Belum lama ini pemerintah sebagai regulator menyatakan akan memblokir ponsel black market berdasarkan validasi International Mobile Equipment Identity
Kabar tersebut sebenarnya bukan informasi baru. Bahkan, buat penulis mulai terasa membosankan.
Sebab, sejak bertahun-tahun lalu hal itu telah diungkapkan pejabat terkait, tetapi tak kunjung dieksekusi.
Populasi ponsel BM tidak boleh dipandang sebelah mata. Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia memperkirakan, untuk merek-merek terkenal, jumlah ponsel BM per tahun hingga tiga puluh persen dari total ponsel yang beredar.
Itu berarti puluhan juta unit per tahun. Konsumen, produsen ponsel, distributor resmi, dan pemerintah sama-sama dirugikan.
Untuk menekan peredaran ponsel BM, pemblokiran ponsel berdasarkan IMEI memang menjadi salah satu solusi jitu. Ketika terkoneksi ke jaringan operator seluler Indonesia, nomor IMEI ponsel akan dikenali lalu divalidasi.
Bila teridentifikasi sebagai ponsel BM, ponsel itu diblokir dan tak bisa digunakan lagi. Sepintas cara tersebut tampak sederhana. Padahal, realitanya tidak demikian.
Ada rangkaian proses yang perlu diperhatikan. Menurut penulis, agar tidak menimbulkan keresahan pasar, sekaligus tetap memberikan perlindungan kepada konsumen dan industri seluler, pemerintah setidaknya perlu memperhatikan enam poin berikut.
Definisi ponsel BM. Ponsel yang tidak dilengkapi garansi resmi dari produsen atau distributor resmi mestinya bisa dikategorikan sebagai ponsel BM.
Ponsel bergaransi distributor ini-itu yang sebenarnya bukan mitra resmi prinsipal, walaupun dilengkapi kartu garansi, tetaplah ponsel BM.
Apalagi, ponsel yang hanya bergaransi toko selama beberapa hari.
Tidak berlaku surut. Regulasi blokir ponsel BM sebaiknya tidak berlaku surut. Seluruh ponsel BM yang telah aktif di jaringan operator Indonesia saat peraturan ditetapkan, berapa pun jumlahnya, mendapatkan ‘pengampunan’ alias langsung diputihkan.
Turut memblokir ponsel-ponsel BM masa lalu bukanlah langkah bijak. Sebab, peredaran ponsel BM di tanah air berumur sama tuanya dengan usia operator seluler. Dulu pemahaman terhadap ponsel bergaransi resmi relatif sangat rendah. Distribusi ponsel pun belum merata seperti sekarang.
Jalur pengecekan mandiri. Pemerintah bekerja sama dengan produsen ponsel dan operator seluler wajib menyediakan jalur pengecekan IMEI secara mandiri.
Cukup mengirimkan SMS atau masuk ke situs tertentu, pengguna bisa mengecek ponsel yang dimilikinya termasuk ponsel BM atau bukan.
White list kasus khusus. Hal ini patut dipikirkan mekanismenya sejak dini.
Dalam kondisi khusus, sebuah ponsel yang tidak dilengkapi garansi resmi Indonesia dapat dipertimbangkan bebas blokir. Kondisi khusus seperti apa?
Pertama, ponsel yang dibawa turis asing. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi Indonesia amat mungkin membawa ponsel pribadi. Betapa konyolnya bila ponsel mereka diblokir dan harus membeli ponsel baru hanya untuk dipakai selama berada di Indonesia.
Kedua, ponsel purwarupa atau prototipe yang diuji pakai oleh tim teknis produsen ponsel dan operator seluler.
Sebelum suatu ponsel dipasarkan resmi di Indonesia, tim internal produsen dan operator seluler biasanya akan melakukan sederet pengujian. Setidaknya dalam jangka waktu tertentu, ponsel-ponsel itu dikecualikan dari pemblokiran.
Ketiga, ponsel untuk penggunaan pribadi yang dibeli di luar negeri dan sudah membayar tarif pajak saat masuk ke Indonesia.
Seandainya pemerintah kelak memutuskan ponsel kategori ketiga ini tetap dianggap sebagai ponsel BM, sosialisasi peraturan wajib dilakukan secara masif dan berkelanjutan.
Antisipasi jasa ganti IMEI. Nomor IMEI menjadi penentu utama untuk menentukan sebuah ponsel dapat digunakan di Indonesia atau tidak. Apakah yang terjadi bila sistem suatu operator seluler mendeteksi adanya IMEI persis sama di lebih dari satu ponsel?
Normalnya kondisi tersebut takkan terjadi. Namun, ketika blokir ponsel BM diterapkan, bukan mustahil kasus itu mulai ditemukan. Jasa ganti IMEI ponsel bermunculan.
Dengan cara tertentu, nomor IMEI ponsel BM diganti dengan nomor IMEI ponsel bergaransi resmi. Payung hukum untuk menjerat pelaku penggantian IMEI ponsel sedari sekarang perlu disiapkan regulator.
Tumpas peredaran ponsel BM. Sampai kini ponsel BM mudah dijumpai di pasar luring (offline) maupun daring (online). Kalau dicermati setiap ponsel BM minimal melanggar satu regulasi yang berlaku.
Dalam pantauan penulis, pelanggaran yang paling sering dilakukan adalah mencantumkan sertifikat SDPPI/Postel palsu.
Penulis yakin kondisi itu sebenarnya diketahui instansi terkait. Namun, telah menjadi rahasia umum bila pebisnis ponsel BM seringkali memiliki hubungan dengan ‘orang kuat’.
Kini yang dapat dilakukan adalah menggugah niat baik dan inisiatif pihak berwenang. Maukah menertibkan dan menumpas habis ponsel BM?
Pemberantasan ponsel BM yang dibarengi penerapan blokir ponsel berdasarkan IMEI akan memberikan kemaslahatan kepada negara ini.
Konsumen lebih aman sekaligus nyaman. Produsen ponsel dan distributor resmi mendapatkan kepastian hukum serta iklim usaha. Pendapatan negara pun meningkat.