Depresi adalah jenis gangguan mental kompleks yang membuat pengidapnya merasa sedih, putus harapan, dan tidak berharga. Anda dicurigai mengalami depresi jika gejala-gejala tersebut berlangsung terus lebih dari dua minggu.
Seseorang yang dicurigai mengalami depresi harus mendapat penanganan medis. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kestabilan emosi, tapi juga mengganggu produktivitas kerja, hubungan sosial, bahkan sampai memunculkan keinginan bunuh diri.
Bagaimana kerusakan otak seperti itu bisa terjadi akibat depresi?
Penelitian teranyar terkait jumlah kasus depresi di Indonesia baru-baru ini dilakukan oleh Karl Peltzer, peneliti dari Universitas Limpopo, Afrika Selatan dan Supa Pengpid peneliti dari Universitas Mahidol, Thailand.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa jumlah kasus depresi tertinggi ditemukan pada rentang usia remaja dan dewasa muda.
Menurut penelitian tersebut, dikutip dari intothelight.org, wanita berusa lima belas hingga sembilan belas tahun merupakan populasi dengan angka depresi paling tinggi, disusul oleh laki-laki berusia dua puluh hingga dua puluh sembilan tahun dan laki-laki berusia lima belas hingga sembilan belas tahun
Penelitian itu juga menunjukkan bahwa tren angka depresi di Indonesia cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Artinya, semakin tua semakin jarang ditemukan kasus depresi baru.
Dikutip dari Healthline, depresi mayor melibatkan gangguan pada tiga bagian utama otak yang meliputi hippocampus, amygdala, dan korteks prefrontal.
Depresi mayor itu sendiri diartikan sebagai jenis depresi berat atau depresi klinis. Depresi mayor merupakan salah satu dari dua jenis depresi yang paling sering terdiagnosis.
Berikut adalah penjelasan mengenai kerusakan pada tiga bagian otak tersebut akibat dari depresi berat:
Hippocampus terletak di dekat pusat otak. Bagian otak ini berfungsi untuk menyimpan kenangan dan mengatur produksi kortisol. Kortisol adalah hormon yang akan dikeluarkan ketika Anda mengalami stres, baik secara fisik maupun mental.
Masalah baru akan timbul ketika kortisol yang dilepaskan jumlahnya berlebihan. Kadar kortisol berlebih dalam jangka waktu panjang dapat menjadi penanda gejala depresi.
Kortisol yang diproduksi berlebih dapat menyusutkan sel saraf di dalam hippocampus otak. Di saat bersamaan, kadar kortisol berlebih juga akan memperlambat produksi sel-sel neuron baru.
Kerusakan yang muncul akibat depresi pada bagian otak ini sering berwujud sebagai gangguan ingatan jangka panjang. Anda tidak lagi dapat menghasilkan memori jangka panjang yang baru.
Anda mungkin masih bisa mengingat kembali apa yang terjadi kemarin tapi tidak dapat ingat kejadian dua puluh tahun lalu, misalnya, yang terjadi sebelum hippocampus rusak.
Hippocampus itu sendiri juga menjadi bagian dari sistem limbik. Sistem limbik adalah bagian otak yang terlibat dalam respons perilaku dan emosi.
Terutama ketika menyangkut insting dan perilaku untuk bertahan hidup, seperti mencari makan, reproduksi dan merawat keturunan, dan respon flight or flight (melawan atau melarikan diri) saat dihadapkan oleh situasi negatif atau pemicu stres.
Maka ketika bagian otak ini mengalami kerusakan akibat, Anda mungkin tidak lagi memiliki hasrat untuk sekadar makan atau berinteraksi dengan orang lain.
Amygdala adalah bagian otak yang berfungsi untuk mengendalikan respons emosional dan pengenalan isyarat emosional pada orang lain. Amigdala bertugas untuk mengendalikan respons fisik dan psikis yang terkait dengan ketakutan dan gairah.
Pada penderita depresi mayor, amigdala membesar dan menjadi lebih aktif akibat paparan konstan terhadap kortisol yang jumlahnya berlebih.
Fungsi amigdala yang terlalu aktif pada penderita depresi telah dikaitkan dengan kemunculan gejala gangguan kecemasan dan fobia sosial.
Bersama dengan aktivitas abnormal di bagian otak lainnya, kerusakan amigdala yang terjadi akibat depresi akan menyebabkan gangguan tidur dan perubahan aktivitas.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah depresi jangka panjang dapat membuat penderitanya menyakiti diri hingga muncul keinginan bunuh diri.
Hal ini juga merangsang tubuh melepaskan hormon dan zat kimia dalam jumlah abnormal yang menyebabkan komplikasi lebih serius.
Korteks prefrontal terletak di bagian paling depan otak. Bagian otak ini bertanggung jawab untuk mengatur emosi, membuat keputusan, dan menyusun memori.
Ketika otak memproduksi jumlah kortisol secara berlebihan, korteks preforental menjadi menyusut. Kondisi ini berdampak pada penurunan empati pada penderita depresi. Efek ini juga tampak muncul pada perempuan penderita depresi pascapersalinan (postpartum depression).
Secara umum, begitulah akibat depresi pada kerusakan otak. Maka itu, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapat penanganan yang tepat.