Laman situs “technocrunch,” hari ini, Jumat, 03 November, menulis tentang teori penyadapan percakapan pribadi yang dilakukan Facebook cukup meresahkan.
Dan apakah benar hal itu untuk menentukan target iklan?
Dan penyadapan itu merupakan teori ‘unik’ yang oleh banyak pihak disebut melalui aplikasi mobile setelah aplikasi sendiri ditutup.
Dari percakapan tersebut, akan dipindai beberapa kata kunci untuk menentukan relevansi iklan yang muncul ketika pemilik akun melakukan pencarian di Facebook.
Isu ini terdengar klasik, namun bukan tidak mungkin terjadi. Ada ketakutan dari para pengguna perangkat pintar jikalau mereka dimata-matai sendiri oleh perangkatnya.
Mengapa tidak?
Saat ini, teknologi telah berkembang sangat mutakhir dimana perangkat pintar bisa saja merekam apa pun menggunakan mikrofon dan kamera, tanpa pengguna mengetahuinya.
Secara teknis, hal itu memang cukup masuk akal, karena komponen perangkat pintar memungkinkan untuk itu. Keamanan pada produk manufaktur juga masih rentan untuk diserang atau diretas.
Dengan demikian, perdebatan penyadapan Facebook sudah tidak fokus lagi tentang kemungkinan terjadi atau tidak, namun lebih tentang etika.
Seperti halnya Google, sebagian besar keuntungan Facebook berasal dari iklan. Sehingga Facebook mati-matian untuk mendapatkan perhatian publik. Jika diperhatikan, penampilan newsfeed Facebook sudah berbeda saat ini.
Sebelumnya, postingan teks dan foto terkombinasi dengan rapi, video-video tidak memutar secara otomatis, dan sebagainya.
Namun sekarang, posting-an video memutar secara otomatis, berita “clickbait” masih sering muncul di linimasa, dan munculnya ikon “love” selain “like” sebagai opsi menyukai postingan.
Melalui cara inilah Facebook dicurigai mengukur kesukaan para pengguna demi menentukan iklan yang tepat untuk disajikan ke penggunanya.
Tapi bagaimana jika Facebook tidak mampu menarik perhatian penggunanya melalui cara di atas? Benarkah Facebook menggunakan jalan pintas penyadapan?
Teori penyadapan Facebook ibarat legenda urban yang sulit hilang.
Seperti yang ditekankan Advertising Age, bahwa ketakutan penyadapan oleh Facebook ini akan sulit hilang meskipun eksekutif periklanan Facebook, Rob Goldman mencoba meluruskan hal tersebut.
“Kami menjalankan iklan di Facebook. Kami tidak-dan tidak pernah- menggunakan mikrofon untuk iklan. Hal itu tidaklah benar,” tulis Goldman di akun Twitternya.
Kicauan Goldman tersebut merupakan respon langsung setelah pembawa acara podcast Reply All asal Amerika, PJ Vogt yang menanyakan para pengikutnya, apakah mereka percaya Facebook merekam percakapan pribadi mereka.
Di tengah teori yang masih dibenarkan beberapa pengguna Facebook, faktanya menggunakan teknik penyadapan untuk menakar iklan sangatlah mahal.
Jika Facebook benar-benar menerapkannya, maka Facebook akan menawarkan ongkos pemasangan iklan dengat harga premium.
Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Global agensi periklanan internasional, TBWA Worldwide, Baker Lambert.
“Mereka tidak memiliki alasan untuk itu (penyadapan). Mereka tidak akan menjualnya kepada para pengiklan”, jelas Lambert seperti dikutip KompasTekno dari TechTimes, Jumat (3/11/2017).
Ketakutan akan penyadapan dari perangkat pintar tetap mungkin terjadi, khususnya pada perangkat perintah melalui suara seperti Amazon Echo atau Google Home dengan Google Assistant.
Terlepas dari benar tidaknya teori tersebut, pengguna perangkat pintar harus mengimbangi pula ‘kepintaran’ perangkatnya serta lebih bijak menggunakan gadget untuk melindungi privasi.
Secara teknolog pula penyadapan terhadap traffic, mengubah traffic yang dilakukan adalah persaingan yang tidak sehat
Dan kebanyakan pengguna akan merasa bahwa iklan tersebut berasal dari pemilik situs.
Akibatnya, pemilik situslah yang diprotes pengguna. Iklan interstitial ads juga dipandang tidak etis karena iklan milik kompetitor bisa “mencegat” pengguna yang hendak masuk ke sebuah situs layanan online.
Dalam hal ini, operator disebut mengarahkan pengguna ke alamat operator terlebih dahulu untuk menghasilkan pendapatan iklan
Praktik ini dapat digolongkan sebagai upaya hijacking atau hostile redirecting untuk menghasilkan keuntungan sepihak.