Telur? “Nggaklah. Kolesterol saya bisa nambah. Janganlah. Pokoknya nggak mau.”
Itulah dialog pendek yang sering menyalahkan makanan telur sebagai sumber kolesterol. “Pokoknya, telur nggaklah.” Ya, banyak orang menganggap telur bagaikan racun yang harus dijauhi karena kandungan kolesterolnya.
Apa betul demikian? Tulisan terbaru dari “healthsience.com” memberi bantahan terhadap pendapat “kuno” itu. Menurut jurnal terbarunya, meski telur mengandung kolesterol tapi kandungan lemak jenuhnya sedikit sehingga sangat sehat dan aman untuk dikonsumsi.
Pendapat yang menyebut telur sebagai sumber kolesterol dan bisa meningkatkan risiko penyakit jantung sebenarnya mengada-ada dan bersumber dari rumor ketidaktahuan. Atau istilah “healthscience” pembodohan sejarah.
Kebanyakan studi epidemiologi, jenis studi yang melibatkan populasi besar dan menganalisa pola makan dan kesehatannya, tidak menemukan kaitan antara makan telur dan peningkatkan risiko penyakit jantung.
Sebaliknya, studi klinis terkontrol, dimana peneliti memberikan sejumlah kolesterol pada responden dan mengukur efeknya dalam darah, menemukan sedikit peningkatan kolesterol dalam darah seiring dengan peningkatan pola makan tinggi kolesterol.
Kolesterol sebenarnya adalah komponen yang penting dalam seluruh sel manusia dan hewan yang berpengaruh pada hormon dan fungsi lainnya. Karena tubuh kita juga memproduksi kolesterol, maka kita tak perlu menambahkannya dari makanan lain.
Namun pola makan orang modern umumnya tinggi kolesterol karena sering mengonsumsi produk hewani. Seluruh produk hewani memang mengandung kolesterol dan juga lemak jenuh.
“Sebenarnya yang paling berpengaruh pada kadar plasma darah dan LDL (kolesterol jahat) adalah lemak jenuh,” kata Alice Lichtenstein, profesor nutrisi dan science di Friedman School of Nutrition Science and Policy Tuts University.
Meski kandungan kolesterol dalam telur cukup tinggi (186 miligram dan 184 diantaranya berada di kuning telur), namun kandungan lemak jenuhnya rendah (1,6 gram di kuning telur).
Pada kebanyakan orang, untuk setiap 100 miligram penurunan kolesterol dari pola makan, akan dialami penurunan kadar LDL 2,2 poin. Tetapi dengan mengurangi asupan lemak jenuh sekitar 4-7 persen dari total kalori, kadar kolesterol dalam darah akan turun dua kali lipat dari hanya membatasi kolesterol saja.
Orang Jepang, yang kebanyakan mengonsumsi telur dalam jumlah besar (rata-rata 328 telur perorang setiap tahun), kadar kolesterolnya justru rendah. Jumlah penderita penyakit jantung juga lebih rendah dibanding dengan penduduk di negara maju lainnya. Ini karena pola makan orang Jepang rendah lemak jenuh.
Orang Amerika justru sebaliknya. Mereka jarang makan telur tetapi pola makannya tinggi lemak jenuh yang berasal dari daging asap, sosis, dan lain sebagainya.
Jadi, berapa banyak telur yang boleh kita konsumsi? Para ahli dari American Heart Association sejak lama tidak lagi memberikan batasan pada jumlah kuning telur yang bisa dikonsumsi. Tetapi kita disarankan untuk membatasi kolesterol maksimal 300 mg perhari atau 200 mg jika Anda menderita penyakit jantung atau kadar kolesterol LDL Anda lebih dari 100. Anda bisa memilih sendiri sumber kolesterolnya.
Meski demikian ada juga pakar yang menyarankan agar kita membatasi konsumsi telur tak lebih dari satu butir setiap hari.
“Makan satu telur setiap hari tidak berpengaruh banyak pada kenaikan kolesterol dalam darah. Lagi pula kenaikan LDL itu pengaruhnya sangat kecil dan bisa dibalikkan dengan gaya hidup sehat lainnya,” kata Walter Willett, profesor epidemiologi.