Kabar hoaks dan misinformasi bisa menjadi masalah besar di zaman media sosial ini.
Pasalnya, ketika sebuah informasi diunggah di lini masa media sosial, informasi itu bisa cepat menyebar dan dibagikan hingga ribuan kali dalam waktu singkat.
Facebook pun terus berjuang keras untuk mengatasi keberadaan hoaks dan misinformasi di platform-nya.
Kini, Facebook mencoba mengatasi hoaks dan misinformasi dengan menandai unggahan di Facebook dan Instagram dengan penerapan label.
Pada praktiknya, jika di Facebook atau Instagram ada unggahan yang diberi label, kemungkinan unggahan tersebut merupakan konten hoaks atau misinformasi.
“Pada bulan depan, konten di Facebook dan Instagram yang dinilai salah atau hoaks oleh pemeriksa fakta pihak ketiga akan mulai diberi label yang lebih jelas,” kata Facebook, sebagaimana dikutip dari Ubergizmo, Kamis
Dengan pemberian label tersebut, pengguna bisa memutuskan sendiri apa yang harus mereka baca, percaya, dan bagikan.
Rencananya, label akan ditampilkan di atas foto dan video yang dianggap hoaks dan misinformasi, termasuk di atas konten Stories di Instagram, serta akan terhubung ke penilaian dari pemeriksa fakta.
Berdasarkan pada screenshot di atas, jika pengguna melihat unggahan yang diberi label, kemungkinan unggahan itu mengandung kabar hoaks.
Tanda label tersebut diyakini bakal membantu menangkis penyebaran hoaks dan misinformasi
Facebook mengumumkan pembaruan yang dirancang untuk mengurangi jangkauan penyebaran konten-konten berbahaya di platform-nya.
Perubahan paling terlihat adalah pada grup, di mana, grup yang berulang kali membagikan hoaks atau misinformasi bakal diberikan hukuman.
Hal ini lantaran halaman grup seringkali dipakai untuk mendistribusikan propaganda dan misinformasi pada Pilpres AS 2016.
Mengutip laman The Verge, hukuman yang dimaksud berupa pembatasan distribusi unggahan grup tersebut ke News Feed. Dengan begitu, hanya sedikit orang yang bakal bisa melihat unggahan tersebut.
Perubahan lain yang dapat meningkatkan News Feed dari peredaran konten negatif adalah mengukur apakah penerbit bermasalah atau tidak, bukan dari tingkat popularitasnya.
Hal yang dilakukan Facebook ini mirip dengan cara Google memberikan peringkat pada pencarian yang muncul di halaman utama.
Jika sebuah situs web sering dikaitkan dengan situs lain, sistem akan mengetahui bahwa sumber tersebut terpercaya.
Hal ini bakal membantu Facebook mengetahui apakah penerbit dihargai secara luas.
Facebook juga membuat beberapa perubahan kecil seputar pengecekan fakta. Di Amerika Serikat misalnya, Associated Press akan memeriksa fakta di video.
Kemudian, Facebook akan memasukkan “Trust Indicator” saat pengguna mengklik untuk melihat konteks di sekitar publikasi.
Indikator-indikator tersebut berasal dari The Trust Project, sebuah kelompok yang dibangun oleh organisasi berita.
Sejumlah fitur pada WhatsApp pun dirancang untuk mengurangi penyebaran misinformasi pada platform-nya. Facebook menyebut, pihaknya telah mulai untuk menggulirkan indikator meneruskan pesan.
Hal ini dimaksudkan untuk membuat orang tahu, ketika suatu pesan telah diteruskan kepada mereka dan “tombol konteks”, sehingga orang dapat melihat lebih detail tentang informasi yang telah mereka kirim.
Jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg ini telah berupaya memberantas peredaran misinformasi sejak pemilu AS 2019.
Sejumlah upaya yang dilakukan antara lain adalah melibatkan pemeriksa fakta, membatasi penyebaran informasi yang tidak terpercaya kebenarannya, dan menyoroti saat ada cerita yang ditandai sebagai kabar palsu.
Sayangnya Facebook masih saja menghadapi masalah yang sama. Pasalnya, masih banyak aktor jahat yang menemukan cara untuk menyalahgunakan sistem.