan pemain Tahiti secara tim.
“Tim inferior sering kali mampu menghidupkan pertandingan dan bisa bermain agresif. Tahiti bermain tanpa harapan menang. Standar bisa dikesampingkan. Tahiti menunjukkan contoh besar bagaimana bermain sepak bola,” puji Torres seusai pertandingan.
“Kami sudah mencoba menunjukkan rasa hormat kepada mereka. Kami mencoba bermain bagus, memainkan sepak bola sederhana, dan mencetak gol, sebab gol-gol ini sangat penting untuk laga berikutnya,” tutup Torres.
Kekalahan telak Tahiti dari Spanyol sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Tahiti cuma mengandalkan pemain-pemain amatir, sementara Spanyol diperkuat bintang-bintang kelas wahid. “Tentu saja kami tak akan pernah menang, tapi beberapa gol yang bersarang di gawang kami sedikit naif dan kami harusnya bisa berbuat lebih baik,” ujar pelatih Tahiti, Eddy Etaeta, yang dikutip Reuters.
Setelah kekalahan telak ini, masih ada kebanggaan yang tersisa di hati Etaeta dan tim Tahiti. Mereka senang bisa merebut simpati publik Brasil.
Pada pertandingan Tahiti kontra Spanyol, sekitar 72 ribu penonton yang memadati tribune Stadion Maracana mayoritas mendukung Tahiti. Setiap kali Tahiti mampu menembus wilayah Spanyol, para penonton memberikan aplaus.
Penonton juga bertepuk tangan ketika kiper Tahiti, Mikael Roche, membuat dua penyelamatan bagus pada pertengahan babak kedua. Padahal, saat itu Tahiti sudah tertinggal 0-7. Setelah peluit panjang berbunyi, penonton juga kompak memberikan standing ovation untuk Tahiti.
Sementara itu, Spanyol yang berstatus juara dunia dan Eropa justru berkali-kali disoraki, misalnya ketika Santi Cazorla diganjar kartu kuning pada babak pertama atau ketika tendangan penalti Fernando Torres menghantam mistar.
“Kami memang kalah 0-10, tapi kami merebut hati publik Brasil. Saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya,” kata Etaeta.
“Saya pikir adil untuk mengatakan bahwa kami lebih dikenal di Brasil daripada di Tahiti sendiri. Kami tidak mendapat banyak dukungan ketika berangkat ke kompetisi besar seperti ini dan itu sangat mengecewakan. Saya berharap kami akan mendapatkan dukungan ketika kembali,” ujarnya.