Isu hoax, berita palsu, kini menjadi “trending topic” dunia dan para peneliti menempatkannya sejajar dengan bahaya pemanasan global atau “global warning.”
“Hoax sudah benar-benar bahaya,” ujar CEO Apple, Tim Cook, dalam sebuah opininya soal penyebaran berita palsu alias hoax itu, seperti ditulis “cnet,” Selasa, 14 Februarai 2017.
Ia setuju atas banyak pendapat bahwa dampak hoax tak kalah bahayanya dengan pemanasan global alias global warming.
“Hoax telah membunuh pikiran umat manusia,” kata Cook
Hoax dan global warming dinilai sama-sama menyerang kancah internasional, bukan cuma di wilayah atau negara tertentu.
Cook mengimbau agar penanganan hoax harus sama seriusnya dengan penanganan global warming.
“Harus ada kampanye besar-besaran di berbagai sektor (terkait pemberantasan hoax),” ia mengimbau.
Pemberantasan hoax, kata Cook, bukan cuma jadi tanggung jawab layanan internet dan pemerintah, tapi juga semua pihak di berbagai sektor dan masyarakat umum.
“Pemberantasan hoax harus ditanamkan sejak dini di sekolah-sekolah dan di ranah publik,” ia menuturkan.
“Anak-anak adalah pihak yang paling mudah diedukasi. Setidaknya sebelum usia tertentu, mereka lebih banyak mendengar dan memahami,” Cook menambahkan.
Lebih lanjut, Cook sesumbar bahwa industri teknologi seharusnya mampu menciptakan alat untuk memberantas hoax.
Hal tersebut memang butuh waktu, energi, dan investasi lebih, tapi ia percaya bakal berguna untuk kehidupan generasi mendatang.
Salah satu aplikasi yang “ concern” terhadap dampak hoax, Twitter, dalam blognya, berupaya untuk menghambat lajunya berita bohong itu dengan dengan membuat sebuah perubahan yang dinilai lebih proaktif.
Dalam blog perusahaan, Twitter memastikan akan ada tiga perubahan untuk menyaring penyebaran konten palsu dan hoax. Sejauh ini ketiga fitur tersebut dapat digunakan untuk layanan versi desktop.
Fitur baru yang dinamakan Safe Search diklaim bisa membantu pengguna menyaring penyebaran konten palsu dan hoax.
Nantinya fitur ini akan otomatis diaktifkan dari menu pencarian Twitter. Namun begitu, pengguna tetap bisa menonaktifkannya jika tidak berkenan.
Sesuai dengan namanya, fitur ini akan menghilangkan konten sensitif serta kicauan dari akun diblokir dari ‘hasil pencarian’. Nantinya, konten sensitif tersebut bisa saja ditemukan jika pengguna sengaja mencarinya.
Bukan hanya itu, perusahaan yang dinakhodai Jack Dorsey ini juga memastikan akan menurunkan tweet yang berpotensi melecehkan, merendahkan, hingga bernada ancaman.
Saat pengguna ingin melihat percakapan berbalas dari sebuah tweet, nantinya konten yang bernada sensitif atau tidak berkaitan dengan topik akan otomatis hilang.
Meski begitu, respon-respon tersebut tetap bisa diakses pengguna jika memang sengaja mencarinya. Berbeda dengan Facebook, Twitter memastikan hanya menyembunyikan konten-konten tersebut, bukan menghapusnya secara permanen.
Cara lain yang ditempuh Twitter juga dengan mengidentifikasi pengguna yang ditangguhkan sementara hingga menghentikan mereka untuk membuat akun baru.
Untuk proses ‘penyaringan’ yang satu ini Twitter akan melihat pada perilaku yang berpotensi mengganggu seperti melecehkan pengguna lain.
Juru bicara Twitter mengatakan pihaknya menggunakan algoritma khusus untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan menandai tweet yang bernada melecehkan.
Sejauh ini pihak Twitter masih berfokus pada pemberatntasan hoax berdasarkan laporan pengguna.
Layanan berlogo burung biru ini memastikan pembaharuan yang disediakan bukan bermamksud untuk membatasi kebebasan penggunanya dalam berekespresi, tetapi hanya memberikan batasan tanggung jawab setiap konten yang di-tweet.
Fitur-fitur penyaring konten sensitif dipastikan bisa segera dirasakan oleh pengguna dalam beberapa pekan mendatang.
Selain Twitter, media sosial lainnya, seperti Facebook juga berupaya untuk menghambat laju hoax.
Menghadapi pemilihan presiden di Perancis, Facebook menggandeng delapan organisasi media di negara itu untuk memerangi isu berita palsu.
Facebook bersama Google, sebelumnya, dituding bertanggung jawab atas peredaran berita palsu di Prancis.
Delapan media yang disertakan Facebook dalam program pemberantasan berita palsu itu di antaranya Agence France-Presse, BFM TV, L’Express, dan Le Monde.
Sistem yang akan diadopsi Facebook akan lebih banyak mengandalkan partisipasi publik. Facebook berharap banyak pada pengguna untuk melaporkan konten berita palsu ke media yang mereka ajak kerja sama sebagai penguji fakta.
Sebelumnya, Facebook telah meluncurkan fitur yang mempermudah pelaporan konten negatif ke beberapa kategori. Bersama mitra media, mereka juga menampilkan peringatan dan rujukan alternatif terhadap informasi dengan kadar fakta meragukan.
Facebook merupakan jejaring sosial terbesar di Prancisyang penggunalebih dari sepertiga populasi negeri itu.
Sementara itu, Google mengambil cara berbeda memerangi peredaran hoax di Prancis. Mereka menginisiasi “CrossCheck”, sebuah platform khusus untuk menyelidiki konten mencurigakan.