Menyembuhkan pasien stroke dengan meningkatkan kemampuan berbahasa?
“Ya, kenapa tidak,” tulis “times of india,” di rubrik kesehatannya Sabtu, 28 November 2015.
Menuliskan hasil sebuah studi yang dilakukan Nizam Institute for Medical Sciences di Hyderabad, India, “times of india,” menegaskan kemampuan berbahasa bisa berkontribusi positif terhadap kesembuhan pasien stroke.
Tantangannya, tulis “time of india, bahasa bisa membuat otak terangsang karena akan lebih sulit untuk menemukan kata tertentu ketika beralih antara bahasa.
Tantangan tersebut mengembangkan neuroplastisitas atau cadangan kognitif yang fungsinya mempersiapkan otak untuk menghadapi tantangan baru seperti penyakit.
Penelitian ini juga didasarkan pada studi terdahulu di Toronto yang menyebutkan bahwa orang-orang yang berbicara dua bahasa akan terlambat mengalami demensia.
Para peneliti mengkaji catatan medis dari dari ratusan pasien stroke di kantor pencatatan stroke di institusi Alladi selama tujuh tahun.
Di Hyderabad, bahasa Telugu, Urdu, dan Inggris merupakan bahasa umum yang diajarkan di sekolah.
Lebih dari setengah pasien stroke yang diperiksa, berbicara setidaknya dua bahasa.
Setelah memperhitungkan faktor-faktor gaya hidup lain seperti merokok, tekanan darah tinggi, diabetes, usia, dan pendidikan, para peneliti menemukan dari orang-orang punya kemampuan bilingual fungsi kognitif normal setelah serangan stroke
“Mereka mengalami stroke pada usia yang sama tetapi penyembuhannya tampak lebih baik untuk pasien bilingual,” kata pemimpin penelitian Suvarna Alladi, profesor neurologi Nizam Institute, seperti dilaporkan oleh Reuters.
Dia menambahkan, menggunakan bahasa kedua atau ketiga secara teratur, atau mengucapkan dengan fasih meskipun tidak menggunakannya secara teratur, bisa memberikan manfaat untuk otak.
“Faktor yang paling penting adalah penggunaan bahasa jangka panjang,” ujar dia.
Alladi mengatakan, memelajari bahasa kedua di sekolah, kemudian tidak menggunakannya lagi, tidak akan memberikan manfaat yang sama.
“Intinya adalah bahwa kegiatan yang merangsang kognitif bisa Anda lakukan di usia pertengahan untuk melindungi diri dari demensia dan stroke. Selain berbicara dua bahasa, bisa juga dengan memainkan alat musik, atau kegiatan lain yang menantang,” terangnya.
Menurut studi itu, penurunan daya ingat, terutama mereka yang terserang stroke menjadi keprihatinan
Di Cleveland Clinic, para dokter telah mendesain sebuah program lengkap untuk kebugaran otak itu.
Boleh dikata ini adalah kamp atau perkemahan untuk kesehatan otak.
Program ini disebut dengan Brain Health and Wellness Program. Para partisipan dalanm program diminta untuk belajar tentang strategi yang didesain untuk “memaksimalkan kesehatan otak.
” Termasuk di dalamnya modifikasi pola makan, peningkatan aktivitas fisik, latihan kognitif dan metode relaksasi
“Saya sangat bersemangat untuk mengembangkan penyebuhan melalui pencegahan ini,” kata Dr. Roxanne Sukol direktur dan pendiri program itu.
“Sangat tidak masuk akal buat saya, kita berusaha menyelesaikan masalah saat kita sebenarnya bisa mencegah masalah itu. Saya akan sangat senang mengajari pasien saya keterampilan agar mereka bisa memilik sendiri cara untuk mencegah penyakit sejak awal.”
Orang-orang yang terlibat dalam program Sukol berusia antara 40-an hingga 80-an tahun, demikian disampaikan Michael Milicia, terapis ocupasional di Cleveland Clinic.
“Para pasien ini rata-rata khawatir akan masa depan mereka,” kata Sukol. Rasa khawatir itu muncul baik karena ada anggota keluarga mereka yang sudah mengidap dementia atau karena mereka tak punya anak-anak yang akan bisa mengurus mereka nantinya.
Beberapa lagi malah sekadar ingin memiliki kemampuan otak seperti sediakala. Misalnya Tony Fitzgerald yang berusia tua.
Dia khawatir bahwa pembedahan yang dijalaninya beberapa tahun lalu telah membuatnya kehilangan sebagian kemampuan kognitif. Dia percaya program dari Cleveland Clinic.
“Program ini mirip kardio untuk otak,” kata Fritzgerald seperti dikutip Today. “Efeknya tak langsung muncul dan Anda langsung sembuh pada kelas pertama. Tapi secara terstruktur, perlu enam sesi selama tiga bulan untuk membangun kepercayaan diri dulu.”
Bagian terbesar dari program ini melibatkan latihan otak. Milicia menunjukkan bagaimana teknik yang disebutnya “istana memori.”
Idenya adlaah bagaimana secara sadar membangun asosiasi untuk kemampuan memori yang lebih baik.
Dan memberi bagian dari otak Anda yang menyimpan informasi latihan rutin. Latihan itu disebut dengan istana memoro karena orang dilatih dengan mengingat kata dengan lebih baik dan menghubungkannya dengan lokasi dan cerita.
Tempat-tempat itu adalah ‘istana’-nya. Kadang itu adalah rumah yang diasosiasikan dengan kata tertentu.
Dalam latihan Milicia meminta untuk berpikir tentang ruangan yang biasa kita lewati saat pulang ke rumah dan kemudian menghubungkannya dengan sebuah kata dari sebuah daftar yang berisi sepuluh kata dari setiap kamarnya.
Pasien lalu diminta untuk membuat cerita tentang salah satu kata dan ruangan untuk menguatkan hubungan itu di otaknya.
Misalnya kata yang teringat adalah ‘bola kapas’ yang muncul saat membuka pintu. “Lalu kata berikutnya adalah acar timun,” kata Milicia. “Cerita yang dibuat bisa berlanjut ’setelah mendorong bola kapas yang terlihat saat membuka pintu, dia merasa lapar lalu dia memakan acar timunnya’,” kata Milicia.
Pada beberapa pasien cara ini cukup berhasil, karena membuat mereka bisa mengingat secara bolak balik.
Meski strategi ini tampaknya masuk akal, namun perlu penelitian lebih lanjut untuk mendukungnya, kata Ronald Petersen, direktur Pusat Penelitian Penyakit Alzheimer di Mayo Clinic.
“Ada banyak data untuk mendukung klaim bahwa dengan modifikasi gaya hidup bisa memperlambat penurunan daya kognitif,” kata Petersen. Dia menekankan cara terbaik untuk menjaga ingatan yang telah terbukti adalah untuk latihan aerobik.
“Diet Mediterranean adalah salah satu elemen yang telah menunjukkan yang cukup membantu. Datanya sangat lemah, tapi sangat membantu. Saat Anda bicara tentang latihan kognitif, atau permainan otak, datanya memang selalu tipis.”
Namun apa yang disampaikan Petersen bukan berarti latihan yang diajarkan Sukol tidak bermanfaat.
Hanya saja belum ada penelitian yang mendukungnya. Yang penting menurut Petersen, tak ada diantara strategi itu yang bisa membahayakan dan malah mungkin bisa membantu.