Bumi, seperti di diberitakan “Daily Mail,” dalam rubrik ilmu dan tekhnologinya, sedang berada dalam ancaman serius akibat akan terjadinya solar superstorm atau badai matahari super yang terjadi di permukaan matahari.
Badai ini, tulis “Daily Mail,” dibarengi dengan keluarnya sebuah gelembung besar yang bisa merambat ke luar angkasa, termasuk bumi.
Dalam artikelnya Jumat, 01 Agustus 2014, “Daily Mail,” mengungkapkan letusan di permukaan matahari itu akan disertai dengan “Coronal Mass Ejections” atau dikenal dengan “CME.”
CME sendiri merupakan peristiwa paling enerjik di tata surya ini. Saat berlangsung, sebuah gelembung besar akan tercipta dan memuntahkan medan plasma dan magnetik dari permukaan matahari ke ruang angkasa.
“Hanya menunggu waktu, sebelum badai matahari dengan kekuatannya mendorong ke arah bumi,” ujar Ashley Dale yang melakukan penelitian doktor di bidang teknik kedirgantaraan di Bristol University, Inggris.
Dale juga merupakan anggota dari satuan tugas internasional yang dijuluki Solarmax. Satuan tersebut bertugas mengindentifikasi risiko badai matahari dan dampak yang bisa diminimalisir, serta memberikan peringatan dini akan badai super tersebut.
Badai matahari itu akan berdampak signifikan pada kehidupan manusia, khususnya malapetaka bagi sistem komunikasi, pasokan listrik, melumpuhkan transportasi, sanitasi, dan obatan-obatan.
Selain “Daily Mail,” laman “Space.com,” juga mengungkapkan akan ada tiga kerusakan terkait dengan bencana tersebut. Pertama, sinar-X dan radiasi ultraviolet dari pijaran matahari akan merusak jaringan radio dan menyebabkan kesalahan navigasi GPS.
Kedua, satelit di luar angkasa akan terbakar oleh partikel energik seperti elektron dan proton.
Dan terakhir, magnet plasma dari CME akan melanda bumi di hari berikutnya sehingga akan menghancurkan listrik.
Sebelumnya, badai matahari super ini pernah terjadi di tahun 1859 yang disebut peristiwa Carrington. Hal itu terlihat berkat pengamatan terhadap matahari oleh pesawat ruang angkasa Badan Antariksa Amerika atau NASA, STEREO-A, di mana saat itu astronom asal Inggris, Richard Carrington melihat pijaran tersebut.
“Berkat STEREO-A, kita tahu banyak tentang struktur magnetik dari CME, jenis gelombang kejut dan partikel energik yang diproduksi olehnya. Dan yang paling penting dari semuanya, jumlah (peristiwa) CME yang mendahuluinya,” ucap Pete Riley seorang ilmuwan yang menerbitkan makalah di Space Weather.
Dalamsepuluh tahun ke depan, kata Riley, dua belas persen kemungkinan badai matahari seperti peristiwa Carrington bisa terjadi. Hal ini karena bumi berada dalam jalur peristiwa Carrington rata-rata setiap 150 tahun.
Ia memprediksikan dengan menggunakan parameter yang disebut DST atau Disturbance-Storm Time yang hasilnya terlihat banyak medan magnet di sekitar bumi bergetar ketika CME meletus di permukaan matahari.
CME besar ini memiliki kekuatan sekitar 1022 kJ energi atau setara dengan 10 miliar bom Hirosima dijatuhkan pada saat itu dan melemparkan sekitar satu triliun kilo partikel menuju bumi dengan kecepatan hingga 3.000 kilometer per detik.
Namun, dampaknya terhadap populasi manusia relatif jinak karena infrastruktur elektronik pada kala itu berjumlah tidak lebih dari 124.000 mil (200.000 km) dari garis telegraf.
Dale menjelaskan perisitiwa seperti itu takkan terelakkan. “Sebagai suatu spesies, kita tidak pernah lebih rentan terhadap bintang terdekat kita. Akan tetapi dalam kemampuan, keterampilan, dan keahlian kita sebagai manusia mampu untuk melindungi diri kita sendiri,” paparnya.