Brutal!! Satu kata untuk menegaskan aksi militer Mesir. Mereka menembaki demonstran Ikhwanul Muslim, yang mendukung presiden terguling Mohamad Morsi di kepalanya. Dan hingga pagi ini lebih dari 300 orang tewas, dan genangan darah masih membasahi dua lokasi pembantaian, Al Nahda dan Lapangan Masjid Dawiyah Kairo.
Dalam hitungan jam, Rabu siang waktu Kairo, dua protes damai mengubah Mesir, menjadi zona perang. Setidaknya lebih dari 300 orang tewas di tangan pasukan keamanan Mesir, setelah pasukan keamanan menyerbu tenda para demonstran dan membuldoser tenda tersebut.
“Saya pikir apa yang kita lihat sekarang hanyalah awal dari apa yang akan menjadi pertempuran sangat panjang dan berdarah,” ujar wartawan CNN di Kairo, Arwa Damon. Saya menghitung mayat yang diusung. Terus berdatangan. Mungkin lebih 300 orang tewas. Dan ada 5.000 orang yang terluka. Sebuah tragedy memilukan. Mesir telah masuk ke wilyah perang menghancurkan.
Bersamaan dengan aksi pembantai paling brutal itu, Pemerintah Mesir mengumumkan keadaan darurat pada Rabu pukul 16.00 waktu setempat melalui siaran televisi negara Mesir Nile TV. Jam malam juga diberlakukan di beberapa kota termasuk Kairo, mulai dari pukul 19.00 sampai pukul 06.00 keesokan harinya. Semua pelanggaran atas jam malam, berdasarkan pengumuman pemerintah, akan berujung pada hukuman penjara.
Kekerasan dilaporkan dimulai ketika pasukan keamanan Mesir menyerbu dua tenda darurat yang penuh dengan pendukung Mursi dan membuldoser tenda tersebut. Kekacauan langsung terjadi, tetapi para pengunjuk rasa menolak beranjak, bahkan menghadang jalan buldoser dengan dikelilingi korban tewas maupun luka.
“Mereka mengatakan siap mati,” lapor wartawan CNN Reza Sayah dari Kairo. “Ini adalah perang terbuka,” kata seorang pengunjuk rasa kepada Sayah. Suara tembakan berdesingan. Nile TV menuding tembakan berasal dari penembak jitu Ikhwanul Muslimin, pendukung Mursi, yang berhadapan dengan pasukan keamanan Mesir di sekitar kompleks universitas setempat.
Mick Deane, juru kamera saluran berita berbasis di Inggris, Sky News, dipastikan menjadi salah satu korban tewas dalam konflik politik Mesir ini. Sementara wartawan Reuters, Asmaa Waguih, tertembak saat meliput bentrok ini. Sementara Habiba Abdel Aziz dari Gulf News juga tewas, berdasarkan keterangan editornya, Francis Matius, pada CNN.
“Saya tidak pernah melihat darah sebanyak yang terlihat dalam enam pekan terakhir, dari sesuatu yang semula adalah protes damai,” aku Sayah. Kru CNN yang mendatangi rumah sakit darurat di Kairo mengibaratkan perjalanan mereka seperti “berjalan di atas darah para korban”.
Salah satu saksi yang menolak disebutkan namanya mengatakan kepada CNN, para dokter di rumah sakit darurat dipaksa meninggalkan tempat dengan todongan senjata dari pasukan keamanan Mesir.
Pertempuran tidak terbatas di Kairo. Sumber CNN di Kementerian Dalam Negeri Mesir mengatakan, para pendukung Mursi menyerang tiga kantor polisi. Naguib Sawiris, miliarder Mesir yang menyokong partai anti-Mursi Free Egyptian Party, mengatakan, partainya punya rekaman video anggota Ikhwanul Muslimin dengan menggunakan senapan mesin menembaki penduduk sipil dan polisi.
“Jadi siapa pun yang ingin menyebutnya sebuah demonstrasi damai akan salah,” tuding Sawiris. Dia pun berkeras, “Ini bukan zona perang.”
Namun, Ahmed Mustafa, juru bicara Ikhwanul Muslimin, mengatakan kepada CNN dari London bahwa Sawiris berusaha menggambarkan sebuah video orang bertopeng dengan senjata. Sebaliknya, yang terjadi adalah para polisi melempar peledak ke dalam klinik darurat yang menangani para korban.
“Kami percaya pada hak asasi manusia,” tegasnya. “Tapi pada saat yang sama, kita tidak dapat menerima gagasan bernegara di dalam negara.”