Diet untuk menurunkan berat badan ibarat perjuangan seumur hidup bagi sebagian orang.
Aneka jenis diet, mulai dari diet mayo, diet ketogenik, diet golongan darah sudah dicoba. Bahkan berbagai tindakan medis juga turut dilakukan.
Tapi jarum timbangan tak kunjung mengarah ke kiri.
Hal ini mungkin sering Anda alami: teman Anda menerapkan diet tanpa lemak, berat badannya langsung turun satu kilogram
Atau kakak Anda melakukan diet mayo, berat badannya turun dengan cepat dalam seminggu. Namun ketika Anda mencobanya, berat badan tetap statis bahkan naik.
Apa yang salah?
Menurut peneliti dari Harvard T.H. Chan School of Public Healthdi Amerika Serikat, diet yang cocok untuk orang lain belum tentu cocok untuk Anda, begitupun sebaliknya.
Salah satu penyebabnya adalah perbedaan metabolisme dalam tubuh setiap orang.
Studi lain yang dipublikasikan di jurnal Cell menyebutkan bahwa reaksi tubuh seseorang terhadap makanan bisa berbeda-beda.
Karena itu, dibutuhkan pula pola diet yang berbeda-beda untuk meminimalkan risiko penyakit tertentu, termasuk menurunkan berat badan.
Pada studi tersebut, peneliti menelaah kadar gula darah tubuh responden setelah diberikan makanan tertentu.
Hasilnya, respons kadar gula darah tiap responden setelah diberikan makanan berbeda-beda.
Sebagai contoh, ketika makan roti yang sama dengan teman Anda, bisa jadi setelah makan kadar gula darah Anda langsung melonjak tajam.
Sementara roti yang sama tidak berpengaruh pada kadar gula darah teman Anda dan tetap stabil. Hal ini menjadi poin penting, terlebih bagi penderita diabetes yang disarankan untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil.
Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa reaksi tubuh yang berbeda-beda disebabkan oleh peran gen.
Ekspresi gen terhadap makanan yang dikonsumsi bersifat personal dan tidak sama pada setiap orang.
Untuk itu, menjalani pola diet yang sesuai dengan hasil ekspresi gen tubuh dianggap tak hanya bermanfaat untuk menurunkan berat badan, tetapi juga untuk menangani kondisi medis tertentu.
Pada studi yang diterbitkan di jurnal Nutrition, dilakukan skrining dua puluh empat varian gen yang berperan dalam metabolisme, kemudian pasien diminta untuk melakukan pola diet sesuai dengan tes genetik yang sudah dilakukan.
Hasilnya, tujuh puluh tiga persen pasien yang mengikuti pola diet sesuai dengan tes genetik terbukti berhasil menurunkan berat badan dalam kurun waktu tiga ratus hari.
Sedangkan hanya tiga puluh dua persen pasien yang tidak berhasil menurunkan berat badan.
Studi lain yang dilakukan di Inggris juga menemukan hal yang sama.
Pada penelitian tersebut dilihat perbandingan antara diet ketogenik dan diet sesuai tes genetik.
Hasilnya adalah responden yang melakukan diet sesuai dengan tes genetik, berat badannya terus menurun dan stabil bahkan hingga dua tahun kemudian.
Sedangkan responden yang menjalani diet ketogenik, berat badannya kembali naik seperti semula.
Meskipun masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut, tetapi diet yang sesuai dengan tes genetik ini dianggap menjanjikan untuk menurunkan berat badan atau mempertahankan berat badan ideal dalam jangka panjang.
Mengubah pola diet menjadi lebih sehat, tentu saja dapat berdampak pada berat badan serta kesehatan tubuh secara keseluruhan.