“Medicaldaily.com” dalam edisi kesehatan terbarunya memberi kabar tidak menyenangkan bagi orang yang tidurnya kurang dari enam jam. Kabar itu ditulis berdasarkan hasil penelitian yang panjang menyangkut kaitan antara kurang tidur dan kegemukan.
Di Amerika Serikat, atau Negara-negara industry yang intensitas kerjanya sangat tinggi, terjadi peningkatan jumlah orang yang obesitas, dan ini, menurut hasil peneltian itu terkait erat dengan jam tidur. Di Amerika Serikat, 36 persen pada dewasa dan 18 persen pada anak, terjadi penurunan durasi tidur orang-orang kebanyakan. Pola ini juga tampak di beberapa negara industri.
Penelitian dilakukan oleh tim dari Universitas California, Berkeley, AS, dengan melibatkan 23 responden dewasa. Pertama, semua responden tidur normal selama 8 jam di laboratorium tidur. Di pagi hari otak responden dipindai dengan MRI ketika mereka melihat foto 80 jenis makanan.
Jenis makanan berkisar mulai dari rendah hingga tinggi kalori. Tiap item diberi nilai 1-4, sesuai keinginan responden terhadap makanan itu.
Bagian otak yang dipindai adalah beberapa area spesifik yang berkaitan dengan nafsu makan, selera, dan kepuasan makanan.
Tujuh hari kemudian, responden kembali ke laboratorium tidur dan mengulangi aktivitas tersebut. Bedanya, kali ini responden tidak boleh tertidur.
Hasilnya, kurang tidur mengganggu pilihan makanan dengan dua cara. Pertama dengan menghalangi aktivitas di area otak yang bertanggung jawab pada pilihan makanan sehingga responden tidak bisa memberi peringkat makanan mana yang betul-betul diinginkan.
Di waktu bersamaan, peningkatan aktivitas otak terjadi pada area amygdala. Area ini mengontrol ketertarikan pada makanan. Dengan kata lain, beberapa makanan tampak sangat menonjol dan menarik. Ketika dicek, ternyata jenis makanan tersebut kebanyakan yang tinggi kalori.
Dari hasil tersebut, para peneliti menyimpulkan kurang tidur mengganggu kemampuan membuat keputusan, serta meningkatkan keinginan makan makanan tidak sehat.
Selain memicu kegemukan, kurang tidur juga bisa mengubah “kepribadian” seseorang menjadi mudah marah dan lebih menyebalkan. Journal of Applied Social Psychology, menulisa hasil sebuah penelitian, bahwa kurang tidur akan menyebabkan kontrol diri dan kemampuan berpikir jernih berkurang. Selain itu, kurang tidur juga akan mengurangi kemampuan tubuh menghadapi stres.
Makin sedikit waktu istirahat, makin sulit bagi Anda untuk menilai mana yang benar dan salah. Tak heran jika orang yang sering kurang tidur menjadi lebih rentan depresi.
Saat kurang tidur, proses berpikir, mengingat, dan belajar menjadi terganggu. Hal ini akan menyebabkan suasana hati seseorang menjadi kacau sehingga perilaku yang muncul jadi mudah tersinggung. Mereka juga menjadi sulit membuat keputusan.
“Saat tidur, tubuh sebenarnya sedang menabung energi. Pada level sel, terjadi proses perbaikan. Jika proses itu terganggu, kita tidak dapat melakukan hal yang kita inginkan, baik secara fisik maupun mental,” kata Barry Krakow, pakar tidur.
Menurut Direktur Medis Sleep Medicine Center Martha Jefferson Hospital Christopher Winter, penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas amigdala saat waktu tidur berkurang. Amigdala adalah bagian otak yang mengatur emosi, seperti rasa marah.
“Cara otak berkomunikasi dengan amigdala setelah kurang tidur dalam jangka panjang bukan hanya mendorong munculnya emosi negatif, tapi juga membuat kita tak mampu mengendalikan perasaan buruk,” kata Winter.
Pada anak-anak, kurang tidur juga akan mengganggu kontrol mereka terhadap emosi dan sifat impulsif. Anak-anak yang kelelahan dan kurang tidur pada umumnya lebih sering mengamuk dibandingkan dengan anak yang cukup tidur.