Hati-hati dengan penyakit “malas” bergerak. “Daily Mail,” dalam rubrik kesehatannya baru saja merilis hasil penelitian yang dimuat jurnal “medicaldaily.com,” tentang adanya hubungan antara kemalasan dengan gangguan saraf.
“Kemalasan,” menurut “Mail,” adalah sebuah gaya hidup “anteng” yang menyebabkan risiko berbagai penyakit.
Gaya hidup ini biasa disebut dengan “sedentary” atau tidak aktif bergerak. Banyak penelitian yang menuding “sedentary” sebagai pemicu meningkatknya risiko penyakit kardiovaskular atau gangguan kronis lainnya.
Dan hasil penelitian terakhir, “sedentary” juga bisa menimbulkan gangguan saraf yang berdampak pada tekanan darah.
Penelitian terdahulu menyebutkan olahraga bisa memengaruhi struktur otak karena memicu pertumbuhan sel baru. Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan kondisi sebaliknya, yakni gaya hidup tidak aktif bergerak juga bisa berdampak ke otak, namun kabar buruk yang didapat.
Gaya hidup sedentary secara signifikan memengaruhi bentuk sel saraf tertentu, bahkan mengubahnya.
Gaya hidup sedentary memang membawa banyak dampak buruk. Semakin banyak penelitian berusaha membuktikan hal ini. Kebiasaan tidak aktif bergerak meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes, dan gangguan kronis lainnya.
Studi terbaru juga menguatkan dampak buruk sedentary ini, namun pengujian masih dilakukan pada tikus. Meski begitu, para peneliti berharap studi terbaru ini bisa memberikan gambaran mengapa sedentary teramat berbahaya.
Para peneliti di Wayne State University School of Medicine menganalisa selusin tikus dalam melakukan penelitian yang dipublikasikan di jurnal Comparative Neurology ini.
Setengah dari tikus tersebut ditempatkan di sangkar dengan roda berputar, sehingga membuat mereka bisa bergerak aktif dengan berlari di roda. Sedangkan sebagian tikus lainnya ditempatkan di sangkar tanpa roda berputar sehingga membuat mereka diam tidak aktif bergerak. Dalam waktu tiga bulan, tikus yang berada di sangkar dengan roda berputar, lari sekitar 5 km per hari.
Setelah tiga bulan, para peneliti menyuntikkan tikus dengan pewarna yang mewarnai sel saraf tertentu. Mereka ingin mengidentifikasi sel saraf di medula ventrolateral rostral, bagian dari otak yang mengontrol pernapasan dan berbagai sistem saraf tak sadar yang berhubungan dengan olahraga.
Bagian otak ini juga mengontrol tekanan darah, atau disebut sebagai sistem saraf simpatik yang sangat penting dalam memantau pembuluh darah untuk berkontraksi dan melebar sehingga aliran darah tetap lancar. Orang yang sistem saraf simpatiknya terhalang dengan cara apapun atau terlalu aktif, memiliki kecenderungan tinggi terkena penyakit kardiovaskular.
Para peneliti menemukan adanya perbedaan signifikan pada sel saraf tikus yang beraktivitas fisik selama tiga bulan dengan yang tidak sama sekali. Sel saraf di medula ventrolateral rostral pada tikus yang tidak aktif bergerak cenderung berubah bentuk, menjadi bercabang melebihi dari sel saraf normal.
Cabang-cabang ini membuat sel saraf menjadi rentan terstimulasi dan mengirimkan pesan yang membingungkan ke susunan saraf, sehingga memengaruhi tekanan darah.
Meski hal ini belum teruji pada manusia, para peneliti menekankan bagian otak pada tikus ini sama dengan bagian otak manusia dengan fungsi kontrol sistem yang sama.
“Kebiasaan tidak aktif bergerak berkaitan dengan perubahan struktur dan fungsi saraf yang mendorong sensitivitas sel saraf di otak untuk menstimulasi dan berkontribusi terhadap peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, ” terang peneliti.