Mesir memasuki fase terburuk dalam sejarah modernnya menyusul aksi kekerasan paling brutal dari militer terhadap aksi pembangkangan sipil terhadap peran politiknya menghancurkan demokrasi. Aksi berdarah yang dipertontonkan militer Mesir kepada dunia dengan menembaki pendukung Presiden Mohamed Morsi yang digulingan, dan disertai maklumat keadaan darurat nasional selama sebulan.
Dikutip dari AFP, langkah darurat nasional yang dimulai pada pada pukul 04.00 waktu setempat, merupakan kepanikan akibat ketidakhormatan militer Mesir terhadap proses demokrasi. Militer Mesir mengusung jargon “ekstrimis” untuk menghancurkan pilar demokrasi usai terguling Hosni Mubarak dan menjadikan alasan pengamanan terhadap sabotase dan serangan-serangan terhadap gedung-gedung milik publik untuk membunuh pengikut Ikhwanul Muslim.
Presiden Adly Mansour, seorang boneka yang diangkat militer, telah menugaskan pihak kepolisian dan angkatan bersenjata untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta melindungi harta benda publik dan swasta.
Lewat aksi paling berdarah polisi Mesir saat ini telah menguasai penuh kamp demonstran di Lapangan Al-Nahda, Kairo, yang selama ini menjadi salah satu basis para demonstran pendukung presiden terguling Mohamed Morsi. Ini terjadi setelah aparat polisi melancarkan operasi untuk membubarkan para demonstran pro-Morsi yang terus bertahan di kamp-kamp demonstran di Kairo.
“Lapangan Al-Nahda kini sepenuhnya terkendali dan aparat polisi telah berhasil membongkar sebagian besar tenda-tenda di lapangan tersebut,” demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Mesir seperti dilansir kantor berita AFP..
Dalam siaran televisi lokal terlihat bahwa para demonstran disuruh duduk di lapangan dengan tangan-tangan diborgol. Mereka dijaga ketat aparat polisi. Sementara anggota keluarga mereka termasuk anak-anak dan para istri, dikawal polisi untuk meninggalkan lapangan tersebut.
Selain di Lapangan Al-Nahda, operasi pembubaran demonstran juga dilancarkan polisi di kamp Rabaa al-Adawiya di Kairo timur. Operasi ini dimulai aparat dengan mengepung para demonstran di kamp tersebut.
Menurut saksi mata, polisi melepaskan gas air mata ke arah para demonstran sehingga menimbulkan kekacauan. Bentrokan pun tak terhindarkan. Suara-suara tembakan juga ramai terdengar.
Menurut koresponden AFP, sejauh ini lebih 200 orang telah ditemukan tewas di kamp Rabaa al-Adawiya. Sebagian besar korban tampaknya tewas akibat luka-luka tembakan. Namun menurut kelompok Ikhwanul Muslimin, sedikitnya 250 orang tewas dalam operasi tersebut.
Sesuai janjinya, otoritas Mesir benar-benar melancarkan operasi untuk membubarkan para demonstran pendukung presiden terguling Mohamed Morsi. Bahkan menurut kelompok Ikhwanul Muslimin, operasi yang dilancarkan hari ini telah merenggut ratusan jiwa.
Juru bicara Ikhwanul Gehad al-Haddad mengatakan seperti dilansir kantor berita AFP, sedikitnya 250 orang tewas saat aparat polisi melancarkan operasi di dua kamp demonstran yang diduduki para demonstran pro-Morsi.
Dikatakannya, lebih dari 5 ribu orang lainnya luka-luka. Lewat akun Twitter miliknya, Haddad menyebut insiden ini sebagai “pembantaian terbesar sejak kudeta”.
Belum ada konfirmasi dari otoritas Mesir mengenai jumlah korban jiwa yang disampaikan Ikhwanul ini.
Menurut saksi mata, polisi melepaskan gas air mata ke arah para demonstran sehingga menimbulkan kekacauan. Bentrokan pun tak terhindarkan. Suara-suara tembakan juga ramai terdengar.
Pasukan keamanan menyerang terlebih dahulu kepada para demonstrans yang melakukan kekerasan sehingga menyebabkan kerusuhan di pusat kota. Demikian dilaporkan Reuters.
Polisi antihuru hara mengenakan masker gas serta berlindung di balik tameng, gas air mata pun meluncur di udara sehingga membuat api hitam membumbung di udara.
Sementara di rumah sakit dekat dengan tempat kejadian, reporter Reuters menghitung ada 29 mayat tergeletak di sana, termasuk seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun. Kebanyakan dari mereka tertembak di kepala.
Sedangkan beberapa juga banyak yang meninggal seperti di Minya, Assiut, dan Alexandria di pantai utara juga terrkena. 17 orang juga terbunuh di provinsi bagian selatan Fayoum, selatan Kairo dan lima lainnya meninggal di Suez.